Google ads

Minggu, 09 Agustus 2015

Analisa Ion Fluorida


Ion Fluorida .
 Senyawa fluorida adalah garam yang terbentuk ketika unsur fluorida (F-), berikatan dengan mineral dalam tanah atau batuan. Fluorida merupakan komponen dalam tanah dengan kadar total berkisar antara 20 hingga 1000 μg/g pada daerah tanpa adanya simpanan/sumber fluorida alami, dan dapat meningkat hingga ribuan mikrogram per gram pada tanah dengan sumber fluorida. Kandungan fluorida yang berpengaruh secara biologis pada tanaman dan hewan merupakan komponen fluorida yang terlarut (WHO, 2002).
Kadar ion fluorida dalam tanah bergantung pada sifat geologis,kimia dan fisika, serta iklim dari suatu area. Umumnya, mata air dan air sumur mengandung konsentrasi ion fluorida yang lebih tinggi dibanding air permukaan seperti danau dan sungan. Kandungan ion fluorida dalam air dapat meningkat oleh adanya kegiatan manusia seperti fluoridasi pada air,pembuangan limbah, dan pengaruh dari kegiatan industri. Kontaminan dalam limbah dan pembuangan industri juga dapat meningkatkan konsentrasi ion fluorida dalam air (Weinstein, 2004).
Fluorida dilepaskan sebagai limbah dari berbagai proses industri seperti pabrik yang memproduksi baja,aluminium,tembaga,dan nikel,serta pabrik lainnya seperti pengolahan fosfat,pupuk,gelas/kaca,pembuatan keramik dan bata,serta produk lem. Penggunaan pestisida yang mengandung fluorida juga mempengaruhi fluorida pada sumber tanah. Produksi fosfat dan pabrik aluminium merupakan industri yang utama dalam pelepasan fluorida kelingkungan (WHO, 2002).
Beberapa senyawa fluorida seperti sodium fluoride dan  fluorosilicates mudah larut ke air tanah ketika bergerak melalui celah-celah dan ruang pori antara bebatuan. Kebanyakan pasokan air mengandung beberapa fluoride alami. Fluorida juga dapat memasuki air minum akibat terlepas dari pupuk atau pabrik aluminium. Selain itu banyak masyarakat menambahkan fluorida pada air minum mereka untuk meningkatkan kesehatan gigi.
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, fluorida termasuk parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan. Kadar maksimun fluorida yang diperbolehkan adalah 1,5 mg/l.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air Kelas satu yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut kadar maksimum flourida yang diperbolehkan adalah 0,5 mg/l.
Analisa fluorida di air dan air limbah dapat menggunakan SNI 06-6989.29-2005 yaitu cara uji fluorida (F-) secara spektrofotometri UV Vis  dengan SPADNS. Ruang lingkup metode ini untuk kadar fluorida sampai dengan 1,40 mg/L. Bila lebih tinggi maka sampel tersebut harus diencerkan. Prinsip metode ini adalah fluorida bereaksi dengan larutan campuran SPADNS-asam zirkonil menyebabkan berkurangnya warna larutan. Pengurangan warna ini sebanding dengan banyaknya unsur fluorida dalam contoh uji yang kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm (Badan Standarisasi Nasional, 2005).

Fluorida Dalam Air
Di negara-negara Eropa dan Amerika mulai tahun 1970 dibuat kebijakan untuk menambah fluor kedalam sumber-sumber air minum dengan level 0.7 (part per million/ satu bagian per sejuta). Hal ini dikenal dengan sebutan fluoridasi air. Fluoridasi kemudian tidak hanya dilakukan pada air minum, tetapi juga pada garam. Sejak itu, fluoridasi telah terbukti dapat menurunkan tingkat penyakit gigi dan mulut akibat karies dengan cara yang mudah dan murah. Di Indonesia sendiri, belum diberlakukan kebijakan fluoridasi secara nasional. Namun, berbagai penelitian yang dilakukan akademisi seperti di Indonesia, menyimpulkan bahwa berkumur dengan teh (tanpa gula, tentu saja), terutama teh hijau dapat menurunkan resiko terbentuknya lubang gigi.
Tindakan pencegahan primer yang kini cukup populer adalah pemberian suplemen fluor. Fluor bisa diberikan dalam bentuk cairan tetes, tablet, obat kumur, dan pasta gigi. Bisa juga diberikan di tempat praktek dokter berupa larutan/gel yang diaplikasikan pada gigi, yang disebut topikal fluoridasi. Menurut Sonis (2003) pada daerah dengan air berkadar fluor rendah (dibawah 0,3 ppm), tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 6 bulan hingga anak 16 tahun. Umur 6 bulan -3 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 3-6 tahun diberikan 0,5 mg, dan 6-16  tahun sebanyak 1 mg.

a.Kekurangan Fluorida
Kekurangan Fluor dapat menyebabkan kerusakan gigi menjadi rapuh, mudah  terserang karies atau gigis (caries dentis), terjadi perubahan warna pada gigi anak dan Dapat terjadi penipisan tulang.
b. Kelebihan Fluor
Tingginya kandungan Fluor pada air minum mengakibatkan kerusakan pada gigi dan tulang. Fluor dalam tubuh separuhnya akan disimpan dalam tulang dan terus bertambah sesuai umur, akibatnya tulang menjadi mudah patah karena terjadi fluorosis pada tulang.
1.     Fluorosis
Perubahan yang tampak pada gigi akibat konsumsi Fluor yang berlebihan pada awal masa anak-anak ketika giginya sedang tumbuh. Fluorosis gigi ditandai  dengan noda coklat atau bintik-bintik kuning yang menyebar dipermukaan gigi akibat pembentukan email gigi yang tidak sempurna. Email gigi yang tidak sempurna menyebabkan gigi menjadi mudah berlubang, timbul bercak putih dan  cokelat pada gigi. Walau berdampak ringan dan tidak menimbulkan rasa nyeri pada gigi, namun bisa mengurangi penampilan akibat gigi yang tidak sedap dipandang mata. Gigi bisa berlubang yang akhirnya hancur atau tanggal (Titian, 2009).

2.    Kerapuhan Tulang (Osteoporosis)
Tidak hanya gigi yang dibuat rapuh/rusak, tapi juga seluruh tulang akan terancam rapuh. Akibat lebih lanjut, tumbuh-kembang menjadi terhambat sementara pengobatannyapun amat sulit. Kelebihan Fluor merusak tulang, mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada tulang dan akibat yang paling fatal dapat mengakibatkan kelumpuhan. Hal ini juga dapat menyebabkan anemia, email gigi terlihat ada bercak-bercak putih yang dinamakan Mottled enamel. Mottled enamel (spot putih) akibat kelebihan Fluor karena pengaruh air minum mengganggu impuls syaraf, serta pertumbuhan tulang di luar tulang belakang (Titian Putri, 2009). Kronis tinggi terpapar Fluor dapat mengakibatkan kerangka fluorosis yaitu akumulasi Fluor dalam tulang progresif selama bertahun-tahun. Gejala awal kerangka fluorosis, termasuk rasa sakit dan kekakuan pada sendi. Dalam kasus yang parah, dapat mengubah struktur tulang dan ligaments mengapur, dengan hasil dari pelemahan otot dan sakit (Titian, 2009).

Fluorida di Alam
Fluor atau Fluoride merupakan unsur mineral yang terkandung di alam, termasuk makanan dan minuman yang kita konsumsi, antara lain:
a)    Air yang kita dapatkan di alam, memang mengandung fluorida. Namun, kadar fluor dalam air di seluruh dunia berbeda-beda, ada daerah yang airnya mengandung fluorida tinggi, dan ada yang rendah. Air laut juga dikenal mengandung fluor selain kandungan garamnya
b)   Banyak yang tidak mengetahui bahwa teh, terutama teh hijau mengandung kadar fluorida yang cukup tinggi.
c)    Telur, terutama kuning telur, Ikan, dan Sayuran. Namun, kadar fluorida dalam makanan-makanan tersebut tidaklah besar.
d)   Siapa yang tidak mengenal siwak? Akar pohon yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk dipakai sebagai sikat gigi juga mengandung fluor beserta berbagai senyawa lain yang baik untuk kesehatan gigi dan gusi. Bahkan, kandungan siwak banyak ditiru oleh produk-produk pasta gigi di seluruh dunia.

Manfaat Fluorida
Manfaat fluor pertama kali diteliti secara ilmiah pada tahun 1907, oleh dokter gigi bernama Frederick McKay yang saat itu bekerja di Colorado, Amerika Serikat. Beliau menemukan banyak pasien yang memiliki pewarnaan spesifik pada giginya, namun  hanya menderita sedikit sekali karies. Pola tersebut hanya ditemukan pada komunitas yang mengkonsumsi air dari sumur artesis. Air tersebut ternyata mengandung fluorid yang tinggi (Sonis, 2003).
Fluorida tidak pernah berada dalam bentuk mandiri, namun selalu bersenyawa dengan unsur lain. Bila bereaksi dengan kalsium yang terdapat dalam senyawa gigi hidroksi apatit, membentuk Fluor apatit dan ikatan Kalsium-Fluoride (Harris dan Christen, 1995). Selama pembentukan gigi, fluorida melindungi enamel (email gigi) yang sedang terbentuk sehingga pembentukan enamel menjadi lebih baik dengan kristal yang lebih resisten terhadap asam. Saat gigi muncul ke rongga mulut, fluoroapatit yang lebih padat dari hidroksi apatit, akan menurunkan kelarutan enamel dalam asam. Sementara, pembentukan kalsium fluoride pada permukaan menjadi lapisan pelindung karena sedikit larut dalam asam. Adanya fluoride dalam saliva (ludah) meningkatkan remineralisasi pada gigi, sehingga merangsang penghentian lesi karies awal (Herdiyati dan Sasmita, 2010).

Efek Buruk Fluorida
Berdasarkan aturan WHO, dosis fluor yang boleh tertelan hanya 1 ppm (part per million/ satu bagian per sejuta) per hari. Pada daerah yang airnya sudah mengandung fluor, angka ini bisa dikurangi. Namun apabila konsumsi fluor berlebihan memang dapat menimbulkan kelainan dalam tubuh. Hal ini banyak terjadi pada negara-negara Barat akibat kurang terkontrolnya asupan fluor, terutama anak-anak. Sebab selain dalam air minum dan garam serta pemakaian pasta gigi dalam jangka panjang (kebanyakan anak dibawah 5 tahun menelan pasta giginya), banyak perusahaan yang memproduksi makanan dan minuman jus kemasan memasukkan kandungan fluor dalam produknya. (Sonis, 2003)
Kelainan yang terjadi pada gigi akibat fluor berlebih disebut dental fluorosis, dapat berupa bercak putih (white spot) atau kecoklatan. Selain kelainan pada gigi, paparan fluor dapat menyebabkan kelainan pada tulang yang disebut skeletal fluorosis.  Sehingga sekarang ini, beberapa negara Eropa melarang penambahan fluor ke dalam air minum, ada pula yang menganjurkan untuk menggunakan pasta gigi tanpa fluor pada anak-anak.

SPADNS (Sodium-2 (parasulfophenylazo)-dihydroxy-3,6-napthalene disulfonate) berwarna merah cerah dicampur dengan larutan  yang tidak berwarna membentuk senyawa kompleks Zr-SPDNS berwarna merah gelap. Ketika bereaksi senyawa kompleks Zr-SPDNS ditambahkan ke air yang mengandung fluorida, ion fluorida bereaksi dengan kompleks tersebut dan berikatan dengan zirconium. Konsentrasi kompleks menurun sebanding dengan perkiraan konsentrasi fluoride dalam air dan warna reagen campuran menjadi lebih cerah.
Zr-SPDNS             +        6 F-   –>       ZrF62-                    +        SPADNS
Dark Red                        Colourless     Colourless                       Bright Red
75-90% dari fluorida yang masuk kedalam pencernaan akan diabsorpsi. Dalam suasana lambung yang asam,+ 40 persen dari fluorida yang masuk kesaluran pencernaan diabsorpsi sebagai HF. Peningkatan pH lambung akan menurunkan absorpsi dengan cara menurunkan konsentrasi ambilan HF. Fluorida yang tidak diabsorpsi di lambung akan diabsorpsi di dalam usus,dimana pada usus absorpsi tidak dipengaruhi oleh pH (Fawell, 2006). Fluorida yang dapat larut dalam air hampir seluruhnya diabsorpsi, sedangkan dalam makanan hanya 50-80 persen (Andajani, 1995).
          Setelah diabsorpsi kedalam darah, fluorida didistribusikan secara cepat keseluruh tubuh dan hingga 99% fluorida bertahan pada daerah yang kaya kalsium seperti tulang dan gigi ( dentin dan enamel ). Pada bayi, sekitar 80-90% dari fluorida yang diabsorpsi akan tersimpan namun pada orang dewasa hanya sekitar 60%. Fluorida dapat menembus plasenta dan juga ditemukan pada ASI dengan kadar rendah. Tingkat kadar fluorida yang ditemukan dalam tulang bervariasi bergantung pada bagian tulang, usia, dan jenis kelamin masing-masing individu. Fluorida yang terdapat dalam tulang merupakan hasil paparan fluorida jangka panjang (Fawell, 2006).
Tiga jalan utama pengeluaran fluorida dari tubuh ialah melalui urin, tinja, dan keringat. Saliva dan ASI merupakan jalur eksresi yang dapat diabaikan. Fluorida dieksresikan terutama melalui urin (90-95 %). Selebihnya melalui tinja dan sedikit melalui keringat. Eksresi fluorida ini dipengaruhi juga oleh aktivitas pertumbuhan tulang. Pada anak yang sedang aktif tumbuh, eksresi fluorida lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa yang pertumbuhan tulangnya sudah matang dan mineralisasi giginya sudah lengkap (Nizel, 1981).
Senyawa fluorida yang tidak larut dan tidak diserap di saluran cerna akan dikeluarkan dalam keadaan tidak berubah melalui tinja. Dalam keadaan normal kira-kira 10 % dari pemasukan total fluorida dalam tubuh akan dikeluarkan melalui tinja (Andajani, 1995).

Tidak ada komentar:

Google Ads