Google ads

Minggu, 27 September 2015

SINTESIS POLIMER



Polimer disintesis dari senyawa yang memiliki massa molekul kecil melalui reaksi polimerisasi dan polikondensasi, serta melalui transformasi kimia dari polimer alami dan sintesis lainnya.
Polimerisasi
Polimerisasi merupakan suatu reaksi gabungan dari beberapa molekul (monomer-monomer), yang tidak menyertai pembentukan produk dan tidak melibatkan perubahan dalam komposisi unsurnya.
Berikut akan dijelaskan jenis rantai dan tahapan reaksi dalam pembentukan polimerisasi.
Rantai polimerisasi
Teori rantai polimerisasi dikemukakan oleh S. Medvedev sedangkan teori reaksi berantai dikemukakan oleh N. Semenov’s.
Rantai polimer merupakn suatu senyawa yang memiliki ikatan rangkap [contoh etilen CH2 = CH2, isobutilen (CH3)2C = CH2, dan vinil klorida CH2 = CHCl], atau tidak stabil pada senyawa yang mengandung heteroatom (contoh etilen oksida H2C ― CH2).
Sifat utama dari reaksi rantai polimerisasi dapat dikembangkan dalam reaksi kinetik yang mengikuti pembentukan rantai molekul.
Reaksi rantai polimerisasi memiliki tiga tahap reaksi, yaitu :
1.    Aktivasi atau inisiasi, yang melibatkatkan molekul monomer :
M → M* (molekul monomer dalam keadaan tereksitasi atau pusat aktif)
2.    Tahap propagasi :
M* + M →
             + M →
             + M →
            dst...
 + M →  (pembentukan molekul polimer yang aktif)

3.    Tahap terminasi :
   (molekul polimer yang tidak aktif)

Pusat aktif dalam reaksi rantai polimerisasi disebut juga radikal bebas atau ion, dan secara berturut-turut reaksi ini disebut reaksi polimerisasi radikal atau ionik.
2.1.1.1 Polimerisasi radikal
Secara fisika dan kimia polimerisasi radikal dapat menghasilkan radikal bebas :
M → R∙
Radikal bebas primer yang dihasilkan dengan ikatan rangkap pada monomernya tidak dapat mengalami eksitasi namun mampu menghasilkan radikal yang baru dengan interaksi yang lebih jauh dibandingkan monomer sebelumnya (tahap propagasi) :
R∙ + M → R ― M∙
R ― M∙ → R ― M ― M∙
dst...
R ― M ― M∙ → R ― ―M∙
Makro molekul yang dihasilkan dapat menonaktifkan molekul polimer (tahap terminasi) seperti di bawah ini :
a)      Radikal primer digabungkan kembali
R∙ + R∙ → R ― R
b)      Makro radikal digabungkan
Rn-1―M∙ + Rm-1―M∙ → Pn+m
c)      Makro radikal digabungkan dengan radikal primer
Rn-1―M∙ + Rm∙→ Pn+m
d)     Pembandingan

1.        Tahap Inisiasi
Monomer yang aktif dapat diubah menjadi radikal primer dengan menggunakan energi. Energi yang digunakan dapat berupa pemanasan, cahaya, atau radiasi ionisasi (α-, β-, atau sinar-γ) atau dengan menambahkan radikal bebas atau unsur (inisiator) bebas dalam radikal bebas. Metode ini tergantung pada bentuk dari polimerisasi yang memiliki radikal bebas yang disebut dengan panas/thermal, fotokimia, radiasi, atau inisiasi kimia.
Polimerisasi inisiasi thermal merupakan polimerisasi yang molekul monomernya diaktifkan dengan menggunakan panas. Metode ini digunakan karena dalam polimerisasi partikel sering mengalami pemanasan. Bagaimanapun, polimerisasi dengan menggunakan panas bukanlah hal yang baru, namun polimerisasi selalu menggunakan panas sebagai katalis atau inisiator.
Polimerisasi fotokimia merupakan polimerisasi dengan mengaktifkan molekul dari hasil penyerapan energi. Polimerisasi fotokimia ini dapat terjadi dengan bantuan suhu dimana metode inisiasi polimerisasi ini tidak memerlukan proses.
Dalam radiasi polimerisasimolekul diaktifkan (radikal bebas yang dihasilkan) oleh radiasi ionisasi. Kemudian proses ini dilanjutkan oleh mekanisme radikal.Polimerisasi inisiasi kimia,merupakan salah satu metode yang populer, molekul monomer dapat menghasilkan radikal bebas ketika dipanaskan. Seperti senyawa anorganik dan organik (peroksida, hidrogen peroksida, peroksida benzoyl, hidroperoksida dan senyawa diazo). Secara luas inisiator peroksida benzoyl ketika dipanaskan dapat menghasilkan dua jenis radikal bebas :
C6H5COO―O―COC6H5 → C6H5∙ + C6H5COO∙ + CO2
Radikal ini memiliki sisi aktif, sehingga dalam tahap propagasi mereka dapat bergabung dengan monomer :
C6H5COO∙ + CH2=CH → C6H5COO―CH2―CH∙
X                                    X
C6H5―COOCH2―CH∙ + CH2=CH → C6H5COOCH2―CH―CH2―CH∙
  X                   X                                 X                     X
Dalam hal ini molekul inisiator merupakan bagian dari tahapan pembentukan polimer. Inisiasi oksidasi-reduksi sering juga digunakan dalam polimerisasi. Berikut merupakan radikal bebas yang terbentuk dari reaksi inisiasi oksidasi-reduksi,
ROOH +Fe2+ → RO∙ + OH- +Fe3+
Reaksi oksidasi-reduksi membutuhkan energi aktivasi jauh lebih kecil daripada dekomposisi termal untuk membebaskan radikal peroksida (kira-kira 10 kkal/mol dibandingkan dengan 30-35 kkal/mol). Hal ini dapat digunakan untuk melakukan polimerisasi pada suhu yang lebih rendah.
2.        Tahap propagasi
Tahap propagasi dan terminasi tidak bergantung pada metode aktivasi monomer. Tahap propagasi polimer dilakukan dengan penambahan molekul monomer untuk membebaskan radikal (pembentukan makroradikal). Tahap propagasi ini digunakan untuk menentukan tingkat polimerisasi, massa molekul polimer, struktur rantai polimer yang mencakup dalam penambahan monomer ("kepala ke ekor" atau "kepalakekepala"), derajat percabangan, dan lain-lain.
Tahap reaksi polimerisasi dapat disertai dengan perpeindahan rantai oleh reaksi makroradikal dengan ikatan rangkap dalam rantai polimer . Perpindahan rantai yang terdapat dalam interaksi polimer menghasilkan radikal dengan moleku jenuh AB, sehingga rantai molekul diputuskan
R―CH2―CHX∙ + AB → R―CH2―CHX―A + B∙
dengan pembentukan senyawaradikal B∙, yang dimulai dengan rantai yang baru.
Reaksi pemindahan rantai biasanya melibatkan interaksi aktif dengan pusat monomer, polimer, atau molekul pelarut. Pusat aktif baru bisa terbentuk di tengah-tengah rantai dan menyebabkan percabangan :
      CHX                                 CHX
CH∙ + CH2=CHX → CH―CHX―CH2―...
                              ...                                          ...
Reaksi pemindahan rantai, misalnya untuk pembentukan produk bercabang pada polimerisasi radikal etilena.Dalam polimerisasi senyawa diena adalah polimer radikal yang berinteraksi dengan ikatan rangkap
                                                        ...                                                     ...
CH2                                         CH2
        C―Cl                                              ∙C―Cl
...―CH2―C=CH―CH2∙+CH → ...―CH2―C=CH―CH2―CH
        Cl                                 CH2                    Cl                         CH2
         ...                                                ...
Hasil reaksi ini dalam polimer bercabang, dan banyak pengulangan akan memberikan struktur jaringan.
3.        Tahap Terminasi
Tahap terminasi ini menghasilkan kejenuhan (deaktivasi)  pada makroradikalyang dapat terjadi oleh gabungan radikal bebas, disproporsionasi atau perpeindahan rantai.Kejenuhan makroradikal dapat terjadi karena adanya penggabungan beberapa makroradikal dan rdikal bebas dengan molekul yang rendah :
R―CH2―CHX―...―CH2―CHX∙ + ∙CHX―CH2―...―CHX―CH2―R’→
→ R―CH2―CHX―...―CH2―CHX―CHX―CH2―...―CHX―CH2―R’
Disproporsionasi adalah pemindahan atom hidrogen dari makroradikal yang satu ke yang lain untuk membentuk dua makromolekul , salah satunya dengan ikatan ganda di ujungnya :
 

R―CH2―CHX―...―CH2―CHX∙ + ∙CHX―CH2―...―CHX―CH2―R’ →
→ R―CH2―CHX―...―CH=CHX + CH2X―CH2―...―CHX―CH2―R’
Zat kimia yang mampu bereaksi dengan radikal bebas yang dapat menghentikan reaksi polimerisasi disebut inhibitor (sepertihydrokuinon dan trinitrobenzen). Senyawa kimia yang hanya berfungsi dalam pembentukan ikatan, tidak mempengaruhi laju reaksi polimerisasi tapi dapat menentukan massa molekul polimer, yang disebut regulator polimerisasi atau pengubah. Zat-zat ini ditambahkan ke dalam campuran reaksi dalam jumlah sedikit.
4.        Kemurnian Monomer Inisiasi
Laju reaksi polimerisasi radikal dan sifat dari produk sangat sensitif terhadap kotoran dalam monomer, yang dapat bertindak sebagai inisiator atau penghambat. Oleh karena itu untuk memperoleh kualitas polimer yang tinggidalam polimerisasi harus menggunakan monomer yang homogen dan sangat murni.
2.1.1.2 Polimerisasi ionik
Dalam polimerisasi ionik yang berfungsi sebagai pusat aktif adalah ion. Reaksi ini berlangsung dengan adanya katalis.Tergantung pada muatan ion yang terbentuk, mungkin polimerisasi kationik atau anionik. Polimerisasi kationik atau karbonium melibatkan pembentukan ion karbonium, yang merupakan senyawa polar dengan atom karbon trikovalen dan bermuatan positif.Polimerisasi katalis dari karbonium adalah senyawa yang berfungsi sebagai akseptor elektron (aluminium, klorida, klorida stanik titanium tetraklorida, boron fluorida, dll), monomer polimerisasi dapat mendonorkan elektron (stirena terhadap SnCl4).
Polimerisasi anionik atau karbonium melibatkan pembentukan karbonium, dengan senyawa atom karbon trikovalen bermuatan negatif . Polimerisasi anionik terjadi dengan adanya katalis yang menghasilkan elektron dari atom pendonor,seperti natrium amida, tripenilmetil sodium, logam alkali, alkylalkali, dll. Polimerisasi ini terjadi dengan mekanisme karbonium dalam kasus monomer yang mengandung senyawa yang elektronegatif pada salah satu atom karbon yang dihubungkan oleh ikatan ganda; seperti akrilonitril, metil metakrilat, dll.
Polimerisasi ionik dapat terjadi dengan menggunakankatalis lebih dari satu (kokatalis), misalnya seperti alkil logam dan klorida logam tergantung dengan angka valensi (TiCl3, TiCl4).
2.1.1.3 Polimerisasi stereospesifik
Polimerisasi stereospesifik adalah suatu proses yang menghasilkan polimer stereoregular. Hal ini dilakukankan oleh ion atau mekanisme radikal. Polimerisasi stereospesifik ditemukan oleh Natta ilmuan dari Italia.
2.1.1.4 Kopolimerisasi
Kopolimerisasi adalah polimerisasi yang melibatkan dua atau lebih struktur monomer yang berbeda. Sifat-sifat polimer yang disintesis oleh kopolimerisasi dapat divariasikan melalui berbagai jenis sesuai dengan rasio monomer. Selain itu, beberapa senyawa tunggal, yang tidak mampu melakukan polimerisasi secara terpisah, namun polimerisasi ini dapat berlangsung jika direaksikan dengan senyawa tunggal lainnya.
Kopolimerisasi dapat digunakan untuk memperoleh struktur polimer linear, bercabang, dan silang. Dengan demikian, polimer silang terbentuk jika molekul dari satu monomer yang mengandung dua ikatan ganda, bahkan jika jumlah monomer yang ditambahkan sangat kecil. Jumlah yang sedikit seperti divinylbenzen
ditambahkan ke dalam stirena, mereka akan mengalami kopolimerisasidan membentuk kopolimer leleh yang tidak dapat larut dengan struktur silang :
Bahan ini digunakandalam praktekuntuk membuatresin pertukaranion(Bab 20).Namun,pembentukanpolimersilangselama polimerisasitidak diinginkan. Misalnya, ketika mempersiapkanmonovinylasetilenuntuk membentuksintesiskloroprenasetilen, divinylasetilenCH2=CHC≡CCH=CH2 berbentuksebagai produk. Keberadaan polimerisasikloropren menyebabkanstrukturdaripolikloropren membentukstruktursilang, yang membuatpolimersulituntuk bergerak. Kemudian, untuk mendapatkanpolikloroprenberkualitas tinggimonovinylacetylenharusbenar-benarbebas darikotoran.
2.1.2 Tahap reaksi polimerisasi
Tahap reaksi polimerisasi adalahgabungan dari beberapamolekuldengan penambahanmolekulmonomersatu dengan yanglain secara bertahap sebagai akibat darimigrasidaribeberapa pergerakan atom(sebagian besar atom hidrogen) dari satumolekul ke molekul yang lain. Sebuah contoh darilangkahreaksi polimerisasiadalahpolimerisasidiisosianatdanalkoholdihidratke dalam poliuretanlinear :
 
Reaksi diisosianat dengan alkohol trihydrik (misalnya, gliserol atau trimetilpropena) menghasilkan polimer silang. Poliuretan juga membentuk silang karena kelebihan diisosianat.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhireaksi polimerisasi
a. Pengaruh suhu.
Semakin tinggi suhu maka hasil dari polimerisasi semakin meningkat.Mengubah suhu juga mempengaruhi struktur produk yang dihasilkan. Dengan demikian, dalam polimerisasibutadiena meningkatkan suhu akan menyebabkan dimer siklik untuk membentuk rantai molekul. Itulah sebabnya polimerisasi butadiena dilakukan pada suhu tidak lebih dari 60C. Namun, di bawah suhu ini ukuran dan struktur rantai tergantung pada suhu. Telah ditetapkan bahwa pada suhu yang lebih rendah sebagian monomer membentuk polimer dengan massa molekul yang relatif tinggi. Misalnya, produk isobutilena dapat diperoleh pada suhu 80C, dan dari α-metilstirena pada  130C. Semakin tinggi suhu maka derjat percabangan polimer akan semakin tinggi.
b. Pengaruh tekanan
Tekanan meningkat maka laju reaksi polimerisasi juga akan meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah tumbukan antara pusat aktif dan monomer. Meningkatkan tekanan memungkinkan suhu polimerisasi yang lebih rendah, karena produksi polimer dengan massa molekul yang lebih tinggi. Polimerisasi butadiena membutuhkan waktu selama 46 jam (95 persen konversi) pada tekanan 7.000 atm dan suhu 48C, dan hanya 19 jam pada tekanan yang sama dan suhu 61C, tetapi pada 1 atm dibutuhkan waktu yang sangat lama (dengan tidak adanya katalis). Namun, penggunaan tekanan tinggi untuk polimerisasi harus selalu dipertimbangkan dalam pemilihan katalis. Dengan demikian, polietilensebelumnya dapat diproduksi pada tekanan 1000-2000 atm (polietilen bertekanan tinggi), sekarang dapat diperoleh dengan metode Zeigler melibatkan penggunaan trietilaluminium dan titanium klorida sebagai katalis pada tekanan rendah (polietilen tekanan rendah).
2.1.4 metode polimerisasi
Ada beberapa jenis metode polimerisasi yang perlu kita ketahui :
1 . Polimerisasi fasa gas
2 . Polimerisasi massa atau Bulk
3 . Polimerisasi larutan
4 . Polimerisasi emulsi
5 . Polimerisasi fase padat
a.         Polimerisasi fasa gas
Polimerisasi fasa gas adalah proses polimerisasi yang dilakukan dengan monomer dalam bentuk gas. Polimerisasi dimulai dengan reaksi pada dinding bejana dan di permukaan dengan sebagian besar partikel polimer telah terbentuk. Polimerisasi fasa gas yang digunakan khususnya untuk produksi karet natrium butadiena.
b.        Polimerisasi massa
Polimerisasi massa dilakukan dalam monomer cair pada suhu dan tekanan tertentu. Jika polimer yang dihasilkan larut dalam monomer dan viskositas meningkat secara bertahap dalam proses polimerisasi, maka dihasilkan sebuah polimer blok monolitik. Jika polimer tidak larut dalam monomer, maka polimer diperoleh dalam bentuk bubuk atau berpori .
Polimerisasi massa dapat digunakan untuk menghasilkan polibutadiena, polystyrena, polykloroprena, poli(metil metakrilat) dan polimer lainnya. Sebuah kelemahan dari metode ini adalah pertukaran panas yang  rendah dalam sistem. Karena polimerisasi adalah proses yang sangat eksotermis, hal ini menyebabkan pemanasan tertentu yang cukup besar dari produkakan dihasilkandistribusi polimer dengan massa molekul yang sama. Selain itu, dalam polimerisasi bulk monomer adalah tidak dikonversi sepenuhnya menjadi polimer karenadapat merugikan sifat polimer.
c.         Polimerisasi larutan
Dalam metode ini media reaksi adalah pelarut yang sesuai (biasanya pelarut organik) selain itu, ditambahkan inisiator dan pengubah. Ada dua versi yang mungkin terjadi:
1.      Monomer dan polimer dapat larut dalam pelarut. Hasil Polimerisasi dalam larutan polimer disebut lacquer, sehingga metode ini dikenal sebagai "metode lacquer". Lacquer ini dapat digunakan secara langsung untuk pelapisan atau pengendapan polimer dalam larutan.
2.      Monomer larut dalam cairan, tetapi polimernya tidak dapat larut. Dalam hal ini polimer mengendap, dan kemudian dipisahkan dari cairan.
Polimerisasi larutan dihasilkan pada polimer dengan massa molekul rendah, namun memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan polimerisasi massa dengan menggunakanpengadukan intensif dapat meningkatkan pertukaran panas, sehingga dihasilkan polimer yang lebih seragamdanmonomernya lebih mudah putus.
Pembentukan polimer dengan massa molekul rendah disebabkan karena perpindahan rantai molekul pelarut jika kedua atom atau kelompok atomtersebut aktif. Hal ini menimbulkan radikal dengan aktivitas rendah, sehingga tidak mampu menginisiaisi rantai yang baru. Radikal akan menyebabkan pemutusan rantai, sehingga polimer memiliki massa molekul yang relatif rendah. Tingkat perpindahan rantai dapat meningkat dengan memilih pelarut dan kondisi reaksi (suhu, tekanan, konsentrasi monomer)yang sesuai, dan hal ini dapat menyebabkan polimer dengan derajat polimerisasi berkisar antara 2 sampai 15.Metode ini disebut telomerizasi, dan zat yang mampu memindahkan rantai disebut telogens.

d.        Polimerisasi emulsi
Dalam polimerisasi emulsi monomer dalam keadaan cair dicampurkan ke dalam cairan yang tidak bercampur, untuk membentuk suatu emulsi. Media dispersi yang biasa digunakan adalah air. Emulsi adalah termodinamika tidak stabil, dan akan mengalami emulsifier ketika konsentrasinyaditingkatkan. Pengemulsi adalah zat aktif permukaan yang menyerap pada permukaan monomer air. Pada dasarnya, fungsi emulsifier adalah untuk membentuk lapisan adsorpsi dengan mekanismeyang stabil sehinggadapat mencegah penggabungan (peleburan) dari monomer atau polimer. Oleh karena itu, bahan yang digunakan sebagai pengemulsi biasanya mengandung gugus polar dan radikal hidrokarbon yang relatif besar. Contohnya adalah sabun (garam dalam asam organik yang lebih tinggi), asam sulfonat dan garamnya .
Emulsi polimer dalam air yang dihasilkan dari polimerisasi emulsi disebut lateks sintetis. lateks ini digunakan dalam metode pengentalan sistem koloid. Dalam partikel lateks yang digumpalkan oleh berbagai elektrolit .
e.         Polimerisasi fase padat
Polimerisasi tidak hanya dalam fase cair, tetapi juga dalam keadaan kristal, dengan titik leleh yang rendah. Polimerisasi tersebut disebut fase padat. Fase padat polimerisasi dimulai dengan penyinaran kristal monomer dengan sinar-Xatau sinar-γ, elektron dengan kecepatan tinggi, atau partikel energi tinggi lainnya. Kisi kristal dari monomer dapat mempengaruhi tingkat tahapan propagasi, struktur makromolekul yang dihasilkan, dan kemasannya.
Pada keadaan tingkat titik leleh (bahkan jika itu sangat rendah) polimerisasi dari monomer meningkat tajam dan ternyata lebih tinggi daripada laju polimerisasi monomer yang sama dalam fase cair pada suhu jauh lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pembentukan titik leleh yang sedikit berbeda dalam kristal disebut "kurang labil", hal ini menjadi kelompok molekul monomer yang memiliki mobilitas cukup tinggi. Tetapi aturan ini tidak stabil. Gabungan dari dua sifat menghasilkan tahap propagasi yangtidak berlangsung.Dalam beberapa kasus polimerisasi monomer kristal berubah langsung menjadi serat yang sangat berorientasi sebagai polimer (misalnya, kristal trioxan).

2.2 Polikondensasi
Polikondensasi adalah gabungan dari beberapa molekul yang saling berikatan ataupun yang sukar berikatan sehingga membentuk struktur dan senyawa yang baru, dengan menggunakan massa molekul yang relatif rendah. Monomer yang digunakan harus mengandung setidaknya dua gugus fungsional (OH, COOH, NH2, dll) dalam molekul. Fungsinya untuk memberikan pengaruh yang besar terhadap struktur dan sifat polimer yang dihasilkan . Dengan demikian, senyawa monofungsional menghasilkan produk dengan molekul yang rendah. Polikondensasi dari dua fungsional menghasilkansenyawayang tidak linear atau siklik dengan massa molekul tinggi, sementara tri- dan tetra- dapat menghasilkan polimer dengan struktur tiga dimensi.
Polikondensasi alkoholdihidrat dapat menghasilkan polieter yang linear :
nHO―R―OH + mHO―R’―OH → ... ―R―O―R’―O―...
Alkohol dihidrat bereaksi dengan asam dikarboksilat untuk membentuk poliester dengan rumus umum :
... ―O―R―OOC―R’ ―CO―...
Poliesterdibentuk oleh polikondensasi alkohol dihidrat dengan asam atau anhidrid, misalnya dengan anhidrid maleat :
... ―O―CH2―CH2―O―C―CH=CH―C―O―...
O                     O
Polikondensasi dari asam dikarboksilat dengan diamina dapat menghasilkan poliamida :
nHOOC―R―COOH + MH2N―R’―NH2 → ... ―C―R―C―NH―R’―NH―
 O           O
Akhir-akhir ini senyawa aromatik digunakan untuk reaksi polikondensasi. Sebagai contohpolikondensasi etilena glikol dengan asam tereftalat yang menghasilkan poli(etileneterphthalate) :
 + nHO―CH2―CH2―OH →
Polikondensasi asam dikarboksilat dengan aromatik dihidrit fenol, hydroquin, resokinol atau phenolpthalein, akan menghasilkan poliakrilat :
nHOOC―R―COOH + nHO―Ar―OR → ...―OArOC―R―CO―...
      O
Polikondensasi asam dikarboksilat dengan aromatik diamina dapat menghasilkan panas dalam pembentukan polimer. Misalnya, ketika asam isoftalat klorida menglamipolikondensasikan dengan m-phenilenadiamina terbentuk polimer yang disebut poliphenilon :
Polikondensasi senyawa dengan fungsionalitas tiga atau lebih dengan penambahan reagen khusus (harseners) untuk membentuk ikatan silang dalam struktur polimer tiga dimensi. Sebuah contoh khas dari polikondensasi alkohol trihidrik dengan asam dikarboksilat adalah polikondensasi gliserol dan asam phthalik :

Sebuah contohsederhana pembentukan polimer dengan struktur tiga dimensi adalah polikondensasi fenol dengan aldehida. Reaksi fenol dengan formaldehid menghasilkan struktur polimer yang bercabang dengan massa molekulnya rendah, yang dikenal sebagai resol:
dengan pemanasan lebih lanjut maka dihasilkan resitol, yang memiliki struktur tiga dimensi dengan kepadatan polimernya yang rendah :
Tahap akhir dari proses ini adalah pembentukan resites, dengan kepadatan polimernya yang tinggi :
Urea dan melamin dapat dihasilkan dengan reaksi serupa seperti diatas.
2.2.1 Syarat dari prosespolikondensasi
Polikondensasi merupakan  reaksi reversibel. Ini berarti bahwa dua proses terjadi secara simultan, yaitu kondensasi dan degradasi.
Degradasi (lihat Bab 3) dapat disebabkan oleh gugus fungsi dari monomer atau disebabkan oleh interaksi dari reaksi kondensasi dengan massa molekul yang rendah (H2O, HCl, dll).Karena prosesnya reversibel maka polikondensasi dapat dicapai pada kondisi tertentu sesuai dengan pembentukan produk polimer dengan massa molekul tertentu.Sebagai aturan, produk polikondensasi memiliki massa molekul rendah (20,000-50,000) dibandingkan produk polimerisasi.
Untuk mendapatkan polimer dengan massa molekul yang lebih tinggi maka dapat menghilangkan produk dari sistem dan menggunakan rasio yang setara dengan gugus fungsional. Kelebihan dari salah satu reaktan selalu menghasilkan pembentukan produk dengan massa molekul yang rendah. Misalnya, ketika fenol atau kresol bereaksi dengan aldehida dalam 10 kali lipat melebihi fenol, satu-satunya produk yang terbentuk adalah dihidroksifenilmetana (ada produk dengan massal molekul tinggi). Gambar 2.1 menggambarkan pengaruh kelebihan senyawa yang bereaksi pada massa molekul polimer.
Reaksi polikondensasi dapat dilakukan dengan menggunakan monomer dalam keadaan cair, larutan, emulsi, suspensi, dalam fase padat, atau pada permukaan antara dua fase, atau denganada atau tidaknya katalis.Jika senyawa polimernya stabil pada titik leleh yang rendah, maka proses polikondensasi dapat dilakukan dalam keadaan mencair dengan suhu 200-300C. Untuk mengurangi terjadinya reaksi samping (oksidasi, degradasi, dekarboksilasi, dll), proses ini dilakukan dalam suasana gas dengan menggunakan gas inert dan biasanya diperlukan vakum (untuk menghasilkan produk yang murni).
Untuk melaksanakan polikondensasi pada permukaan antara dua fase (polikondensasi antarmuka), reaktan dilarutkan secara terpisah dalam dua cairan yang tidak saling bercampur. Sebagai aturan, salah satu cairan air dan zat organik. Biasanya salah satu reaktan adalah diklorida dari asam dikarboksilat, dan yang lainnya sebuah diamina, diol, dll. Ketika cairan bersentuhan, terbentuk polimer pada antarmuka, sedangkan dengan produk yang larut dalam salah satu cairan dapat menghilangkan polimer antarmuka. Hal ini membuat proses polikondensasi antarmuka irreversibel, sehingga zat dua fungsional tidak perlu diamati. Dengan menggunakan polikondensasi antarmuka yang linear dapat diperolehpolimer dengan massa molekul yang relatif tinggi (setinggi 500.000). Film polimer terbentuk pada antarmuka akan dihilangkan secara terus menerus.
Gambar 2.1.Salah satu pengaruh massa molekul terhadap produk polikondensasi.
Laju reaksi yang rendah dapat ditingkatkan dengan pengadukan. Hal ini sangat meningkatkan luas permukaan antarmuka polimer.
2.3 Sintesis Kopolimer Tempel Dan Blok
Kopolimer tempel dan blok dapat diperoleh dari kopolimerisasi langsung dari dua monomer yang berbeda. Untuk mendapatkannya harus menggunakan homopolimer dengan komposisi kimia yang berbeda dari unit monomer.
Ada tiga kelompok metode yang dikenal saat ini untuk sintesis kopolimer tempeldan blok.
1 . Tahap perpindahan polimer
Metode pemindahan polimer didasarkan pada reaksi pemindahan yang dibahas di halaman 42. Reaktan adalah homopolimer dan monomer yang berpolimerisasi, misalnya, poli(metil metakrilat) dan stirena. Makroradikal polistirena dapat menghilangkan atom hidrogen dari poli(metil metakrilat) dan dinonaktifkan. Hal ini menimbulkan sebuah pusat aktif (sebuah atom karbon yang membawa sebuah elektron tidak berpasangan) polimerisasi dari poli(metil metakrilat) dan stirena "ditempelkan" ke pusat aktif tersebut. Jika pusat aktif (radikal bebas) terbentuk pada akhir rantai maka dihasilkan kopolimer blok. Tapi jika pusat aktif muncul di tengah-tengah rantai, maka produk tersebut merupakan kopolimer tempel.
2 . Aktivasi molekul polimer
Aktivasi molekul polimer terdiri dalam bentuk pusat aktif pada homopolimer oleh pengaruh fisik (termal, mekanik, energi cahaya atau radiasi energi tinggi). Metode ini akan dibahas secara rinci dalam Bab 3.
3 . Pengenalan kelompok fungsional ke polimer
Metode ketiga memperkenalkan kelompok fungsional ke dalam makromolekul homopolimer, yang akan terurai dengan mudah bila dipanaskan atau deberikan radiasi untuk membentuk radikal bebas, yang memulai proses polimerisasi dari monomer kedua. Rantai yang terbentuk kemudian "ditempelkan" ke pusat aktif dari rantai homopolimer.
Selama pembentukanpolimer tempel dan blok, monomer polimerisasi juga membentuk homopolimer yang dapat dihilangkan dari kopolimer.
Sebagai perbedaan kopolimer yang diperoleh dengan metode biasa, kopolimer tempel dan blok memiliki sifat dari kedua homopolimer. Dengan demikian, kopolimer tempel pati dan stirena memiliki sifat dari kedua polimer tersebut yaitu pati dan stirena. Kopolimer blok dan tempel yang dihasilkan secara komersial, misalnya kopolimer tempel akrilonitril dengan selulosa dan dengan karet alam.
2.4 Sintesis Polimer Dengan Rantai Anorganik Sebagai Rantai Utama
Polimer dengan rantai anorganik sebagai rantai utamanya, misalnya poliorganosiloxanes, poli organologam siloxanes, dll, adalah bagian yang sangat penting dari polimer unsur organo.
Metode sintesis polimer ini mungkin berbeda dengan metode biasa yangmenggunakan polimerisasi dan polikondensasi. Dengan demikian, sintesis poli organosiloxane didasarkan pada hidrolisis halosilanes tersubstitusi atau ester asam ortosiklik diikuti dengan polikondensasi dari produk hidrolisis silanediol RSi(OH)2 atau silanetriol RSi(OH)3.Polikondensasi hasil silanediols pada polimer yang linear dari struktur umum berikut :
Ikatan Si-O-Si disebut ikatan siloksan. Substituen pada sisi rantai dapat berupa alkil atau radikal aril.Polimer dengan rantai utama mengandung atom silikon dapat membentuk ikatan kimia dengan radikal organik disebut polimer organosilikon. Ada juga senyawa dengan massa molekul yang relatif tinggi dan radikal organiknya bergabung dengan atom silikon secara tidak langsung, tetapi melalui atom oksigen. Secara khusus, polimer tersebut diperoleh dari ester, asam aril tersubstitusipada siklik denganposisi orto dengan rumus umum RnSiX4-n, X adalah gugus OR. Zat-zat ini dapat menghidrolisis dengan mudah dan dapat mengalami reaksi polikondensasi dengan eter melalui ikatan siloksan. Senyawa polikondensasi yang memiliki dua fungsional dapat menghasilkan polimer yang linear :
Tri- atau tetrafungsional dari silikat dapat membentuk polimerasam anorganik tiga dimensi :

Pembentukan polimer dengan sisi rantai anorganik dapat disertai dengan pembentukan cincin. Jika polikondensasi hasil monomer organik linear, bercabang, atau polimer tiga dimensi, sintesis polimer dengan rantai utamanya senyawa anorganik akan menghasilkan polimer siklik.Struktur siklik dari polialumosiloxan telah dibuktikan oleh spektroskopi inframerah dan untuk polimerisasi di bawah pengaruh katalis, yang dapat melepaskan ikatan siloksan dari molekul siklik.

Tidak ada komentar:

Google Ads