Polimer disintesis dari
senyawa yang memiliki massa molekul kecil melalui reaksi polimerisasi dan
polikondensasi, serta melalui transformasi kimia dari polimer alami dan
sintesis lainnya.
Polimerisasi
Polimerisasi merupakan
suatu reaksi gabungan dari beberapa molekul (monomer-monomer), yang tidak
menyertai pembentukan produk dan tidak melibatkan perubahan dalam komposisi
unsurnya.
Berikut akan dijelaskan
jenis rantai dan tahapan reaksi dalam pembentukan polimerisasi.
Rantai polimerisasi
Teori rantai
polimerisasi dikemukakan oleh S. Medvedev sedangkan teori reaksi berantai
dikemukakan oleh N. Semenov’s.
Rantai polimer merupakn suatu senyawa
yang memiliki ikatan rangkap [contoh etilen CH2 = CH2,
isobutilen (CH3)2C = CH2, dan vinil klorida CH2
= CHCl], atau tidak stabil pada senyawa yang mengandung heteroatom (contoh
etilen oksida H2C ― CH2).
Sifat utama dari reaksi
rantai polimerisasi dapat dikembangkan dalam reaksi kinetik yang mengikuti
pembentukan rantai molekul.
Reaksi rantai
polimerisasi memiliki tiga tahap reaksi, yaitu :
1. Aktivasi
atau inisiasi, yang melibatkatkan molekul monomer :
M → M* (molekul monomer
dalam keadaan tereksitasi atau pusat aktif)
2. Tahap
propagasi :
M* + M →
+
M →
+
M →
dst...
+
M →
(pembentukan molekul polimer yang aktif)
3. Tahap
terminasi :
→
(molekul polimer yang tidak aktif)
Pusat aktif dalam
reaksi rantai polimerisasi disebut juga radikal bebas atau ion, dan secara
berturut-turut reaksi ini disebut reaksi polimerisasi radikal atau ionik.
2.1.1.1 Polimerisasi radikal
Secara fisika dan kimia
polimerisasi radikal dapat menghasilkan radikal bebas :
M
→ R∙
Radikal bebas primer
yang dihasilkan dengan ikatan rangkap pada monomernya tidak dapat mengalami
eksitasi namun mampu menghasilkan radikal yang baru dengan interaksi yang lebih
jauh dibandingkan monomer sebelumnya (tahap propagasi) :
R∙ + M → R ― M∙
R ― M∙ → R ― M ― M∙
dst...
R ― M ― M∙ → R ―
―M∙
Makro molekul yang
dihasilkan dapat menonaktifkan molekul polimer (tahap terminasi) seperti di
bawah ini :
a)
Radikal primer digabungkan kembali
R∙ + R∙ → R ― R
b)
Makro radikal digabungkan
Rn-1―M∙
+ Rm-1―M∙ → Pn+m
c)
Makro radikal digabungkan dengan radikal
primer
Rn-1―M∙ + Rm∙→
Pn+m
d)
Pembandingan
1.
Tahap
Inisiasi
Monomer yang aktif
dapat diubah menjadi radikal primer dengan menggunakan energi. Energi yang
digunakan dapat berupa pemanasan, cahaya, atau radiasi ionisasi (α-, β-, atau
sinar-γ) atau dengan menambahkan radikal bebas atau unsur (inisiator) bebas
dalam radikal bebas. Metode ini tergantung pada bentuk dari polimerisasi yang memiliki
radikal bebas yang disebut dengan panas/thermal, fotokimia, radiasi, atau
inisiasi kimia.
Polimerisasi
inisiasi thermal merupakan polimerisasi yang molekul
monomernya diaktifkan dengan menggunakan panas. Metode ini digunakan karena
dalam polimerisasi partikel sering mengalami pemanasan. Bagaimanapun,
polimerisasi dengan menggunakan panas bukanlah hal yang baru, namun
polimerisasi selalu menggunakan panas sebagai katalis atau inisiator.
Polimerisasi
fotokimia merupakan polimerisasi dengan mengaktifkan molekul
dari hasil penyerapan energi. Polimerisasi fotokimia ini dapat terjadi dengan
bantuan suhu dimana metode inisiasi polimerisasi ini tidak memerlukan proses.
Dalam radiasi polimerisasimolekul diaktifkan
(radikal bebas yang dihasilkan) oleh radiasi ionisasi. Kemudian proses ini
dilanjutkan oleh mekanisme radikal.Polimerisasi
inisiasi kimia,merupakan salah satu metode yang populer, molekul monomer
dapat menghasilkan radikal bebas ketika dipanaskan. Seperti senyawa anorganik
dan organik (peroksida, hidrogen peroksida, peroksida benzoyl, hidroperoksida
dan senyawa diazo). Secara luas inisiator peroksida benzoyl ketika dipanaskan
dapat menghasilkan dua jenis radikal bebas :
C6H5COO―O―COC6H5
→ C6H5∙ + C6H5COO∙ + CO2
Radikal ini memiliki
sisi aktif, sehingga dalam tahap propagasi mereka dapat bergabung dengan
monomer :
C6H5COO∙ + CH2=CH
→ C6H5COO―CH2―CH∙
X X
C6H5―COOCH2―CH∙
+ CH2=CH → C6H5COOCH2―CH―CH2―CH∙
X X X X
Dalam hal ini molekul
inisiator merupakan bagian dari tahapan pembentukan polimer. Inisiasi
oksidasi-reduksi sering juga digunakan dalam polimerisasi. Berikut merupakan
radikal bebas yang terbentuk dari reaksi inisiasi oksidasi-reduksi,
ROOH +Fe2+ → RO∙ + OH-
+Fe3+
Reaksi oksidasi-reduksi
membutuhkan energi aktivasi jauh lebih kecil daripada dekomposisi termal untuk
membebaskan radikal peroksida (kira-kira 10 kkal/mol dibandingkan dengan 30-35
kkal/mol). Hal ini dapat digunakan untuk melakukan polimerisasi pada suhu yang lebih
rendah.
2.
Tahap
propagasi
Tahap propagasi dan
terminasi tidak bergantung pada metode aktivasi monomer. Tahap propagasi
polimer dilakukan dengan penambahan molekul monomer untuk membebaskan radikal
(pembentukan makroradikal). Tahap propagasi ini digunakan untuk menentukan
tingkat polimerisasi, massa molekul polimer, struktur rantai polimer yang
mencakup dalam penambahan monomer ("kepala ke ekor" atau
"kepalakekepala"), derajat percabangan, dan lain-lain.
Tahap reaksi polimerisasi dapat disertai dengan perpeindahan rantai oleh reaksi makroradikal dengan ikatan rangkap dalam rantai polimer . Perpindahan rantai yang terdapat dalam interaksi polimer menghasilkan radikal dengan moleku jenuh AB, sehingga rantai molekul diputuskan
Tahap reaksi polimerisasi dapat disertai dengan perpeindahan rantai oleh reaksi makroradikal dengan ikatan rangkap dalam rantai polimer . Perpindahan rantai yang terdapat dalam interaksi polimer menghasilkan radikal dengan moleku jenuh AB, sehingga rantai molekul diputuskan
R―CH2―CHX∙ + AB → R―CH2―CHX―A
+ B∙
dengan pembentukan senyawaradikal B∙, yang
dimulai dengan rantai yang baru.
Reaksi pemindahan rantai biasanya melibatkan interaksi aktif dengan pusat monomer, polimer, atau molekul pelarut. Pusat aktif baru bisa terbentuk di tengah-tengah rantai dan menyebabkan percabangan :
Reaksi pemindahan rantai biasanya melibatkan interaksi aktif dengan pusat monomer, polimer, atau molekul pelarut. Pusat aktif baru bisa terbentuk di tengah-tengah rantai dan menyebabkan percabangan :
CHX CHX
CH∙ + CH2=CHX → CH―CHX―CH2―...
... ...
Reaksi pemindahan
rantai, misalnya untuk pembentukan produk bercabang pada polimerisasi radikal
etilena.Dalam polimerisasi senyawa diena adalah polimer radikal yang
berinteraksi dengan ikatan rangkap
... ...
CH2 CH2
C―Cl ∙C―Cl
...―CH2―C=CH―CH2∙+CH
→ ...―CH2―C=CH―CH2―CH
Cl CH2 Cl CH2
... ...
Hasil reaksi ini dalam
polimer bercabang, dan banyak pengulangan akan memberikan struktur jaringan.
3.
Tahap
Terminasi
Tahap terminasi ini
menghasilkan kejenuhan (deaktivasi) pada
makroradikalyang dapat terjadi oleh gabungan radikal bebas, disproporsionasi
atau perpeindahan rantai.Kejenuhan makroradikal dapat terjadi karena adanya
penggabungan beberapa makroradikal dan rdikal bebas dengan molekul yang rendah
:
R―CH2―CHX―...―CH2―CHX∙
+ ∙CHX―CH2―...―CHX―CH2―R’→
→ R―CH2―CHX―...―CH2―CHX―CHX―CH2―...―CHX―CH2―R’
Disproporsionasi adalah
pemindahan atom hidrogen dari makroradikal yang satu ke yang lain untuk
membentuk dua makromolekul , salah satunya dengan ikatan ganda di ujungnya :
R―CH2―CHX―...―CH2―CHX∙
+ ∙CHX―CH2―...―CHX―CH2―R’ →
→ R―CH2―CHX―...―CH=CHX +
CH2X―CH2―...―CHX―CH2―R’
Zat kimia yang mampu
bereaksi dengan radikal bebas yang dapat menghentikan reaksi polimerisasi disebut
inhibitor (sepertihydrokuinon dan trinitrobenzen). Senyawa kimia yang hanya
berfungsi dalam pembentukan ikatan, tidak mempengaruhi laju reaksi polimerisasi
tapi dapat menentukan massa molekul polimer, yang disebut regulator
polimerisasi atau pengubah. Zat-zat ini ditambahkan ke dalam campuran reaksi
dalam jumlah sedikit.
4.
Kemurnian
Monomer Inisiasi
Laju reaksi
polimerisasi radikal dan sifat dari produk sangat sensitif terhadap kotoran
dalam monomer, yang dapat bertindak sebagai inisiator atau penghambat. Oleh
karena itu untuk memperoleh kualitas polimer yang tinggidalam polimerisasi
harus menggunakan monomer yang homogen dan sangat murni.
2.1.1.2 Polimerisasi ionik
Dalam polimerisasi
ionik yang berfungsi sebagai pusat aktif adalah ion. Reaksi ini berlangsung
dengan adanya katalis.Tergantung pada muatan ion yang terbentuk, mungkin polimerisasi
kationik atau anionik. Polimerisasi kationik atau karbonium melibatkan
pembentukan ion karbonium, yang merupakan senyawa polar dengan atom karbon trikovalen
dan bermuatan positif.Polimerisasi katalis dari karbonium adalah senyawa yang
berfungsi sebagai akseptor elektron (aluminium, klorida, klorida stanik titanium
tetraklorida, boron fluorida, dll), monomer polimerisasi dapat mendonorkan
elektron (stirena terhadap SnCl4).
Polimerisasi anionik
atau karbonium melibatkan pembentukan karbonium, dengan senyawa atom karbon
trikovalen bermuatan negatif . Polimerisasi anionik terjadi dengan adanya
katalis yang menghasilkan elektron dari atom pendonor,seperti natrium amida,
tripenilmetil sodium, logam alkali, alkylalkali, dll. Polimerisasi ini terjadi
dengan mekanisme karbonium dalam kasus monomer yang mengandung senyawa yang
elektronegatif pada salah satu atom karbon yang dihubungkan oleh ikatan ganda; seperti
akrilonitril, metil metakrilat, dll.
Polimerisasi ionik dapat terjadi dengan menggunakankatalis lebih dari satu (kokatalis), misalnya seperti alkil logam dan klorida logam tergantung dengan angka valensi (TiCl3, TiCl4).
Polimerisasi ionik dapat terjadi dengan menggunakankatalis lebih dari satu (kokatalis), misalnya seperti alkil logam dan klorida logam tergantung dengan angka valensi (TiCl3, TiCl4).
2.1.1.3 Polimerisasi stereospesifik
Polimerisasi
stereospesifik adalah suatu proses yang menghasilkan polimer stereoregular. Hal
ini dilakukankan oleh ion atau mekanisme radikal. Polimerisasi stereospesifik
ditemukan oleh Natta ilmuan dari Italia.
2.1.1.4 Kopolimerisasi
Kopolimerisasi adalah
polimerisasi yang melibatkan dua atau lebih struktur monomer yang berbeda.
Sifat-sifat polimer yang disintesis oleh kopolimerisasi dapat divariasikan
melalui berbagai jenis sesuai dengan rasio monomer. Selain itu, beberapa
senyawa tunggal, yang tidak mampu melakukan polimerisasi secara terpisah, namun
polimerisasi ini dapat berlangsung jika direaksikan dengan senyawa tunggal lainnya.
Kopolimerisasi dapat
digunakan untuk memperoleh struktur polimer linear, bercabang, dan silang.
Dengan demikian, polimer silang terbentuk jika molekul dari satu monomer yang
mengandung dua ikatan ganda, bahkan jika jumlah monomer yang ditambahkan sangat
kecil. Jumlah yang sedikit seperti divinylbenzen
ditambahkan ke dalam stirena, mereka
akan mengalami kopolimerisasidan membentuk kopolimer leleh yang tidak dapat
larut dengan struktur silang :
Bahan
ini digunakandalam praktekuntuk membuatresin pertukaranion(Bab
20).Namun,pembentukanpolimersilangselama
polimerisasitidak diinginkan. Misalnya, ketika mempersiapkanmonovinylasetilenuntuk membentuksintesiskloroprenasetilen,
divinylasetilenCH2=CH―C≡C―CH=CH2
berbentuksebagai produk. Keberadaan polimerisasikloropren
menyebabkanstrukturdaripolikloropren membentukstruktursilang,
yang membuatpolimersulituntuk bergerak. Kemudian,
untuk mendapatkanpolikloroprenberkualitas tinggimonovinylacetylenharusbenar-benarbebas
darikotoran.
2.1.2 Tahap reaksi polimerisasi
Tahap
reaksi polimerisasi adalahgabungan dari beberapamolekuldengan
penambahanmolekulmonomersatu dengan yanglain
secara bertahap sebagai akibat darimigrasidaribeberapa
pergerakan atom(sebagian besar atom
hidrogen) dari satumolekul ke molekul yang lain. Sebuah contoh darilangkahreaksi
polimerisasiadalahpolimerisasidiisosianatdanalkoholdihidratke dalam poliuretanlinear :
Reaksi diisosianat
dengan alkohol trihydrik (misalnya, gliserol atau trimetilpropena) menghasilkan
polimer silang. Poliuretan juga membentuk silang karena
kelebihan diisosianat.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhireaksi polimerisasi
a. Pengaruh suhu.
Semakin tinggi suhu
maka hasil dari polimerisasi semakin meningkat.Mengubah suhu juga mempengaruhi
struktur produk yang dihasilkan. Dengan demikian, dalam polimerisasibutadiena
meningkatkan suhu akan menyebabkan dimer siklik untuk membentuk rantai molekul.
Itulah sebabnya polimerisasi butadiena dilakukan pada suhu tidak lebih dari 60⁰C. Namun, di bawah suhu
ini ukuran dan struktur rantai tergantung pada suhu. Telah ditetapkan bahwa
pada suhu yang lebih rendah sebagian monomer membentuk polimer dengan massa
molekul yang relatif tinggi. Misalnya, produk isobutilena dapat diperoleh pada
suhu 80⁰C,
dan dari α-metilstirena pada 130⁰C. Semakin tinggi suhu
maka derjat percabangan polimer akan semakin tinggi.
b. Pengaruh tekanan
Tekanan meningkat maka
laju reaksi polimerisasi juga akan meningkat, hal ini disebabkan oleh
meningkatnya jumlah tumbukan antara pusat aktif dan monomer. Meningkatkan
tekanan memungkinkan suhu polimerisasi yang lebih rendah, karena produksi
polimer dengan massa molekul yang lebih tinggi. Polimerisasi butadiena
membutuhkan waktu selama 46 jam (95 persen konversi) pada tekanan 7.000 atm dan
suhu 48⁰C,
dan hanya 19 jam pada tekanan yang sama dan suhu 61⁰C, tetapi pada 1 atm
dibutuhkan waktu yang sangat lama (dengan tidak adanya katalis). Namun,
penggunaan tekanan tinggi untuk polimerisasi harus selalu dipertimbangkan dalam
pemilihan katalis. Dengan demikian, polietilensebelumnya dapat diproduksi pada
tekanan 1000-2000 atm (polietilen bertekanan tinggi), sekarang dapat diperoleh
dengan metode Zeigler melibatkan penggunaan trietilaluminium dan titanium
klorida sebagai katalis pada tekanan rendah (polietilen tekanan rendah).
2.1.4 metode polimerisasi
Ada beberapa jenis
metode polimerisasi yang perlu kita ketahui :
1 . Polimerisasi fasa gas
2 . Polimerisasi massa atau Bulk
3 . Polimerisasi larutan
4 . Polimerisasi emulsi
5 . Polimerisasi fase padat
a.
Polimerisasi fasa gas
Polimerisasi fasa gas
adalah proses polimerisasi yang dilakukan dengan monomer dalam bentuk gas.
Polimerisasi dimulai dengan reaksi pada dinding bejana dan di permukaan dengan
sebagian besar partikel polimer telah terbentuk. Polimerisasi fasa gas yang
digunakan khususnya untuk produksi karet natrium butadiena.
b.
Polimerisasi massa
Polimerisasi massa
dilakukan dalam monomer cair pada suhu dan tekanan tertentu. Jika polimer yang
dihasilkan larut dalam monomer dan viskositas meningkat secara bertahap dalam
proses polimerisasi, maka dihasilkan sebuah polimer blok monolitik. Jika polimer
tidak larut dalam monomer, maka polimer diperoleh dalam bentuk bubuk atau
berpori .
Polimerisasi massa dapat digunakan untuk
menghasilkan polibutadiena, polystyrena, polykloroprena, poli(metil metakrilat)
dan polimer lainnya. Sebuah kelemahan dari metode ini adalah pertukaran panas
yang rendah dalam sistem. Karena
polimerisasi adalah proses yang sangat eksotermis, hal ini menyebabkan
pemanasan tertentu yang cukup besar dari produkakan dihasilkandistribusi polimer
dengan massa molekul yang sama. Selain itu, dalam polimerisasi bulk monomer
adalah tidak dikonversi sepenuhnya menjadi polimer karenadapat merugikan sifat
polimer.
c.
Polimerisasi larutan
Dalam metode ini media
reaksi adalah pelarut yang sesuai (biasanya pelarut organik) selain itu,
ditambahkan inisiator dan pengubah. Ada dua versi yang mungkin terjadi:
1. Monomer
dan polimer dapat larut dalam pelarut. Hasil Polimerisasi dalam larutan polimer
disebut lacquer, sehingga metode ini dikenal sebagai "metode
lacquer". Lacquer ini dapat digunakan secara langsung untuk pelapisan atau
pengendapan polimer dalam larutan.
2. Monomer
larut dalam cairan, tetapi polimernya tidak dapat larut. Dalam hal ini polimer
mengendap, dan kemudian dipisahkan dari cairan.
Polimerisasi larutan dihasilkan
pada polimer dengan massa molekul rendah, namun memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan polimerisasi massa dengan menggunakanpengadukan intensif dapat
meningkatkan pertukaran panas, sehingga dihasilkan polimer yang lebih
seragamdanmonomernya lebih mudah putus.
Pembentukan polimer
dengan massa molekul rendah disebabkan karena perpindahan rantai molekul
pelarut jika kedua atom atau kelompok atomtersebut aktif. Hal ini menimbulkan
radikal dengan aktivitas rendah, sehingga tidak mampu menginisiaisi rantai yang
baru. Radikal akan menyebabkan pemutusan rantai, sehingga polimer memiliki
massa molekul yang relatif rendah. Tingkat perpindahan rantai dapat meningkat
dengan memilih pelarut dan kondisi reaksi (suhu, tekanan, konsentrasi monomer)yang
sesuai, dan hal ini dapat menyebabkan polimer dengan derajat polimerisasi
berkisar antara 2 sampai 15.Metode ini disebut telomerizasi, dan zat yang mampu
memindahkan rantai disebut telogens.
d.
Polimerisasi emulsi
Dalam
polimerisasi emulsi monomer dalam keadaan cair dicampurkan ke dalam cairan yang
tidak bercampur, untuk membentuk suatu emulsi. Media dispersi yang biasa digunakan
adalah air. Emulsi adalah termodinamika tidak stabil, dan akan mengalami emulsifier
ketika konsentrasinyaditingkatkan. Pengemulsi adalah zat aktif permukaan yang
menyerap pada permukaan monomer air. Pada dasarnya, fungsi emulsifier adalah
untuk membentuk lapisan adsorpsi dengan mekanismeyang stabil sehinggadapat
mencegah penggabungan (peleburan) dari monomer atau polimer. Oleh karena itu,
bahan yang digunakan sebagai pengemulsi biasanya mengandung gugus polar dan radikal
hidrokarbon yang relatif besar. Contohnya adalah sabun (garam dalam asam
organik yang lebih tinggi), asam sulfonat dan garamnya .
Emulsi polimer dalam
air yang dihasilkan dari polimerisasi emulsi disebut lateks sintetis. lateks
ini digunakan dalam metode pengentalan sistem koloid. Dalam partikel lateks
yang digumpalkan oleh berbagai elektrolit .
e.
Polimerisasi fase padat
Polimerisasi tidak
hanya dalam fase cair, tetapi juga dalam keadaan kristal, dengan titik leleh
yang rendah. Polimerisasi tersebut disebut fase padat. Fase padat polimerisasi
dimulai dengan penyinaran kristal monomer dengan sinar-Xatau sinar-γ, elektron
dengan kecepatan tinggi, atau partikel energi tinggi lainnya. Kisi kristal dari
monomer dapat mempengaruhi tingkat tahapan propagasi, struktur makromolekul
yang dihasilkan, dan kemasannya.
Pada keadaan tingkat
titik leleh (bahkan jika itu sangat rendah) polimerisasi dari monomer meningkat
tajam dan ternyata lebih tinggi daripada laju polimerisasi monomer yang sama
dalam fase cair pada suhu jauh lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pembentukan
titik leleh yang sedikit berbeda dalam kristal disebut "kurang labil",
hal ini menjadi kelompok molekul monomer yang memiliki mobilitas cukup tinggi.
Tetapi aturan ini tidak stabil. Gabungan dari dua sifat menghasilkan tahap
propagasi yangtidak berlangsung.Dalam beberapa kasus polimerisasi monomer kristal
berubah langsung menjadi serat yang sangat berorientasi sebagai polimer
(misalnya, kristal trioxan).
2.2
Polikondensasi
Polikondensasi adalah
gabungan dari beberapa molekul yang saling berikatan ataupun yang sukar
berikatan sehingga membentuk struktur dan senyawa yang baru, dengan menggunakan
massa molekul yang relatif rendah. Monomer yang digunakan harus mengandung
setidaknya dua gugus fungsional (OH, COOH, NH2, dll) dalam molekul.
Fungsinya untuk memberikan pengaruh yang besar terhadap struktur dan sifat
polimer yang dihasilkan . Dengan demikian, senyawa monofungsional menghasilkan
produk dengan molekul yang rendah. Polikondensasi dari dua fungsional menghasilkansenyawayang
tidak linear atau siklik dengan massa molekul tinggi, sementara tri- dan tetra-
dapat menghasilkan polimer dengan struktur tiga dimensi.
Polikondensasi alkoholdihidrat
dapat menghasilkan polieter yang linear :
nHO―R―OH + mHO―R’―OH → ...
―R―O―R’―O―...
Alkohol dihidrat
bereaksi dengan asam dikarboksilat untuk membentuk poliester dengan rumus umum
:
... ―O―R―OOC―R’ ―CO―...
Poliesterdibentuk oleh polikondensasi
alkohol dihidrat dengan asam atau anhidrid, misalnya dengan anhidrid maleat :
... ―O―CH2―CH2―O―C―CH=CH―C―O―...
O O
Polikondensasi dari
asam dikarboksilat dengan diamina dapat menghasilkan poliamida :
nHOOC―R―COOH + MH2N―R’―NH2 → ...
―C―R―C―NH―R’―NH―
O O
Akhir-akhir ini senyawa
aromatik digunakan untuk reaksi polikondensasi. Sebagai contohpolikondensasi
etilena glikol dengan asam tereftalat yang menghasilkan poli(etileneterphthalate)
:
+ nHO―CH2―CH2―OH
→
→
Polikondensasi asam dikarboksilat
dengan aromatik dihidrit fenol, hydroquin, resokinol atau phenolpthalein, akan
menghasilkan poliakrilat :
nHOOC―R―COOH + nHO―Ar―OR →
...―OArOC―R―CO―...
O
Polikondensasi asam
dikarboksilat dengan aromatik diamina dapat menghasilkan panas dalam pembentukan
polimer. Misalnya, ketika asam isoftalat klorida menglamipolikondensasikan
dengan m-phenilenadiamina terbentuk polimer yang disebut poliphenilon :
Polikondensasi senyawa
dengan fungsionalitas tiga atau lebih dengan penambahan reagen khusus (harseners)
untuk membentuk ikatan silang dalam struktur polimer tiga dimensi. Sebuah
contoh khas dari polikondensasi alkohol trihidrik dengan asam dikarboksilat
adalah polikondensasi gliserol dan asam phthalik :
Sebuah contohsederhana
pembentukan polimer dengan struktur tiga dimensi adalah polikondensasi fenol
dengan aldehida. Reaksi fenol dengan formaldehid menghasilkan struktur polimer
yang bercabang dengan massa molekulnya rendah, yang dikenal sebagai resol:
dengan pemanasan lebih lanjut maka
dihasilkan resitol, yang memiliki struktur tiga dimensi dengan kepadatan
polimernya yang rendah :
Tahap akhir dari proses ini adalah
pembentukan resites, dengan kepadatan polimernya yang tinggi :
Urea dan melamin dapat dihasilkan dengan
reaksi serupa seperti diatas.
2.2.1 Syarat dari prosespolikondensasi
Polikondensasi
merupakan reaksi reversibel. Ini berarti
bahwa dua proses terjadi secara simultan, yaitu kondensasi dan degradasi.
Degradasi (lihat Bab 3) dapat disebabkan
oleh gugus fungsi dari monomer atau disebabkan oleh interaksi dari reaksi
kondensasi dengan massa molekul yang rendah (H2O, HCl, dll).Karena prosesnya
reversibel maka polikondensasi dapat dicapai pada kondisi tertentu sesuai
dengan pembentukan produk polimer dengan massa molekul tertentu.Sebagai aturan,
produk polikondensasi memiliki massa molekul rendah (20,000-50,000) dibandingkan
produk polimerisasi.
Untuk mendapatkan
polimer dengan massa molekul yang lebih tinggi maka dapat menghilangkan produk
dari sistem dan menggunakan rasio yang setara dengan gugus fungsional.
Kelebihan dari salah satu reaktan selalu menghasilkan pembentukan produk dengan
massa molekul yang rendah. Misalnya, ketika fenol atau kresol bereaksi dengan
aldehida dalam 10 kali lipat melebihi fenol, satu-satunya produk yang terbentuk
adalah dihidroksifenilmetana (ada produk dengan massal molekul tinggi). Gambar 2.1
menggambarkan pengaruh kelebihan senyawa yang bereaksi pada massa molekul
polimer.
Reaksi polikondensasi
dapat dilakukan dengan menggunakan monomer dalam keadaan cair, larutan, emulsi,
suspensi, dalam fase padat, atau pada permukaan antara dua fase, atau denganada
atau tidaknya katalis.Jika senyawa polimernya stabil pada titik leleh yang
rendah, maka proses polikondensasi dapat dilakukan dalam keadaan mencair dengan
suhu 200-300⁰C.
Untuk mengurangi terjadinya reaksi samping (oksidasi, degradasi, dekarboksilasi,
dll), proses ini dilakukan dalam suasana gas dengan menggunakan gas inert dan
biasanya diperlukan vakum (untuk menghasilkan produk yang murni).
Untuk melaksanakan polikondensasi
pada permukaan antara dua fase (polikondensasi antarmuka), reaktan dilarutkan
secara terpisah dalam dua cairan yang tidak saling bercampur. Sebagai aturan,
salah satu cairan air dan zat organik. Biasanya salah satu reaktan adalah
diklorida dari asam dikarboksilat, dan yang lainnya sebuah diamina, diol, dll. Ketika
cairan bersentuhan, terbentuk polimer pada antarmuka, sedangkan dengan produk yang
larut dalam salah satu cairan dapat menghilangkan polimer antarmuka. Hal ini
membuat proses polikondensasi antarmuka irreversibel, sehingga zat dua fungsional
tidak perlu diamati. Dengan menggunakan polikondensasi antarmuka yang linear dapat
diperolehpolimer dengan massa molekul yang relatif tinggi (setinggi 500.000).
Film polimer terbentuk pada antarmuka akan dihilangkan secara terus menerus.
Gambar
2.1.Salah
satu pengaruh massa molekul terhadap produk polikondensasi.
Laju reaksi yang rendah
dapat ditingkatkan dengan pengadukan. Hal ini sangat meningkatkan luas
permukaan antarmuka polimer.
2.3
Sintesis Kopolimer Tempel Dan Blok
Kopolimer tempel dan
blok dapat diperoleh dari kopolimerisasi langsung dari dua monomer yang
berbeda. Untuk mendapatkannya harus menggunakan homopolimer dengan komposisi
kimia yang berbeda dari unit monomer.
Ada tiga kelompok
metode yang dikenal saat ini untuk sintesis kopolimer tempeldan blok.
1 . Tahap perpindahan polimer
Metode pemindahan
polimer didasarkan pada reaksi pemindahan yang dibahas di halaman 42. Reaktan
adalah homopolimer dan monomer yang berpolimerisasi, misalnya, poli(metil
metakrilat) dan stirena. Makroradikal polistirena dapat menghilangkan atom
hidrogen dari poli(metil metakrilat) dan dinonaktifkan. Hal ini menimbulkan
sebuah pusat aktif (sebuah atom karbon yang membawa sebuah elektron tidak
berpasangan) polimerisasi dari poli(metil metakrilat) dan stirena
"ditempelkan" ke pusat aktif tersebut. Jika pusat aktif (radikal
bebas) terbentuk pada akhir rantai maka dihasilkan kopolimer blok. Tapi jika
pusat aktif muncul di tengah-tengah rantai, maka produk tersebut merupakan
kopolimer tempel.
2 . Aktivasi molekul polimer
Aktivasi molekul
polimer terdiri dalam bentuk pusat aktif pada homopolimer oleh pengaruh fisik
(termal, mekanik, energi cahaya atau radiasi energi tinggi). Metode ini akan dibahas
secara rinci dalam Bab 3.
3 . Pengenalan kelompok fungsional ke
polimer
Metode ketiga
memperkenalkan kelompok fungsional ke dalam makromolekul homopolimer, yang akan
terurai dengan mudah bila dipanaskan atau deberikan radiasi untuk membentuk
radikal bebas, yang memulai proses polimerisasi dari monomer kedua. Rantai yang
terbentuk kemudian "ditempelkan" ke pusat aktif dari rantai
homopolimer.
Selama pembentukanpolimer
tempel dan blok, monomer polimerisasi juga membentuk homopolimer yang dapat dihilangkan
dari kopolimer.
Sebagai perbedaan kopolimer yang diperoleh
dengan metode biasa, kopolimer tempel dan blok memiliki sifat dari kedua
homopolimer. Dengan demikian, kopolimer tempel pati dan stirena memiliki sifat
dari kedua polimer tersebut yaitu pati dan stirena. Kopolimer blok dan tempel
yang dihasilkan secara komersial, misalnya kopolimer tempel akrilonitril dengan
selulosa dan dengan karet alam.
2.4
Sintesis Polimer Dengan Rantai Anorganik Sebagai Rantai Utama
Polimer dengan rantai
anorganik sebagai rantai utamanya, misalnya poliorganosiloxanes, poli
organologam siloxanes, dll, adalah bagian yang sangat penting dari polimer
unsur organo.
Metode sintesis polimer
ini mungkin berbeda dengan metode biasa yangmenggunakan polimerisasi dan
polikondensasi. Dengan demikian, sintesis poli organosiloxane didasarkan pada
hidrolisis halosilanes tersubstitusi atau ester asam ortosiklik diikuti dengan
polikondensasi dari produk hidrolisis silanediol RSi(OH)2 atau
silanetriol RSi(OH)3.Polikondensasi hasil silanediols pada polimer
yang linear dari struktur umum berikut :
Ikatan Si-O-Si disebut
ikatan siloksan. Substituen pada sisi rantai dapat berupa alkil atau radikal
aril.Polimer dengan rantai utama mengandung atom silikon dapat membentuk ikatan
kimia dengan radikal organik disebut polimer organosilikon. Ada juga senyawa
dengan massa molekul yang relatif tinggi dan radikal organiknya bergabung
dengan atom silikon secara tidak langsung, tetapi melalui atom oksigen. Secara
khusus, polimer tersebut diperoleh dari ester, asam aril tersubstitusipada siklik
denganposisi orto dengan rumus umum RnSiX4-n, X adalah gugus OR.
Zat-zat ini dapat menghidrolisis dengan mudah dan dapat mengalami reaksi polikondensasi
dengan eter melalui ikatan siloksan. Senyawa polikondensasi yang memiliki dua fungsional
dapat menghasilkan polimer yang linear :
Tri-
atau tetrafungsional dari silikat dapat membentuk polimerasam anorganik tiga dimensi
:
Pembentukan polimer
dengan sisi rantai anorganik dapat disertai dengan pembentukan cincin. Jika
polikondensasi hasil monomer organik linear, bercabang, atau polimer tiga
dimensi, sintesis polimer dengan rantai utamanya senyawa anorganik akan menghasilkan
polimer siklik.Struktur siklik dari polialumosiloxan telah dibuktikan oleh
spektroskopi inframerah dan untuk polimerisasi di bawah pengaruh katalis, yang
dapat melepaskan ikatan siloksan dari molekul siklik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar