Google ads

Jumat, 04 Desember 2015

PEMBUATAN MINYAK KELAPA



Pohon kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu (monokotil). Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya pohon kelapa dapat bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang abnormal, misalnya akibat serangan hama tanaman. Indonesia merupakan negara agraris yang menempati posisi ketiga setelah Filipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia (APCC, 2002)
            Penggolongan varieties kelapa pada umunya didasarkan pada perbedaan umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah, serta sifat-sifat khusus yang lain. Kelapa memiliki berbagai nama daerah. Secara umum, buah kelapa dikenal sebagai coconut, orang Belanda menyebutnya kokosnoot atau klapper, sedangkan orang Prancis menyebutnya cocotier. Di Indonesia kelapa biasa disebut krambil atau klapa (Jawa). (Warisno, 2003)
            Di Indonesia, tanaman kelapa telah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Sejak abad ke-19, hasil dari pohon kelapa (yaitu minyak kelapa) mulai diperdagangkan dari Asia ke Eropa. Perdagangan minyak kelapa antara Ceylon dan Inggris maupun antara Indonesia dan Belanda dimulai sejak berdirinya VOC (Verenigde Oost Indische compagnie). Karena perdagangan minyak kelapa dan kopra terus meningkat, maka para penanam modal asing di Indonesia, terutama Belanda, mulai tertarik untuk membuat perkebunan kelapa sendiri.
           Sekitar tahun 1886, Belanda membuka perkebunan kelapa di Indonesia, tepatnya dipulau Tallise dan Kikabohutan. Disamping itu, kebun-kebun kelapa milik rakyat ternyata sudah lama diusahakan, misalnya sejak tahun 1880 kopra rakyat dari daerah Minahasa sudah mulai diekspor ke Eropa. Pada tahun 1939, sebelum perang dunia kedua, ekspor kopra di Indonesia menduduki urutan ke empat sesudah minyak bumi, gula, dan karet. Sesudah perang dunia kedua, ternyata ekspor kopra Indonesia semakin meningkat dan termasuk urutan ketiga dari enam komoditas ekspor utama. Dengan demikian, tanaman kelapa memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian rakyat dan sumber devisa bagi Negara. (Warisno, 2003).
           Tanaman kelapa terdiri atas banyak jenis, karena pada umunya dihasilkan dari penyerbukan silang yang sudah sejak lama diusahakan oleh manusia. Penggolongan kelapa pada umumnya didasarkan pada perbedaan umur pohon meliputi kelapa dalam dan kelapa genjah; warna buah yaitu kelapa hijau, kelapa merah dan kelapa kuning; bentuk buah, ukuran buah, dan beberapa sifat lainnya. Kelapa kuning itu sendiri merupakan golongan kelapa yang memiliki kulit buah berwarna kuning. Jenis kelapa ini termasuk golongan kelapa genjah yang sudah mulai berbuah pada umur tiga tahun, pada saat tanaman setinggi 1 m – 1.5 m. Ukuran pohon tidak terlalu besar dan tidak terlalu tinggi, sedangkan buah berbentuk bulat dan berukuran kecil-kecil. (Warisno, 2003) .
Luas areal perkebunan kelapa di Indonesia sebagian besar diusahakan sebagai perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dengan rincian pulau Sumatera 32,90%, Jawa 24,30%, Sulawesi 19,30%, Kepulauan Bali, NTB dan NTT 8.20%, Maluku dan Papua 7,80%, dan Kalimantan 7,50% (Nogoseno, 2003). Berdasarkan data tahun 2001 luas areal perkebunan kelapa telah mencapai 3.690.832 ha dengan produksi 3.032.620 ton kopra (Djunaedi, 2003).
Buah kelapa muda merupakan salah satu produk tanaman tropis yang unik karena disamping komponen daging buahnya dapat langsung dikonsumsi, juga komponen air buahnya dapat langsung diminum tanpa melalui pengolahan. Keunikan ini ditunjang oleh sifat fisik dan komposisi kimia daging dan air kelapa. Produk ini sangat digemari konsumen, baik anak-anak maupun orang dewasa. Ditinjau dari wilayah penyebarannya, tanaman kelapa menyebar di seluruh pelosok tanah air walaupun kepemilikan setiap keluarga petani rata-rata hanya sekitar 1,1 ha/KK (Brotosunaryo, 2002).

            Daun kelapa yang muda disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang menarik. Sabut kelapa yang berupa serat-serat kasar diperdagangkan untuk pengisi jok kursi, anyaman tali, keset serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok kelapa dipakai sebagai bahan bakar, dijadikan arang dan bahan baku berbagai bentuk hiasan dan kerajinan tangan (Setyamidjaya, 1991).
            Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat pada dinding dalam tempurung (daging buah kelapa) adalah sumber penyegar yang sangat populer. Daging buah muda yang berwarna putih dan lunak biasa disajikan sebagai es kelapa muda. Daging buah tua kelapa yang sudah mengeras biasa diambil cairan sarinya dengan diperas dan cairannya disebut santan. Selain itu daging buah tua ini diambil dan dikeringkan dijadikan komoditi perdagangan bernilai yang disebut kopra (Setyamidjaya, 1991).
            Secara alami air kelapa mempunyai komposisi gula dan mineral yang lengkap, sehingga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai minuman isotonik yaitu minuman yang memiliki kesetimbangan elektrolit seperti cairan dalam tubuh manusia. Air kelapa muda juga telah digunakan sebagai larutan rehidrasi oral bagi penderita diare. Hasil penelitian menunjukkan air kelapa memiliki Indeks Rehidrasi yang lebih baik dibandingkan dengan sportdrink atau minuman penambah stamina (Lysminiar, 2010).
Air kelapa muda pada umumnya diminum dengan kondisi buah yang masih segar. Produk ini sangat digemari konsumen karena aroma dan kelezatan nya. Namun, kelezatannya tidak bisa dinikmati setiap saat oleh setiap orang, karena umur simpan kelapa muda terbatas dan juga sulitnya distribusi. Buah kelapa muda hanya berdaya simpan 2-3 hari. Selain itu berat buah kelapa muda terutama dari jenis kelapa dalam yang dapat mencapai 2 kg, sehingga berpengaruh saat pengangkutan (Tenda dan Tempake, 2003). Air kelapa dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan asam cuka (vinegar), alkohol, minuman anggur, dan cairan infus ( Widianarko, dkk, 2000).

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar misalnya dietil eter, kloroform, benzena, dan hidrokarbon lainnya. Minyak adalah turunan karboksilat dari ester gliserol yang disebut gliserida. Sebagian besar gliserida berupa trigliserida atau triasilgliserol yang ketiga gugus OH dari gliserol diesterkan oleh asam lemak.
                                                                               (Fessenden, 1986)
Sifat fisik lemak dan minyak
a.    Warna
Warna dapat dibagi atas warna alamiah dan warna degradasi. Warna alamiah disebabkan oleh bahan yang terbawa dari sumber asalnya. Warna kuning adalah karoten, kuning coklat adalah xantofil, warna hijau adalah klorofil, anthosianin adalah warna merah yang terbawa sewaktu ekstraksi dan pemurnian minyak atau yang diberikan sebagai pewarna tambahan.
b.    Bau
Bau minyak didapatkan karena adanya asam lemak yang berantai pendek yang terbawa pada waktu ekstraksi dan pemurnian minyak.
c.    Rasa
Akibat adanya minyak yang terhidrolisa menjadi asam lemak menyebabkan minyak kurang berasa enak.
(Azmi, 2008)
Minyak merupakan salah satu bahan pangan yang digunakan untuk memberikan aroma dan cita rasa tambahan bagi makanan. Salah satu contoh jenis minyak yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra ( daging kelapa yang dikeringkan) atau perasan dari santannya. Minyak kelapa mengandung senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai jenis asam lemak dimana 90% diantaranya merupakan minyak jenuh.
(Girindra, 1986)

Secara garis besar, proses pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1.     Minyak kelapa yang dihasilkan dengan cara mengekstrak daging kelapa segar atau disebut juga dengan proses basah. Proses basah dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
a.     Cara basah tradisional. Cara basah tradisional merupakan cara basah yang dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Pertama santan diekstraksi dari kelapa parut. Kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang disebut dengan blondo. Blondo kemudian diperas untuk mengeluarkan sisa minyak.
b.     Cara basah fermentasi. Cara basah fermentasi adalah cara menghasilkan minyak kelapa dengan mendiamkan santan terlebih dahulu agar skimnya terpisah dari krim. Kemudian krim difermentasi untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan minyak pada waktu pemanasan.
c.     Cara basah sentrifugasi. Cara basah sentrifugasi sedikit memiliki persamaan dengan cara basah fermentasi. Pada proses sentrifugasi, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000- 3500 rpm sehingga terjadi pemisahan antara fraksi krim dan skim. Kemudian krim diasamkan dengan cara menambahkan asam asetat, sitrat atau asam klorida hingga pH- nya 4. Kemudian santan dipanaskan kembali dengan cara basah fermentasi atau tradisional. Setelah dilakukan pemanasan, santan diberi perlakuan sentrifugasi kembali.
d.    Cara basah dengan penggorengan.

2.    Minyak kelapa yang dihasilkan dari ekstrak daging kelapa yang telah dikeringkan ( kopra ) atau disebut juga dengan proses kering. Proses kering dapat dilakukan dengan cara ekstraksi mekanis dan ekstraksi menggunakan pelarut.
(Ketaren, 1986)

Menurut SII (Standart Industri Indonesia) syarat mutu (kualitas) minyak kelapa meliputi kadar air 0,5%, kadar asam lemak maksimum 5% dan angka 2 peroksida maksimum 5. Proses pengolahan dalam waktu yang lama danmenggunakan energi yang banyak merupakan kelemahan ekstraksi minyak kelapa secara tradisional. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki proses pengolahan agar dapat mengkasilkan minyak kelapa yang berkualitas dengan biaya minimal. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan menggunakan metode fermentasi.
Pengolahan dengan menggunakan metode fermentasi pada dasarnya sama dengan pengolahan tradisional, hanya saja sebelum dimasak santan terlebih dahulu difermentasi dengan memanfaatkan aktifitas mikroba untuk mengganggu atau merusak kestabilan emulgator sehingga minyak dapat terpisah dari lapisan protein. Proses pemanasan pada pembuatan minyak kelapa secara fermentasi membutuhkan energi panas relatif sedikit dibandingkan dengan pengolahan minyak cara basah.
                                                                          (Anonim, 2006)

Pada percobaan kali ini digunakan ragi tempe. Di dalam ragi tempe tersebut terdapat suatu jenis mikroba yang mampu menghasilkan enzim protease. Aktivitas enzim protease tersebut dapat merusak sitem emulsi pada santan dimana protein sebagai penstabilnya (emulgator), sehingga akan memudahkan mengekstraksi minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan minyak yang paling stabil diantara seluruh minyak nabati. Minyak kelapa tergolong minyak yang istimewa karena mengandung asam laurat (C12CH3(CH2)10COOH) dalam jumlah yang dominan, yakni 48-53%. Asam laurat ini merupakan asam lemak rantai medium yang dapat langsung menjadi sumber energi di sel-sel tubuh manusia. Asam laurat juga dapat diubah menjadi senyawa mono-laurin untuk kekebalan tubuh melawan berbagai virus, bakteri, dan protozoa.
Mikroba yang berkembang selama proses fermentasi, terutama mikroba penghasil asam. Asam yang dihasilkan menyebabkan protein santan mengalami penggumpalan dan mudah dipisahkan pada saat pemanasan. Pembuatan minyak dengan cara fermentasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain :
1.     Rendemen minyak yang diperoleh tinggi
2.    Cara pembuatannya lebih mudah
3.    Bahan bakar yang diperlukan lebih sedikit
4.    Warna minyak lebih jernih
                                                               (Iswanto, 2001)

Mikroba yang terdapat pada setiap ragi berbeda-beda, pada ragi tempe terdapat mikroba Rhizophus sp. Sedangkan pada ragi roti dan ragi tape terdapat mikroba yang sama yaitu Saccharomycess cereviceae, bedanya ragi tape dibuat dengan penambahan bumbu-bumbu dan mikroorganisme lain sehingga tidak hanya kamir tetapi ada juga beberapa jenis bakteri lain.
Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi minyak kelapa diantaranya adalah jenis mikroba atau starter dan konsentrasi starter. Mikroba dapat berperan dalam proses fermentasi karena mengandung enzim yang diperlukan dalam reaksi-reaksi kimia tersebut. Enzim yang terdapat dalam setiap mikroba mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memecah emulsi santan. Sehingga perbedaan mikroba pada ragi tempe dan ragi tape dapat menyebabkan hasil produksi minyak kelapa yang terbentuk berbeda, baik dari kualitas maupun rendemen yang dihasilkan. Kecepatan suatu enzim yang terdapat pada mikroba tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
Dengan demikian konsentrasi mikroba sebagai starter juga berpengaruh terhadap proses fermentasi. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan karena dalam pengolahan minyak secara fermentasi faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap kualitas minyak kelapa yang akan dihasilkan.
                                                                          (Andarwulan, 2010)


Tidak ada komentar:

Google Ads