Senyawa fluorida adalah garam yang terbentuk ketika unsur fluorida
(F-), berikatan dengan mineral dalam tanah atau batuan. Fluorida
merupakan komponen dalam tanah dengan kadar total berkisar antara 20 hingga
1000 μg/g pada daerah tanpa adanya simpanan/sumber fluorida alami, dan dapat
meningkat hingga ribuan mikrogram per gram pada tanah dengan sumber fluorida.
Kandungan fluorida yang berpengaruh secara biologis pada tanaman dan hewan
merupakan komponen fluorida yang terlarut (WHO, 2002).
Kadar ion fluorida dalam tanah bergantung pada sifat geologis,kimia dan
fisika, serta iklim dari suatu area. Umumnya, mata air dan air sumur mengandung
konsentrasi ion fluorida yang lebih tinggi dibanding air permukaan seperti
danau dan sungan. Kandungan ion fluorida dalam air dapat meningkat oleh adanya
kegiatan manusia seperti fluoridasi pada air,pembuangan limbah, dan pengaruh
dari kegiatan industri. Kontaminan dalam limbah dan pembuangan industri juga
dapat meningkatkan konsentrasi ion fluorida dalam air (Weinstein, 2004).
Fluorida dilepaskan sebagai limbah dari berbagai proses industri seperti
pabrik yang memproduksi baja,aluminium,tembaga,dan nikel,serta pabrik lainnya
seperti pengolahan fosfat,pupuk,gelas/kaca,pembuatan keramik dan bata,serta
produk lem. Penggunaan pestisida yang mengandung fluorida juga mempengaruhi
fluorida pada sumber tanah. Produksi fosfat dan pabrik aluminium merupakan
industri yang utama dalam pelepasan fluorida kelingkungan (WHO, 2002).
Beberapa senyawa fluorida
seperti sodium fluoride dan fluorosilicates mudah larut ke
air tanah ketika bergerak melalui celah-celah dan ruang pori antara bebatuan.
Kebanyakan pasokan air mengandung beberapa fluoride alami. Fluorida juga dapat
memasuki air minum akibat terlepas dari pupuk atau pabrik aluminium. Selain itu
banyak masyarakat menambahkan fluorida pada air minum mereka untuk meningkatkan
kesehatan gigi.
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan
nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, fluorida
termasuk parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan. Kadar maksimun
fluorida yang diperbolehkan adalah 1,5 mg/l.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air
Kelas satu yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut kadar maksimum flourida yang diperbolehkan adalah 0,5 mg/l.
Analisa fluorida di air dan air limbah
dapat menggunakan SNI 06-6989.29-2005 yaitu cara uji fluorida (F-)
secara spektrofotometri UV Vis dengan
SPADNS. Ruang lingkup metode ini untuk kadar fluorida sampai dengan 1,40 mg/L.
Bila lebih tinggi maka sampel tersebut harus diencerkan. Prinsip metode ini
adalah fluorida bereaksi dengan larutan campuran SPADNS-asam zirkonil
menyebabkan berkurangnya warna larutan. Pengurangan warna ini sebanding dengan
banyaknya unsur fluorida dalam contoh uji yang kemudian diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm (Badan
Standarisasi Nasional, 2005).
Di negara-negara
Eropa dan Amerika mulai tahun 1970 dibuat kebijakan untuk menambah fluor
kedalam sumber-sumber air minum dengan level 0.7 (part per million/ satu bagian
per sejuta). Hal ini dikenal dengan sebutan fluoridasi air. Fluoridasi kemudian
tidak hanya dilakukan pada air minum, tetapi juga pada garam. Sejak itu,
fluoridasi telah terbukti dapat menurunkan tingkat penyakit gigi dan mulut
akibat karies dengan cara yang mudah dan murah. Di Indonesia sendiri,
belum diberlakukan kebijakan fluoridasi secara nasional. Namun, berbagai
penelitian yang dilakukan akademisi seperti di Indonesia, menyimpulkan bahwa
berkumur dengan teh (tanpa gula, tentu saja), terutama teh hijau dapat
menurunkan resiko terbentuknya lubang gigi.
Tindakan pencegahan
primer yang kini cukup populer adalah pemberian suplemen fluor. Fluor bisa
diberikan dalam bentuk cairan tetes, tablet, obat kumur, dan pasta gigi. Bisa
juga diberikan di tempat praktek dokter berupa larutan/gel yang diaplikasikan
pada gigi, yang disebut topikal
fluoridasi. Menurut Sonis (2003) pada daerah dengan air berkadar fluor
rendah (dibawah 0,3 ppm), tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 6
bulan hingga anak 16 tahun. Umur 6 bulan -3
tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 3-6
tahun diberikan 0,5 mg, dan 6-16
tahun sebanyak 1 mg.
a.Kekurangan
Fluorida
Kekurangan
Fluor dapat menyebabkan kerusakan gigi menjadi rapuh, mudah terserang karies atau gigis (caries dentis),
terjadi perubahan warna pada gigi anak dan Dapat terjadi penipisan tulang.
b. Kelebihan
Fluor
Tingginya
kandungan Fluor pada air minum mengakibatkan kerusakan pada gigi dan tulang.
Fluor dalam tubuh separuhnya akan disimpan dalam tulang dan terus bertambah
sesuai umur, akibatnya tulang menjadi mudah patah karena terjadi fluorosis pada
tulang.
1.
Fluorosis
Perubahan yang
tampak pada gigi akibat konsumsi Fluor yang berlebihan pada awal masa anak-anak
ketika giginya sedang tumbuh. Fluorosis gigi ditandai dengan noda coklat atau bintik-bintik kuning
yang menyebar dipermukaan gigi akibat pembentukan email gigi yang tidak
sempurna. Email gigi yang tidak sempurna menyebabkan gigi menjadi mudah
berlubang, timbul bercak putih dan cokelat
pada gigi. Walau berdampak ringan dan tidak menimbulkan rasa nyeri pada gigi,
namun bisa mengurangi penampilan akibat gigi yang tidak sedap dipandang mata.
Gigi bisa berlubang yang akhirnya hancur atau tanggal (Titian, 2009).
2.
Kerapuhan
Tulang (Osteoporosis)
Tidak hanya
gigi yang dibuat rapuh/rusak, tapi juga seluruh tulang akan terancam rapuh.
Akibat lebih lanjut, tumbuh-kembang menjadi terhambat sementara
pengobatannyapun amat sulit. Kelebihan Fluor merusak tulang, mengakibatkan rasa
sakit yang hebat pada tulang dan akibat yang paling fatal dapat mengakibatkan
kelumpuhan. Hal ini juga dapat menyebabkan anemia, email gigi terlihat ada
bercak-bercak putih yang dinamakan Mottled
enamel. Mottled enamel (spot
putih) akibat kelebihan Fluor karena pengaruh air minum mengganggu impuls
syaraf, serta pertumbuhan tulang di luar tulang belakang (Titian Putri, 2009).
Kronis tinggi terpapar Fluor dapat mengakibatkan kerangka fluorosis yaitu
akumulasi Fluor dalam tulang progresif selama bertahun-tahun. Gejala awal
kerangka fluorosis, termasuk rasa sakit dan kekakuan pada sendi. Dalam kasus
yang parah, dapat mengubah struktur tulang dan ligaments mengapur, dengan hasil
dari pelemahan otot dan sakit (Titian, 2009).
Fluor atau Fluoride merupakan unsur mineral yang
terkandung di alam, termasuk makanan dan minuman yang kita konsumsi, antara
lain:
a)
Air
yang kita dapatkan di alam, memang mengandung fluorida. Namun, kadar fluor dalam air di seluruh
dunia berbeda-beda, ada daerah yang airnya mengandung fluorida tinggi, dan ada yang rendah. Air laut juga
dikenal mengandung fluor selain kandungan garamnya
b)
Banyak
yang tidak mengetahui bahwa teh, terutama teh hijau mengandung kadar fluorida yang cukup tinggi.
c)
Telur,
terutama kuning telur, Ikan, dan Sayuran. Namun, kadar fluorida dalam makanan-makanan tersebut tidaklah
besar.
d)
Siapa
yang tidak mengenal siwak? Akar
pohon yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk dipakai sebagai sikat gigi
juga mengandung fluor beserta berbagai senyawa lain yang baik untuk kesehatan
gigi dan gusi. Bahkan, kandungan siwak banyak ditiru oleh produk-produk pasta
gigi di seluruh dunia.
Manfaat Fluorida
Manfaat fluor
pertama kali diteliti secara ilmiah pada tahun 1907, oleh dokter gigi bernama
Frederick McKay yang saat itu bekerja di Colorado, Amerika Serikat. Beliau
menemukan banyak pasien yang memiliki pewarnaan spesifik pada giginya,
namun hanya menderita sedikit sekali karies. Pola tersebut hanya
ditemukan pada komunitas yang mengkonsumsi air dari sumur artesis. Air tersebut
ternyata mengandung fluorid yang tinggi (Sonis, 2003).
Fluorida tidak pernah berada dalam bentuk mandiri,
namun selalu bersenyawa dengan unsur lain. Bila bereaksi dengan kalsium yang
terdapat dalam senyawa gigi hidroksi apatit, membentuk Fluor apatit dan ikatan
Kalsium-Fluoride (Harris dan
Christen, 1995). Selama pembentukan gigi, fluorida melindungi enamel (email
gigi) yang sedang terbentuk sehingga pembentukan enamel menjadi lebih baik
dengan kristal yang lebih resisten terhadap asam. Saat gigi muncul ke rongga
mulut, fluoroapatit yang lebih padat dari hidroksi apatit, akan menurunkan
kelarutan enamel dalam asam. Sementara, pembentukan kalsium fluoride pada
permukaan menjadi lapisan pelindung karena sedikit larut dalam asam. Adanya fluoride dalam saliva (ludah)
meningkatkan remineralisasi pada gigi, sehingga merangsang penghentian lesi
karies awal (Herdiyati dan Sasmita, 2010).
Efek
Buruk Fluorida
Berdasarkan aturan
WHO, dosis fluor yang boleh tertelan hanya 1 ppm (part per million/ satu bagian
per sejuta) per hari. Pada daerah yang airnya sudah mengandung fluor, angka ini
bisa dikurangi. Namun apabila konsumsi fluor berlebihan memang dapat
menimbulkan kelainan dalam tubuh. Hal ini banyak terjadi pada negara-negara
Barat akibat kurang terkontrolnya asupan fluor, terutama anak-anak. Sebab selain
dalam air minum dan garam serta pemakaian pasta gigi dalam jangka panjang
(kebanyakan anak dibawah 5 tahun menelan pasta giginya), banyak perusahaan yang
memproduksi makanan dan minuman jus kemasan memasukkan kandungan fluor dalam
produknya. (Sonis, 2003)
Kelainan yang
terjadi pada gigi akibat fluor berlebih disebut dental fluorosis, dapat berupa
bercak putih (white spot) atau kecoklatan. Selain kelainan pada gigi, paparan
fluor dapat menyebabkan kelainan pada tulang yang disebut skeletal
fluorosis. Sehingga sekarang ini, beberapa negara Eropa melarang
penambahan fluor ke dalam air minum, ada pula yang menganjurkan untuk
menggunakan pasta gigi tanpa fluor pada anak-anak.
SPADNS
(Sodium-2 (parasulfophenylazo)-dihydroxy-3,6-napthalene disulfonate) berwarna
merah cerah dicampur dengan larutan yang tidak berwarna membentuk senyawa
kompleks Zr-SPDNS berwarna merah gelap. Ketika bereaksi senyawa kompleks
Zr-SPDNS ditambahkan ke air yang mengandung fluorida, ion fluorida bereaksi
dengan kompleks tersebut dan berikatan dengan zirconium. Konsentrasi kompleks
menurun sebanding dengan perkiraan konsentrasi fluoride dalam air dan warna
reagen campuran menjadi lebih cerah.
Zr-SPDNS
+
6 F- –>
ZrF62-
+ SPADNS
Dark Red
Colourless Colourless
Bright Red
75-90% dari fluorida yang masuk kedalam
pencernaan akan diabsorpsi. Dalam suasana lambung yang asam,+ 40 persen dari
fluorida yang masuk kesaluran pencernaan diabsorpsi sebagai HF. Peningkatan pH
lambung akan menurunkan absorpsi dengan cara menurunkan konsentrasi ambilan HF.
Fluorida yang tidak diabsorpsi di lambung akan diabsorpsi di dalam usus,dimana
pada usus absorpsi tidak dipengaruhi oleh pH (Fawell, 2006). Fluorida yang
dapat larut dalam air hampir seluruhnya diabsorpsi, sedangkan dalam makanan
hanya 50-80 persen (Andajani, 1995).
Setelah diabsorpsi kedalam darah,
fluorida didistribusikan secara cepat keseluruh tubuh dan hingga 99% fluorida
bertahan pada daerah yang kaya kalsium seperti tulang dan gigi ( dentin dan enamel ). Pada bayi, sekitar
80-90% dari fluorida yang diabsorpsi akan tersimpan namun pada orang dewasa
hanya sekitar 60%. Fluorida dapat menembus plasenta dan juga ditemukan pada ASI
dengan kadar rendah. Tingkat kadar fluorida yang ditemukan dalam tulang
bervariasi bergantung pada bagian tulang, usia, dan jenis kelamin masing-masing
individu. Fluorida yang terdapat dalam tulang merupakan hasil paparan fluorida
jangka panjang (Fawell, 2006).
Tiga jalan utama pengeluaran fluorida
dari tubuh ialah melalui urin, tinja, dan keringat. Saliva dan ASI merupakan
jalur eksresi yang dapat diabaikan. Fluorida dieksresikan terutama melalui urin
(90-95 %). Selebihnya melalui tinja dan sedikit melalui keringat. Eksresi fluorida
ini dipengaruhi juga oleh aktivitas pertumbuhan tulang. Pada anak yang sedang
aktif tumbuh, eksresi fluorida lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa
yang pertumbuhan tulangnya sudah matang dan mineralisasi giginya sudah lengkap
(Nizel, 1981).
Senyawa fluorida yang tidak larut dan
tidak diserap di saluran cerna akan dikeluarkan dalam keadaan tidak berubah
melalui tinja. Dalam keadaan normal kira-kira 10 % dari pemasukan total
fluorida dalam tubuh akan dikeluarkan melalui tinja (Andajani, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar