Lemak dan minyak terdiri dari
trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai
panjang. Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya dan
hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika berbentuk padat pada
suhu kamar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air dingin dan sedikit larut
dalam alkohol, terutama minyak dengan berat molekul rendah. Minyak dan lemak
dapat larut sempurna dalam ester, hidrokarbon, benzene, karbon disulfide, dan
pelarut-pelarut halogen. Kelarutan minyak dan lemak dalam suatu pelarut
ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar
cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak nonpolar larut dalam
pelarut nonpolar. Daya kelarutan asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen
gliseridanya, dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar dan nonpolar.
Semakin panjang rantai karbon maka minyak dan lemak tersebut semakin sukar
larut. Minyak dan lemak yang tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut
organik dari pada asam lemak jenuh dengan panjang rantai karbon yang sama[Nasution, 2010].
Struktur
minyak atau lemak dapat dilihat dari Gambar 2.1 dibawah ini:
Minyak goreng adalah lemak yang
biasa digunakan untuk menggoreng makanan seperti minyak kelapa, minyak jagung
dan minyak kacang. Apabila dipanaskan minyak akan mengeluarkan asap tipis
kebiruan pada suhu tertentu. Suhu ini disebut sebagai titik asap dari minyak
itu. Mutu suatu minyak goreng ditentukan oleh titik asap dari minyak tersebut.
Makin tinggi titik asapnya makin tinggi pula mutu minyak itu. Minyak yang sudah
dipakai untuk menggoreng titik asapnya akan semakin menurun karena molekul
minyak sudah terhidrolisis [Nasution, 2010].
Minyak goreng biasanya bisa
digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak
akan berubah warna. Saat penggorengandilakukan,
ikatan rangkap yang terdapat pada
asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh. Setelah
penggorengan berkali-kali, asam
lemakyang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak
tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah.
Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi kerusakan minyak adalah:
1.
Oksigen
dan ikatan rangkap
Semakin banyak ikatan rangkap dan
oksigen yang terkandung maka minyak akan semakin cepat teroksidasi.
2.
Suhu
Suhu yang semakin tinggi juga
akan mempercepat proses oksidasi.
3.
Cahaya
dan ion logam
Berperan sebagai katalis yang
mempercepat proses oksidasi.
4.
Antioksidan
Dapat membuat minyak lebih tahan
terhadap oksidasi.
Selama penggorengan, minyak
goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi ±170-180 °C dalam waktu yang
cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan
polimerisasi yangmenghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti
keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia[Nasution, 2010].
Kerusakan minyak selama proses
penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang
digoreng. Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama,
yaitu ketengikan dan hidrolisis. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan
bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan
minyak yang tak jenuh. Komponen komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang
tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak
dan minyak.
Reaksi yang penting pada minyak
dan lemak adalah sebagai berikut.
1.
Reaksi Hidrolisis
Dengan adanya air, lemak dapat
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa,
asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase
sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang
mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar
asam lemak bebas lebih dari 10%. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak
dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14) seperti pada mentega, minyak
kelapa sawit dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak
goreng. Minyak yang telah terhidrolisi, smoke point-nya menurun,
bahan-bahan menjadi coklat dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan
dan pengolahan minyak atau lemak asam lemak bebas bertambah dan harus
dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak
yang lebih baik mutunya [Winarno, 1992].
2.
Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah reaksi kimia
yang terdiri adisi hidrogen pada ikan rangkap dua bagian asil yang tidak jenuh.
Reaksi ini sangat penting untuk industri, karena ini memungkingkan perubahan
minyak cair menjadi lemak plastis untuk produksi margarin dan shortening.
Umumnya, hidrogenasi lemak tidak dilangsungkan sampai sempurna dan lemak hanya
dihidrogenasi sebagian. Pada kondisi ini, hidrogenasi dapat bersifat selektif
atau non-selaktif. Keselektifan berarti bahwa hidrogen diadisikan dahulu pada
asam lemak yang paling tidak jenuh [Nasution, 2010].
Gambar
2.3 Reaksi HidrogenasiPada Lemak Atau Minyak
3.
Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak aatau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas [Nasution, 2010]
Gambar
2.4 Reaksi Oksidasi Pada Lemak Atau Minyak
2.1.1 Minyak Jelantah
Minyak jelantahmerupakan limbah sisa penggorengan yang biasanya
langsung dibuang ke lingkungan karena belum bisa dimanfaatkan lebih baik.
Limbah ini tergolong limbah organik yang banyak mengandung senyawa hidrokarbon,
bila terdegradasi didalam lingkungan akan meningkatkan keasaman lingkungan,
menimbulkan bau yang tidak sedap, dan lain-lain. Akibatnya, hanya
mikroorganisme tertentu yang bisa bertahan hidup dan pada umumnya merupakan
mikroorganisme yang merugikan bagi manusia. Pemanasan minyak goreng akan
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, bila dipanaskan lebih lanjut akan
menghasilkan ketengikan(rancidity)
melalui rekasi oksidasi. Penggunaan lebih lanjut minyak jelantahakan menghasilkan senyawa akrolein yang menyebabkan
gatal-gatal pada kerongkongan dan senyawa akrilamid yang bersifat
karsinogen.[Handoko, 2006]
Minyak merupakan bahan cair
diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya
kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan
rangkap di antara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah.
Kerusakan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut
proses ketengikan atau ranc
idity. Keadaan ini disebabkan karena
autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng. Autooksidasi
dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida
lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam
porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim
lipoksidase. Hidroperoksida yang terbentuk merupakan senyawa yang bersifat
sangat tidak stabil dan mudah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih
pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Senyawa-senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek ini adalah asam-asam
lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau
tengik pada minyak [Handoko, 2006]. Adapun komponen minyak di tampilkan pada
Tabel 2.1dan 2.2
Tabel 2.1 Komponen Minyak Jelantah
Komponen
|
%
|
TGS (Trigliserida)
|
95,4
|
FFA (Free Faty Acid)
|
3,1
|
Water
|
0,1
|
Impurities
|
1,4
|
Total
|
100
|
[Sumber:
Tofinas, 2010]
Tabel 2.2 Komponen Asam Lemak Minyak Jelantah
Komponen
|
fraksi
|
Palmitic
|
0,452
|
Stearic
|
0,046
|
Myristic
|
0,010
|
Oleic
|
0,387
|
Linoleic
|
0,105
|
Total
|
1
|
[Sumber: Tofinas, 2010]
Jika
kita mengumpulkan minyak goreng bekas disebut juga (recycled frying oil)
keuntungan
yang bisa diperoleh antara lain adalah :
a.
Mencegah
terjadinya polusi lingkungan (air dan tanah) dengan tidak adanya pembuangan
minyak bekas goreng ke sembarang tempat
b.
Mengurangi
bahan karsinogenik yang beredar di masyarakat. Seperti diketahui, penggunaan
minyak goreng yang berulang-ulang (ditandai dengan warna coklat tua, hitam, dan
mengandung sekitar 400 senyawa kimia) akan mengoksidasi asam lemak tidak jenuh
membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Senyawa ini memicu penyakit
kanker kolon, pembesaran hati, ginjal dan gangguan jantung [Hasibuan, 2008].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar