Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan
cara fermentasi menggunakan bahan baku hayati. Etanol adalah ethyl alkohol (C2H5OH)
yang dapat dibuat dengan cara sintesis ethylen atau dengan fermentasi
glukosa. Etanol diproduksi melalui hidrasi katalitik dari etilen atau
melalui proses fermentasi gula menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae.
Beberapa bakteri seperti Zymomonas mobilis juga diketahui memiliki
kemampuan untuk melakukan fermentasi dalam memproduksi etanol (Bambang Prastowo, 2007).
Etanol
adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga
dapat dilihat sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus
hidroksil dengan rumus C2H5OH.
Etanol
merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap,
dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan.
a. Sifat-sifat fisis etanol
1)
Rumus molekul : C2H5OH
2)
Berat molekul : 46,07 gram / mol
3)
Titik didih pada 1 atm : 78,4°C
4)
Titik beku : -112°C
5)
Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
(Perry, 1984)
b. Sifat-sifat kimia etanol
1) Berbobot molekul rendah
sehingga larut dalam air
2) Diperoleh dari fermentasi
gula
Pembentukan
etanol
C6H12O6
katalis CH3CH2OH
3) Pembakaran etanol
menghasilkan CO2 dan H2O
Pembakaran
etanol
CH3CH2OH
+ 3O2
2CO2
+ 3H2O + energi
(Fessenden & Fessenden,
1997)
Secara teoritis, hidrolisis glukosa akan
menghasilkan etanol dan karbondioksida. Perbandingan mol antara glukosa dan
etanol dapat dilihat pada reaksi berikut ini:
C6H12O6 → C2H5OH + 2 CO2
Satu mol glukosa
menghasilkan 2 mol ethanol dan 2 mol karbondioksida, atau dengan
perbandingan bobot tiap 180 g glukosa akan menghasilkan 90 g etanol. Dengan
melihat kondisi tersebut, perlu diupayakan penggunaan substrat yang murah untuk
dapat menekan biaya produksi etanol sehingga harganya bisa lebih mudah.
Penggunaan bioetanol di antaranya adalah sebagai bahan baku industri, minuman,
farmasi, kosmetika, dan bahan bakar. Beberapa jenis etanol berdasarkan
kandungan alkohol dan penggunaannya adalah (1) Industrial crude
(90-94,9% v/v), rectified (95-96,5% v/v), (2) jenis etanol yang netral,
aman untuk bahan minuman dan farmasi (96-99,5% v/v), dan (3) etanol untuk bahan
bakar, fuel grade etanol (99,5-100% v/v). Keuntungan penggunaan
bioetanol sebagai bahan bakar alternative pengganti minyak bumi adalah
tidak memberikan tambahan netto karbondioksida pada lingkungan karena CO2
yang dihasilkan dari pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan
bantuan sinar matahari CO2 digunakan dalam proses fotosintesis. Di
samping itu, bahan bakar bioetanol memiliki nilai oktan tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai bahan peningkat oktan (octane enhancer) menggantikan
senyawa eter dan logam berat seperti Pb sebagai anti-knocking agent yang
memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. Dengan nilai oktan yang tinggi, maka
proses pembakaran menjadi lebih sempurna dan emisi gas buang hasil pembakaran
dalam mesin kendaraan bermotor lebih baik. Bioetanol bisa digunakan dalam
bentuk murni atau sebagai campuran bahan bakar gasoline (bensin).
Dibanding bensin, etanol lebih baik karena memiliki angka research octane
108,6 dan motor octane 89,7, angka tersebut melampaui nilai maksimum
yang mungkin dicapai oleh gasolin, yaitu research octane 88 (Perry,
1999).
Hidrolisa Asam Sulfat
Hidrolisis asam adalah hidrolisis yang menggunakan asam yang dapat mengubah
polisakarida menjadi (pati) menjadi glukosa. Hidrolisis asam biasanya
menggunakan asam klorida (HCl) atau asam sulfat H2SO4.
Asam klorida bersifat sebagai katalisator pemecah karbohidrat menjadi gula, dan
pada saat fermentasi akan diuraikan dengan menggunakan Sacharomyces
cerevisiae (ragi) menjadi alkohol (Anonim2, 2011).
Hasil hidrolisa menunjukan penurunan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin,
disertai dengan naiknya jumlah kadar gula pereduksi. Hal ini dikarenakan adanya
pemecahan atau pemutusan ikatan-ikatan glikosida pada selulosa dan hemiselulosa
sehingga kadar glukosa pereduksi meningkat. Menurut meyer (1978), proses
hidrolisa adalah suatu proses pemutusan rantai polimer pati (C2H12O6)n
menjadi unit-unit monosakarida (C2H12O6).
Penurunan kadar lignin pada proses hidrolisa mempengaruhi peningkatan jumlah
gula pereduksi yang dihasilkan. Lignin cukup sulit untuk di hidrolisis sehingga
perubahan menjadi glukosa pun lebih susah, akan tetapi dengan menggunakan asam
kuat akan dapat melepas lignin dari selulosa, maka selulosa akan mudah
dihidrolisa oleh air (Fredy, 2011).
Hidrolisa dengan menggunakan H2SO4 (asam kuat) dapat mempengaruhi
kadar gula dalam tongkol jagung, hal ini disebabkan karena kandungan yang
terdapat pada tongkol jagung yang berupa senyawa kompleks dapat dipecah
sehingga menjadi senyawa sederhana (glukosa), sehingga kandungan glukosa pada
substrat tongkol jagung bertambah. Dengan terbentuknya senyawa yang lebih
sederhana akan memudahkan mikroba untuk melakukan fermentasi.
Dari penelitian lain, penentuan konsentrasi hidrolisa menggunakan H2SO4
terbaik adalah 1 % pada sampel baglog jamur. Variasi yang diujikan adalah
sebagai berikut.
No
|
Konsentrasi
H2SO4
|
||||
1%
(µg/mL)
|
2%
(µg/mL)
|
3%
(µg/mL)
|
5%
(µg/mL)
|
10%
(µg/mL)
|
|
1
|
91,69
|
43,13
|
39,39
|
35,66
|
61,81
|
2
|
102,90
|
58,07
|
76,75
|
65,54
|
54,34
|
3
|
106,63
|
61,81
|
76,75
|
65,54
|
61,81
|
4
|
102,90
|
58,07
|
69,28
|
69,28
|
61,81
|
Rerata
|
101,03±6,47a
|
55,27±8,28b
|
65,54±17,78b
|
59,01±15,66b
|
59,94±3,37b
|
Keterangan:
a=beda
signifikan
b= tidak
berbeda signifikan
Dalam proses hidrolisa menggunakan asam kuat H2SO4, gugus H+ dari H2SO4 akan memutus ikatan glikosida
pada selulosa limbah baglog jamur menjadi gugus radikal bebas. Gugus radikal
bebasakan berkaitat dengan gugus OH- dari air membentuk gula
pereduksi. Rendahnya kadar gula pereduksi yang dihasilkan dari proses
hidrolisis asam disebabkan oleh konsentrasi larutan H2SO4 yang tinggi menyebabkan
jumlah air dalam komposisi larutan hidrolisa semakin sedikit, sehingga
kebutuhan OH- sebagai pengikat radikal bebas berkurang. Dari hasil
perbandingan pada table diatas konsentrasi H2SO4 1%
menunjukan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi larutan H2SO4 pada
larutan hidrolisa, maka kandungan air dalam larutan semakin sedikit. Banyaknya
radikal bebas yang terbentuk dari pemutusan H+ dari H2SO4
tidak dapat terbentuk menjadi kadar gula pereduksi, sebab OH- sebagai
pengikat radikal bebas berkurang dan glukosa yang terbentuk sedikit (Fredy,
2011).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada hidrolisis pati antara lain :
a.
Suhu
Dari
kinetika reaksi, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi.
Tetapi apabila proses berlangsung pada suhu yang tinggi, konversi akan menurun.
Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang.
b. Waktu
Semakin
lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar dan pada batas waktu
tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut
diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali.
c. Pencampuran pereaksi
Karena
pati tidak larut dalam air maka pengadukan perlu diadakan agar persentuhan
butir-butir pati dan air dapat berlangsung dengan baik.
d. Konsentrasi katalisator
Penambahan
katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi. Jadi semakin banyak jumlah
katalisator yang dipakai makin cepat reaksi hidrolisis. Dalam waktu tertentu
pati yang berubah menjadi glukosa juga meningkat.
e. Kadar suspensi pati
Perbandingan
antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat.
(Groggins,1992)
Fermentasi
Fermentasi adalah proses
terjadinya dekomposisi gula menjdi alkohol dan karbondioksida. Proses
fermentasi ini dimanfaatkan oleh para pembuat bir, roti, anggur, bahan kimia,
para ibu rumah tangga dan lain-lain. Alkohol dapat dibuat dari bahan
penghasil karbohidrat apa saja yang dapat difermentasi oleh khamir. Apabila
padi-padian seperti jagung dan karbohidrat kompleks yang lain
dipergunakan sebagai bahan mentah, maka pertama-tama bahan tersebut perlu
dihidrolisis menjadi gula sederhana yang dapat difermentasikan (Pelczar dan
Chan, 1988).
Menurut Rukmana dan
Yuniarsih (2001), berdasarkan produk yang difermentasi digolongkan menjadi dua
macam yaitu sebagai berikut :
1. Fermentasi alkoholis yaitu fermentasi yang
menghasilkan alkohol sebagai produk akhir disamping produk lainnya, misalnya
pada pembuatan wine, cider dan tape 18.
2. Fermentasi nonalkoholis yaitu fermentasi yang tidak
menghasilkan alkohol sebagai produk akhir selain bahan lainnya, misalnya pada
pembuatan tempe, antibiotika dan lain -lain.
Hasil fermentasi
dipengaruhi oleh teknologi yang dipakai. Pemilihan mikroorganisme
biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium.
Misalnya untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula dipergunakan saccharomyces
cerevisiae dan kadang-kadang digunakan untuk bahan-bahan laktosa dari
whey (air yang ditinggalkan setelah susu dibuat keju) menggunakan candida
pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan didapatkan
mikroorganisme yang mampu ditumbuhkan dengan cepat dan mempunyai
toleransi terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol
dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Said, 1987).
Menurut Schlegel (1994),
produksi utama alkohol adalah ragi, terutama dari stram Saccharomyces
cerevisiae. Ragi-ragi, seperti yang juga kebanyakan fungi merupakan
organisme yang bersifat aerob. Dalam lingkungan terisolasi dari udara,
organisme ini meragikan karbohidrat menjadi etanol dan karbon dioksida. Ragi
sendiri adalah organisme aerob pada kondisi anaerob. Dengan mengalirkan udara,
maka peragian dapat dihambat sempurna dengan memasukkan banyak udara. Saccharomyces
cerevisiae merupakan khamir yang penting pada fermentasi yang utama dan
akhir, karena mampu memproduksi alkohol dalam konsentrat tinggi dan fermentasi
spontan (Sudarmaji, 1982)
Pembuatan etanol dengan
menggunakan ragi ini hanya bisa dilakukan secara langsung pada bahan yang
mengandung gula. Hal ini disebabkan karena ragi Saccharomyces cerevisiae tidak
dapat menghasilkan enzim amilase. Oleh karena itu bahan yang mengandung
pati seperti singkong, harus diubah dahulu menjadi glukosa. Konversi etanol
maksimum yang bisa dihasilkan dari Saccharomyces cerevisiae adalah 8-12%
(Hambali, 2009).
Berdasarkan pengukuran diperoleh kandungan etanol
optimum yaitu pada perbandingan massa 2:20 b/v (penambahan ragi sebanyak 20 gram)
dengan kandungan etanol sebesar 2,50% v/v (48 jam) dan 2,39% v/v (72
jam), kecuali pada waktu 24 jam (pada penambahan ragi 15 gram) kandungan etanol
sebesar 1,61% v/v. Dalam penelitian ini proses fermentasi menghasilkan kadar
etanol optimum pada waktu 48 jam dengan kandungan etanol sebesar 2,15% v/v
(1,5:20 b/v) dan 2,50% v/v (2:20 b/v) setelah 48 jam terjadi penurunan kadar
etanol yang cukup signifikan, hal ini dapat disebabkan olehsuatu mekanisme
oksidasi lanjutan yang mengubah etanol menjadi senyawa asam karboksilat dan
turunannya.
Secara keseluruhan kondisi optimum proses fermentasi
yaitu pada massa ragi sebesar 20 gram (2:20 b/v) pada waktu fermentasi selama
48 jam sesuai dengan literatur dimana pada kondisi larutan glukosa 8-15 %
dengan masa ragi 10% dari volume fermentasi (2:20 b/v) optimum pada 40-50 jam
(Wisnu dan Richana, 2006). Sedangkan kandungan etanol yang dihasilkan pada
penelitian ini optimum pada 2,50% v/v, hasil ini tidak sesuai dengan literatur.
Semestinya etanol yang dihasilkan bisa mencapai 8-10% v/v. Hal ini mungkin
disebabkan besarnya kontaminan yang ada pada proses, mengingat bahan baku
berasal dari sampah sehingga membuat proses fermentasi etanol terhambat
(Hambali, 2009).
Fermentasi (pada pH 4 dan pH
5) menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae yang sebelumnya khamir
ini ditumbuhkan dalam Yeast Ekstrak dan Malt Ekstrak (YM) medium.
Identifikasi senyawa bioetanol dilakukan dengan menggunakan kromatografi
gas-spektrometri massa (GC-MS). Serbuk tongkol jagung seberat 70,011 gram menghasilkan
etanol sebanyak 6,7 mL (pada pH 4) dan 8,9 mL (pada pH 5) dengan warna jernih
bening berbau khas etanol. Data kromatogram GC hasil fermentasi menunjukkan
kandungan etanol sebanyak 3,352% (pada pH 4) dan 4,452% (pada pH 5).
(Fredy, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar