1.3.
Pada umumnya penderita Diabetes Melitus
(DM) rentan terhadap infeksi. Hiperglikemik mengganggu fungsi neutrofil dan
makrofag meliputi beberapa tahapan: kemotaksis, perlekatan (adherence),
fagositosis dan daya bunuh intraseluler (intracellular
killing). Beberapa infeksi yang berhubungan dengan DM salah satunya adalah
ulkus diabetic (IDF). Infeksi ini bukanlah merupakan faktor pencetus terjadinya
IDF ,namun lebih sering sebagai komplikasi dari neuropati maupun vaskulopati.
Menurut Wagner (1983) IDF dapat di klasifikasikan
seperti di bawah ini :
Derajat 0 :
Kaki resiko tinggi,tak ada ulkus,pembentukan callus
Derajat 1 :
Ulkus superfacial,secara klinis tak ada infeksi
Derajat 2 :
Ulkus dalam,sering dengan sellulitis tak ada abses atau infeksi
tulang
Derajat 3 :
Ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses
Derajat 4 :
Gangren lokal (ibu jari,kaki atau tumit)
Derajat 5 :
Gangren seluruh kaki
Pada dasarnya ada 3 faktor utama
yang dapat menyebabkan terjadinya IDF yaitu :
1. Neuropati
2. Vaskulopati
(Makro-Mikroangiopati)
3. Neuropati
– Vaskulopati
1.4.
Patogenesis Infected
Diabetic Foot (IDF)
Ada neuropati
perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.Gangguan
sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki
sehingga penderita akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki.Gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya
atrofi dari otot kaki,sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan
terjadinya ulserasi pada kaki penderita.Selain itu adanya angiopati akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotiksehingga
menyulitkan penyembuhan luka.
1.5.
Penatalaksanan Terapi
1.5.1.
Diabetes
Mellitus (DM)
A. Non pharmacologic Terapi
1.
Diet
Meskipun gagasan
populer, tidak ada "diet diabetes." Diet yang disarankan untuk pasien
dengan diabetes adalah rencana makan rendah lemak, tinggi serat, rendah kalori
sampai sedang, dan mencapai keseimbangan dari berbagai komponen dan nutrisi
needed.
2. Manajemen berat
Penurunan berat
badan terbukti mengurangi risiko kardiovaskular, serta menunda atau mencegah
timbulnya DM pada mereka dengan pra-diabetes. Pendekatan utama dianjurkan untuk
penurunan berat badan adalah terapi perubahan gaya hidup (Life Style)
3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik juga merupakan komponen
penting dari komprehensif DM manajemen program. Aktivitas fisik secara teratur telah
ditunjukkan untuk meningkatkan kontrol glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskular, seperti hipertensi dan peningkatan serum lipid level.
B.
Pharmacologic Terapi1
1. Hipoglikemik oral
Penggolongan
obat hipoglikemik oral
Golongan
|
Contoh Senyawa
|
Mekanisme
Kerja
|
Sulfonilurea
|
Gliburida/Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
|
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya
efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi
dengan baik
|
Meglitinida
|
Repaglinide
|
Merangsang sekresi insulin di kelenjar
pancreas
|
Turunan
Fenilalanin
|
Nateglinide
|
Meningkatkan kecepatan sintesis insulin oleh
pancreas
|
Biguanida
|
Metformin
|
Bekerja langsung pada hati (hepar),
menurunkan produksi glukosa hati.
Tidak merangsang sekresi insulin
oleh kelenjar pankreas.
|
Tiazolidindion
|
Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone
|
Meningkatkan kepekaan tubuh
terhadap insulin. Berikatan dengan
PPARγ (peroxisome proliferator
activated receptor-gamma) di otot,
jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan
resistensi insulin
|
Inhibitor α-
Glukosidase
|
Acarbose
Miglitol
|
Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang
mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah
|
2.
Dipeptidyl peptidase-4 inhibitor (DPP4 –
inhibitor)
Kelas terapi terbaru agen oral untuk DM
dipeptidyl yang peptidase-4 (DPP-IV) inhibitor. Sitagliptin, Vildagliptin dan
saxagliptin saat ini telah disetujui FDA sebagai pilihan terapi, diindikasikan
untuk pasien DM tipe-2 sebagai monoterapi atau terapi kombinasi dengan
metformin atau thiazolidinedione. DPP-IV inhibitor memperlambat inaktivasi
hormon incretin dalam usus. Incretins merupakan hormon yang dibebaskan
dari intestinal untuk meningkatkan sekresi insulin. Hormon incretin dilepaskan
sepanjang hari oleh usus dan tingkat peningkatan yang dihasilkan sebagai
respons terhadap makanan. Normal atau meningkat incretin hormon, termasuk
glukagon seperti peptida-1 (GLP-1) dan glukosa yang tergantung insulinotropic
polipeptida (GIP), meningkatkan produksi insulin dan pelepasan oleh sel-sel
beta pankreas. Selain itu, GLP-1 telah terbukti untuk penurunan sekresi
glukagon dari sel alfa pankreas yang mengarah ke penurunan produksi glukosa
hepatik. Penurunan HbA1c sebesar 0,7% -0,8% ditemukan dalam klinis ayat
percobaan plasebo di kedua monoterapi dan kombinasi Terapi menggunakan dosis
yang dianjurkan 100 mg sitagliptin diambil setiap hari dengan atau tanpa
makanan.
C.
Terapi Insulin
Insulin adalah salah satu agen yang
dapat digunakan dalam semua bentuk DM untuk gula darah kontrol. Insulin adalah
penting untuk pengobatan pasien dengan DM tipe 1 dan dapat mengatasi resistensi
insulin pada pasien DM tipe-2. Insulin dapat dibagi menjadi empat kelas
terpisah berdasarkan panjang formulasi action. U-100, menunjukkan konsentrasi
dari 100 unit / mL.
Kapasitas insulin jarum suntik umum
adalah 30, 50, dan 100 unit. Jarum suntik 30 unit dan 50 unit ditandai pada
1-unit bertahap, sedangkan jarum suntik 100-unit ditandai pada 2 unit interval.
Jarum suntik berkisar 28-31 mengukur dan 5/16- untuk 1/2-in panjang.
1.
Regular Insulin
Regular
insulin umum disebut sebagai insulin alami. Ini adalah solusi yang jelas yang
memiliki relatif cepat onset dan durasi pendek. Pada subkutan injeksi, insulin
regular bentuk agregat kecil yang disebut hexamers yang mengalami konversi ke
dimer diikuti oleh monomer sebelum penyerapan sistemik dapat terjadi. Oleh
karena itu, pasien harus konseling untuk menyuntikkan insulin reguler subkutan
30 menit sebelum mengkonsumsi makanan. Reguler insulin adalah insulin hanya
yang dapat diberikan secara intravena. Onset aksi yang cepat-acting insulin
bervariasi dari 15 sampai 30 menit, dengan puncak efek yang terjadi 1 sampai 2
jam setelah pemberian, efeknya berlangsung selama total 5
sampai 7 jam.
2.
Intermediate-Duration
Insulin
Lebih
dikenal sebagai insulin NPH, mulai bekerja dalam waktu sekitar
1 sampai 2 jam dan dapat bertahan 16-24 jam. NPH
insulin dapat dicampur dengan insulin reguler dan digunakan segera atau
disimpan hingga 1 bulan di suhu kamar atau 3 bulan dalam pendingin.
3.
Long-Duration Insulin
Mulai
bekerja dalam 1 sampai 2 jam dan terus berlangsung sekitar 24 jam. Lantus
berbeda dari bentuk lain dari insulin (kadang-kadang disebut sebagai
"pompa orang miskin") karena tidak memiliki efek puncak. Sebaliknya,
menurunkan gula darah ke tingkat yang relatif konstan selama periode 24-jam.
Teknik Penyuntikkan Insulin :
Teknik Penyuntikkan Insulin :
Bersihkan
kulit pada area yang akan disuntik dengan kapas beralkohol. Cubit atau jepit
kulit dengan jari-jari dengan jarak sekitar 7-9 inchi, lalu masukkan jarum
suntik perlahan-lahan di bawah kulit dengan sudut 45-90 derajat. Injeksikan
insulin (misalnya tetap di paha atau di lengan) tetapi di tempat yang berbeda,
paling tidak 1 inchi jaraknya dari tempat suntikan sebelumnya. Jangan menyuntik
di tempat yang sama lebih dari satu kali sebulan atau satu kali dua bulan
sampai habis, tarik jarum suntik, lalu tekan kulit perlahan (jangan
digosok).Jika akan menyuntik lagi, suntik pada area yang sama. Untuk aplikasi,
jenis jarum suntik yang digunakan harus disesuaikan dengan tipe insulin yang
dipakai. Berdasarkan kekuatannya, ada dua macam sediaan insulin yang tersedia,
yaitu U-100 dan U-500. Untuk insulin U-100 harus digunakan jarum suntik U-100,
demikian pula untuk U-500. Jarum suntik yang digunakan umumnya sekali pakai
(disposable). Jangan menggunakan jarum suntik bekas, disamping lokasi suntikan
lebih sakit juga meningkatkan risiko infeksi. Untuk mengurangi terjadinya
iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila insulin dingin
disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik dan botol
insulin di antara telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu
kamar, sebelum digunakan. Botol insulin sebaiknya dikocok perlahan, ke atas dan
ke bawah sebelum digunakan, tetapi jangan kocok keras-keras.
Sliding Scale
Sliding
scale digunakan oleh dokter dan penderita diabetes tergantung insulin, yaitu
sebuah alat penting untuk membantu pengguna insulin dalam mengontrol gula darah
mereka. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberian lebih
efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu
itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis
yang diberikan pada pasien sama dengan table dibawah . Insulin yang diberikan
adalah insulin regular.
Gula
darah
|
Unit
|
Spuit
skala 100
|
Spuit
skala 40
|
Spuit
skala 80
|
< 200 mg%
|
0
|
-
|
-
|
-
|
201-259 mg %
|
5
|
5 strip
|
2 strip
|
4strip
|
251-300 mg %
|
10
|
10 strip
|
4 strip
|
8 strip
|
301-350 mg %
|
15
|
15 strip
|
6 strip
|
12 strip
|
>350 mg %
|
20
|
20 strip
|
8 strip
|
16 strip
|
Rumus
konversi : Spuit sediaan x dosis
insulin
Contoh
:
Gula
darah 250 mg % sediaan insulin yang ada 100 ml/iu sediaan spuit yang ada di
rumah sakit skala 40 ml/iu jadi insulin
Yang
diinjeksikan :
40/100 x 5 = 2 strip
Penyesuaian Dosis Insulin Pasien gangguan
ginjal
Berdasarkan Klasifikasi dari NKF – K /DOQI,gangguan fungsi ginjal dapat
dibagi menjadi :
Tahap
|
Deskripsi
|
LFG(ml/menit)
|
1.
3.
4.
5.
|
Gangguan fungsi ginjal kronik dengan LFG normal atau meningkat.
Penurunan ringan LFG
Penurunan sedang LFG
Penurunan berat LFG
Gagal ginjal
|
>90
60 – 89
30 – 59
15 – 29
< 15
|
Ket : LFG
( Laju Filtrasi Glomerulus)
Untuk
menentukan LFG dapat di lakukan dengan cara :
-
Memakai formula cockroft – Gault :
LFG ( Laki – laki ) : (
140 – umur) x BB (kg)/Kreatinin Serum
(mg/dl) x 72
LFG (Wanita )
: 0,85 x nilai LFG Laki – laki
Selain LFG ,nilai kreatinin serum dapat di gunakan
untuk menentkan adanya gangguan fungsi ginjal. Konsensus NIH( National
Institutes of Health) tahun 1993 merekomendasikan bahwa nila kreatinin serum
pada wanita > 1,5 mg/Dl, pada laki – laki > 2 mg/Dl,menunjukan sudah ada
gangguan fungsi ginjal
-
Menentukan bersihan creatinin
Bersihan
creatinin : Cr urin (mg/dL) x Vol urin (ml/24 jam)/Cr Sr (mg/Dl) x 1440
1.7.2. Infected Diabetic Foot
(IDF)
Penatalaksanaan Infected
Diabetic Foot (IDF) meliputi :
1. Evaluasi diri
a. Gambaran Klinis
Ulkus yang
terjadi umumnya di akibatkan oleh trauma ringan yang terjadi berulang pada kaki
yang tidak sensitif. Nampak daerah yang kemerahan di sertai pembentukkan calus
yang akhirnya menimbulkan ulserasi.
b.
Kedalaman dari ulkus
Pengobatan dari
ulkus diabetic sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, diperlukan
pemeriksaan yang lebih seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar
kecilnya debridement yang akan dilakukan.
c. Pemeriksaan X foto
Pemeriksaan X
foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah didapatkan benda asing, subkutan gas
dan osteomielitis pada kaki tersebut.
d. Lokasi
dari ulkus
Apabila lokasi
dari ulkus tersebut tidak umum untuk suatu ulkus diabetic serta sukar sembuh
dengan pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak diakibatkan oleh suatu
trauma. Perlu di pertimbangkan untuk melakukan biopsi.
a.
Evaluasi Vaskular
Untuk rencana
pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vascular dari kaki penderita,
diusahakan pemeriksaan yang tidak invasive untuk mengetahui kondisi pembuluh
darah tersebut.
1. Debridement
Diperlukan
debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat,dengan cara membuang
semua jaringan yang nekrotik. Sebelum melakukan tindakan perlu di jelaskan
kepada penderita bahwa sesudah tindakan bedah ini kemungkinan manifestasi dari
luka dapat bertambah luas di banding sebelum dilakukan debridement.
2. Biakan
Ulkus
Kadang
diperlukan biakan kuman yang diambil dari ulkus penderta ulkus diabatik.Tetapi
tidak harus semua ulkus diabetic dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara
rutin.apabila dilakukan biakan kuman sebaiknya dilakukan biakan kuman aerob dan
anaerob.
3. Pemberian
Antibiotika
Sebelum
pemberian antibiotik dimulai, perawatan lokal dari ulkus seperti debridement,
insisi dan pembuatan hiliran nanah (drainage) dari abses harus dikerjakan
terlebih dahulu
4. Perawatan
Lokal
Bahan-bahan
yang dipakai secara topical untuk mempercepat proses penyembuhan, umumnya
mengandung faktor pertumbuhan (growth
factor) yang bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan.
5. Non
Weight Bearing
Tindakan
non weight bearing diperlukan pada
penderita ini seperti tirah baring, memakai crutch,kursi roda atau sandal yang
khusus. Hal ini diperlukan, karena umumnya kaki penderita sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dibuat berjalan maka akan menyebabkan
luka bertambah besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada akan
mengadakan penetrasi lebih dalam sehingga menghambat penyembuhan.
6. Perbaikan Sirkulasi
Sirkulasi
pada IFD merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan luka.
Selain faktor vaskuler, perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya gangguan
rheologi pada penderita tersebut. .
7. Perbaikan
Nutrisi
Faktor
nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan.
Perlu untuk memonitor kadar Hb dan
albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb diatas 12 g/dl dan
pertahankan albumindarah > 3.5 g/dl.
8. Pemeriksaan
Perfusi Kulit Daerah Luka
Perfusi
kulit daerah luka merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
proses penyembuhan. Perfusi kulit ini
dapat diperkirakan dengan mengukur
transcutaneus oksigen tension (tcPO2) pada daerah sekitar luka. Apabila
tcPo2 ini kurang dari 30 mmHg,maka kemungkinan terjadinya penyembuhan luka
adalah kecil.
A.
Prinsip
pengelolaan IDF Meliputi :
1. Regulasi
DM
o Bila
perlu diadakan regulasi cepat bahkan mungkin insulin pump
o Diit
G yang mempunyai komposisi ( 60 % KH,20% Lemak dan 20 % protein
2. Pengelolaan
Neuropati
o Dapat
di berikan Vit B1,B6,B12 (Vitamin B Komplek)
3. Pengelolaan
Vaskulopati
Faktor
Vaskulopati lebih menonjol pada fase akut, dapat diberikan salah satu atau
kombinasi (jangan lebih dari 2 macam obat anti trombosit)
o Pentoxilin
2 x 400, bila mungkin 3 x 400 mg
o Cilostazol
2 x 50 mg, bila mungkin di naikkan 2 x 100mg
o Clopidogrel
1 x 1(tiap malam)
o ASA
1 x 1 tiap pagi sesudah makan
4. Antibiotika
o Amoksisilin
+ Asam klavulanat + Metronidazole bila di duga infeksi anaerob.
o Quinolon
( Osteomielitis gram negative) Kombinasi Clindamyicin
5. Pengelolaan
penyerta terkait DM
o Hipertensi
( Amlodipin,ACE, A II RA,Nifedipin oros)
o Dislipedemia
( Statin,Gemfibrozil dan fenofibrat)
o Hipoalbuminia
( Usahakan albumin darah > 3.5 g /dl
o Hiperurisemia
(diet G Yang rendah purin ,bila perlu berikan allupurinol)
o Lain
– lain (Immuno booster = Echinaceae dan Zn Picolinate)
B.
Menetapkan dan Menilai Target
Glikemik
Hemoglobin A1C
(HbA1c) adalah "standar emas" untuk mengevaluasi jangka panjang
glikemik control. Glukosa berinteraksi secara spontan dengan hemoglobin dalam
sel darah merah untuk membentuk glikosilasi derivatif. Turunan yang paling umum
adalah HbA1c. Jumlah yang lebih besar dari glikosilasi terjadi ketika glukosa
darah tingkat meningkat. Karena hemoglobin memiliki rentang hidup sekitar 120
hari, kadar HbA1c mencerminkan memberikan penanda kadar glukosa rata-rata
selama jangka waktu ini.
ADA Tujuannya
untuk orang dengan DM adalah kurang dari 7%, sedangkan
AACE mendukung tujuan kurang dari 6,5%. Pengujian kadar HbA1c harus terjadi setidaknya dua kali setahun untuk pasien yang pertemuan tujuan pengobatan dan empat kali per tahun untuk pasien tidak memenuhi tujuan atau mereka yang memiliki perubahan terbaru dalam therapy.
AACE mendukung tujuan kurang dari 6,5%. Pengujian kadar HbA1c harus terjadi setidaknya dua kali setahun untuk pasien yang pertemuan tujuan pengobatan dan empat kali per tahun untuk pasien tidak memenuhi tujuan atau mereka yang memiliki perubahan terbaru dalam therapy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar