Pohon
kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu (monokotil). Batang tanaman
tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya pohon kelapa dapat
bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang abnormal, misalnya akibat
serangan hama tanaman. Indonesia merupakan negara agraris yang menempati posisi
ketiga setelah Filipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia
(APCC, 2002)
Penggolongan varieties kelapa pada
umunya didasarkan pada perbedaan umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran
buah, warna buah, serta sifat-sifat khusus yang lain. Kelapa memiliki berbagai
nama daerah. Secara umum, buah kelapa dikenal sebagai coconut, orang
Belanda menyebutnya kokosnoot atau klapper, sedangkan orang
Prancis menyebutnya cocotier. Di Indonesia kelapa biasa disebut krambil
atau klapa (Jawa). (Warisno, 2003)
Di Indonesia, tanaman kelapa telah
dikenal sejak ratusan tahun lalu. Sejak abad ke-19, hasil dari pohon kelapa
(yaitu minyak kelapa) mulai diperdagangkan dari Asia ke Eropa. Perdagangan
minyak kelapa antara Ceylon dan Inggris maupun antara Indonesia dan Belanda
dimulai sejak berdirinya VOC (Verenigde Oost Indische compagnie). Karena
perdagangan minyak kelapa dan kopra terus meningkat, maka para penanam modal
asing di Indonesia, terutama Belanda, mulai tertarik untuk membuat perkebunan
kelapa sendiri.
Sekitar
tahun 1886, Belanda membuka perkebunan kelapa di Indonesia, tepatnya dipulau
Tallise dan Kikabohutan. Disamping itu, kebun-kebun kelapa milik rakyat
ternyata sudah lama diusahakan, misalnya sejak tahun 1880 kopra rakyat dari
daerah Minahasa sudah mulai diekspor ke Eropa. Pada tahun 1939, sebelum perang
dunia kedua, ekspor kopra di Indonesia menduduki urutan ke empat sesudah minyak
bumi, gula, dan karet. Sesudah perang dunia kedua, ternyata ekspor kopra
Indonesia semakin meningkat dan termasuk urutan ketiga dari enam komoditas
ekspor utama. Dengan demikian, tanaman kelapa memberikan sumbangan yang cukup
besar bagi perekonomian rakyat dan sumber devisa bagi Negara. (Warisno, 2003).
Tanaman
kelapa terdiri atas banyak jenis, karena pada umunya dihasilkan dari
penyerbukan silang yang sudah sejak lama diusahakan oleh manusia. Penggolongan
kelapa pada umumnya didasarkan pada perbedaan umur pohon meliputi kelapa dalam
dan kelapa genjah; warna buah yaitu kelapa hijau, kelapa merah dan kelapa
kuning; bentuk buah, ukuran buah, dan beberapa sifat lainnya. Kelapa kuning itu
sendiri merupakan golongan kelapa yang memiliki kulit buah berwarna kuning.
Jenis kelapa ini termasuk golongan kelapa genjah yang sudah mulai berbuah pada
umur tiga tahun, pada saat tanaman setinggi 1 m – 1.5 m. Ukuran pohon tidak
terlalu besar dan tidak terlalu tinggi, sedangkan buah berbentuk bulat dan
berukuran kecil-kecil. (Warisno, 2003) .
Luas areal perkebunan kelapa di Indonesia
sebagian besar diusahakan sebagai perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh
pelosok nusantara dengan rincian pulau Sumatera 32,90%, Jawa 24,30%, Sulawesi
19,30%, Kepulauan Bali, NTB dan NTT 8.20%, Maluku dan Papua 7,80%, dan
Kalimantan 7,50% (Nogoseno, 2003). Berdasarkan data tahun 2001 luas areal
perkebunan kelapa telah mencapai 3.690.832 ha dengan produksi 3.032.620 ton
kopra (Djunaedi, 2003).
Buah kelapa muda merupakan salah satu
produk tanaman tropis yang unik karena disamping komponen daging buahnya dapat
langsung dikonsumsi, juga komponen air buahnya dapat langsung diminum tanpa
melalui pengolahan. Keunikan ini ditunjang oleh sifat fisik dan komposisi kimia
daging dan air kelapa. Produk ini sangat digemari konsumen, baik anak-anak
maupun orang dewasa. Ditinjau dari wilayah penyebarannya, tanaman kelapa
menyebar di seluruh pelosok tanah air walaupun kepemilikan setiap keluarga
petani rata-rata hanya sekitar 1,1 ha/KK (Brotosunaryo, 2002).
Daun
kelapa yang muda disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan
ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang menarik. Sabut kelapa yang berupa
serat-serat kasar diperdagangkan untuk pengisi jok kursi, anyaman tali, keset
serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok kelapa dipakai sebagai
bahan bakar, dijadikan arang dan bahan baku berbagai bentuk hiasan dan
kerajinan tangan (Setyamidjaya, 1991).
Endosperma
buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat pada dinding dalam
tempurung (daging buah kelapa) adalah sumber penyegar yang sangat populer.
Daging buah muda yang berwarna putih dan lunak biasa disajikan sebagai es
kelapa muda. Daging buah tua kelapa yang sudah mengeras biasa diambil cairan
sarinya dengan diperas dan cairannya disebut santan. Selain itu daging buah tua
ini diambil dan dikeringkan dijadikan komoditi perdagangan bernilai yang
disebut kopra (Setyamidjaya, 1991).
Secara
alami air kelapa mempunyai komposisi gula dan mineral yang lengkap, sehingga
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai minuman isotonik yaitu
minuman yang memiliki kesetimbangan elektrolit seperti cairan dalam tubuh
manusia. Air kelapa muda juga telah digunakan sebagai larutan rehidrasi oral
bagi penderita diare. Hasil penelitian menunjukkan air kelapa memiliki Indeks
Rehidrasi yang lebih baik dibandingkan dengan sportdrink atau minuman
penambah stamina (Lysminiar, 2010).
Air
kelapa muda pada umumnya diminum dengan kondisi buah yang masih segar. Produk
ini sangat digemari konsumen karena aroma dan kelezatan nya. Namun,
kelezatannya tidak bisa dinikmati setiap saat oleh setiap orang, karena umur
simpan kelapa muda terbatas dan juga sulitnya distribusi. Buah kelapa muda
hanya berdaya simpan 2-3 hari. Selain itu berat buah kelapa muda terutama dari
jenis kelapa dalam yang dapat mencapai 2 kg, sehingga berpengaruh saat
pengangkutan (Tenda dan Tempake, 2003). Air kelapa dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan asam cuka (vinegar), alkohol, minuman anggur, dan
cairan infus ( Widianarko, dkk, 2000).
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok
yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam
serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar
misalnya dietil eter, kloroform, benzena, dan hidrokarbon lainnya. Minyak adalah
turunan karboksilat dari ester gliserol yang disebut gliserida. Sebagian besar
gliserida berupa trigliserida atau triasilgliserol yang ketiga gugus OH dari
gliserol diesterkan oleh asam lemak.
(Fessenden,
1986)
Sifat fisik lemak dan minyak
a. Warna
Warna dapat
dibagi atas warna alamiah dan warna degradasi. Warna alamiah disebabkan oleh
bahan yang terbawa dari sumber asalnya. Warna kuning adalah karoten, kuning
coklat adalah xantofil, warna hijau adalah klorofil, anthosianin adalah warna
merah yang terbawa sewaktu ekstraksi dan pemurnian minyak atau yang diberikan
sebagai pewarna tambahan.
b. Bau
Bau
minyak didapatkan karena adanya asam lemak yang berantai pendek yang terbawa
pada waktu ekstraksi dan pemurnian minyak.
c. Rasa
Akibat
adanya minyak yang terhidrolisa menjadi asam lemak menyebabkan minyak kurang
berasa enak.
(Azmi,
2008)
Minyak merupakan salah satu bahan pangan yang
digunakan untuk memberikan aroma dan cita rasa tambahan bagi makanan. Salah
satu contoh jenis minyak yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah minyak
kelapa. Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra ( daging
kelapa yang dikeringkan) atau perasan dari santannya. Minyak kelapa mengandung
senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai jenis asam lemak dimana 90%
diantaranya merupakan minyak jenuh.
(Girindra, 1986)
Secara garis besar, proses pembuatan minyak
kelapa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1.
Minyak kelapa yang dihasilkan dengan cara
mengekstrak daging kelapa segar atau disebut juga dengan proses basah. Proses
basah dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
a.
Cara basah
tradisional. Cara basah tradisional merupakan cara basah yang dapat dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana. Pertama santan diekstraksi dari kelapa
parut. Kemudian santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian
bukan minyak yang disebut dengan blondo. Blondo kemudian diperas untuk
mengeluarkan sisa minyak.
b.
Cara basah
fermentasi. Cara basah fermentasi adalah cara menghasilkan minyak kelapa dengan
mendiamkan santan terlebih dahulu agar skimnya terpisah dari krim. Kemudian
krim difermentasi untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan minyak pada waktu
pemanasan.
c.
Cara basah
sentrifugasi. Cara basah sentrifugasi sedikit memiliki persamaan dengan cara
basah fermentasi. Pada proses sentrifugasi, santan diberi perlakuan
sentrifugasi pada kecepatan 3000- 3500 rpm sehingga terjadi pemisahan antara
fraksi krim dan skim. Kemudian krim diasamkan dengan cara menambahkan asam
asetat, sitrat atau asam klorida hingga pH- nya 4. Kemudian santan dipanaskan
kembali dengan cara basah fermentasi atau tradisional. Setelah dilakukan
pemanasan, santan diberi perlakuan sentrifugasi kembali.
d.
Cara basah dengan penggorengan.
2.
Minyak kelapa yang dihasilkan dari ekstrak daging
kelapa yang telah dikeringkan ( kopra ) atau disebut juga dengan proses kering.
Proses kering dapat dilakukan dengan cara ekstraksi mekanis dan ekstraksi
menggunakan pelarut.
(Ketaren, 1986)
Menurut SII
(Standart Industri Indonesia) syarat mutu (kualitas) minyak kelapa
meliputi kadar air 0,5%, kadar asam lemak maksimum 5% dan angka 2 peroksida
maksimum 5. Proses pengolahan dalam waktu yang lama danmenggunakan energi yang
banyak merupakan kelemahan ekstraksi minyak kelapa secara
tradisional. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki proses
pengolahan agar dapat mengkasilkan minyak kelapa yang berkualitas dengan biaya
minimal. Salah satu cara
untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan menggunakan metode fermentasi.
dengan menggunakan metode fermentasi.
Pengolahan
dengan menggunakan metode fermentasi pada dasarnya sama dengan
pengolahan tradisional, hanya saja sebelum dimasak santan terlebih dahulu
difermentasi dengan memanfaatkan aktifitas mikroba untuk mengganggu atau merusak
kestabilan emulgator sehingga minyak dapat terpisah dari lapisan protein. Proses
pemanasan pada pembuatan
minyak kelapa secara fermentasi membutuhkan energi panas relatif sedikit
dibandingkan dengan pengolahan minyak cara basah.
(Anonim,
2006)
Pada percobaan kali ini digunakan
ragi tempe. Di dalam ragi tempe tersebut terdapat suatu jenis mikroba yang
mampu menghasilkan enzim protease. Aktivitas enzim protease tersebut dapat
merusak sitem emulsi pada santan dimana protein sebagai penstabilnya
(emulgator), sehingga akan memudahkan mengekstraksi minyak kelapa. Minyak
kelapa merupakan minyak yang paling stabil diantara seluruh minyak nabati.
Minyak kelapa tergolong minyak yang istimewa karena mengandung asam laurat (C12CH3(CH2)10COOH)
dalam jumlah yang dominan, yakni 48-53%. Asam laurat ini merupakan asam lemak
rantai medium yang dapat langsung menjadi sumber energi di sel-sel tubuh
manusia. Asam laurat juga dapat diubah menjadi senyawa mono-laurin untuk
kekebalan tubuh melawan berbagai virus, bakteri, dan protozoa.
Mikroba yang berkembang selama
proses fermentasi, terutama mikroba penghasil asam. Asam yang dihasilkan
menyebabkan protein santan mengalami penggumpalan dan mudah dipisahkan pada
saat pemanasan. Pembuatan minyak dengan cara fermentasi mempunyai beberapa
keuntungan antara lain :
1.
Rendemen
minyak yang diperoleh tinggi
2.
Cara pembuatannya
lebih mudah
3.
Bahan
bakar yang diperlukan lebih sedikit
4.
Warna
minyak lebih jernih
(Iswanto,
2001)
Mikroba yang
terdapat pada setiap ragi berbeda-beda, pada ragi tempe terdapat
mikroba Rhizophus sp. Sedangkan pada ragi roti dan ragi tape terdapat mikroba yang
sama yaitu Saccharomycess cereviceae, bedanya ragi tape dibuat dengan
penambahan bumbu-bumbu dan mikroorganisme lain sehingga tidak hanya kamir
tetapi ada juga beberapa jenis bakteri lain.
Faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi minyak kelapa diantaranya adalah jenis
mikroba atau starter dan konsentrasi starter. Mikroba dapat berperan dalam proses
fermentasi karena mengandung enzim yang diperlukan dalam reaksi-reaksi
kimia tersebut. Enzim yang terdapat dalam setiap mikroba mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam memecah emulsi santan. Sehingga perbedaan
mikroba pada ragi tempe dan ragi tape dapat menyebabkan hasil produksi
minyak kelapa yang terbentuk berbeda, baik dari kualitas maupun rendemen
yang dihasilkan. Kecepatan suatu enzim yang terdapat pada mikroba tergantung
pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
Dengan
demikian konsentrasi mikroba sebagai starter juga berpengaruh terhadap proses fermentasi.
Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan karena dalam pengolahan
minyak secara fermentasi faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap kualitas
minyak kelapa yang akan dihasilkan.
(Andarwulan,
2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar