Bakteri
Sebagian
besar bakteri memiliki diameter dengan ukuran 0,2-2,0 mm. Biasanya sel-sel
bakteri yang muda berukuran jauh lebih besar daripada sel-sel yang tua. Bentuk
dan ukuran suatu bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
temperatur inkubasi, umur kultur, dan komposisi media pertumbuhan (Pratiwi,
2008).
Spesies
bakteri dapat dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk), komposisi kimia
(umumnya dideteksi dengan reaksi biokimia), kebutuhan nutrisi, aktivitas biokimia,
dan sumber energi (sinar matahari atau bahan kimia). Ada beberapa bentuk dasar
bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus,
jamak: cocci), batang atau silinder
(tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk
batang melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).
Beberapa
bakteri memiliki endospora, yaitu struktur dengan dinding tebal dan lapisan
tambahan pada sel bakteri yang dibentuk di sebelah dalam membrane sel.
Endospora berfungsi sebagai pertahanan sel bakteri terhadap panas ekstrim,
kondisi kurang air, dan paparan bahan kimia serta radiasi. Struktur endospora
terdiri atas inti (core), korteks,
dan selubung (coat). Salah satu
karakteristik endospora bakteri adalah susunan kimianya, yaitu mengandung
sejumlah besar asam dipikolinat, yang mencapai 5-10% berat kering endospora.
Hanya dua genus bakteri dengan kemampuan membentuk struktur khusus berupa
endospora yang penting dalam dunia kesehatan yaitu Bacillus dan Clostridium yang
bersifat Gram positif (Pratiwi, 2008).
Pewarnaan Gram
Bakteri
lebih sering diamati dalam olesan terwarnai daripada dalam keadaan hidup.
Bakteri terwarnai adalah organisme yang telah diwarnai dengan zat pewarna kimia
agar mudah dilihat dan dipelajari. Metode pewarnaan yang menampilkan perbedaan
diantara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut juga teknik
pewarnaan diferensial (Volk dan Wheeler, 1993). Pewarnaan diferensial yang sering
digunakan adalah pewarnaan Gram, yang diciptakan oleh Hans Christian Gram pada
tahun 1884. Pewarnaan Gram ini mampu membedaan dua kelompok besar bakteri,
yaitu Gram positif dan Gram negatif. Pada saat teknik pewarnaan Gram, bakteri
yang berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram positif, sedangkan bakteri yang
berwarna merah digolongkan ke dalam Gram negatif (Deviani, 2014).
Perbedaan
warna antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif disebabkan oleh
adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding sel bakteri Gram positif
banyak mengandung peptidoglikan, sedangan dinding sel bakteri Gram negatif
banyak mengandung lipopolisakarida (Deviani, 2014).
Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau
substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung
bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis
daripada dinding sel bakteri Gram positif. Bukti-bukti percobaan membuktikan
bahwa selama prosedur pewarnaan, perlakuan dengan etanol terhadap bakteri Gram
negatif menyebabkan terekstrasinya lipid sehingga memperbesar daya rembes atau
permeabelitas dinding sel Gram negatif. Kompleks kristal ungu-iodium yang telah
memasuki dinding sel selama langah awal dalam proses pewarnaan dapat
diekstraksi, oleh sebab itu organism Gram negatif kehilangan warna tersebut.
Kandungan lipidnya yang rendah, membuat dinding sel bakteri Gram positif
menjadi terdehidrasi selama perlakuan dengan etanol. Ukuran pori-pori mengecil,
permeabilitas berkurang, dan komples ungu kristal-iodium tidak dapat
terekstraksi (Pelezar dan Chan, 2006).
2.Uji Biokimia
Uji biokimia merupakan salah uji
yang digunakan untuk menentukan spesies bakteri yang tidak diketahui
sebelumnya. Setiap kuman memiliki sifat biokimia yang berbeda sehingga tahapan
uji biokimia ini sangat membantu proses identifikasi. Setelah sampel
diinokulasikan pada media diferensial atau selektif, kemudian koloni kuman
diinokulasikan pada media uji biokimia. Ada 12 jenis uji yang sering digunakan
dalam uji biokimia walaupun sebenarnya masih banyak lagi media yang dapat
digunakan. Pada penelitian ini digunakan 4 uji yaitu, uji TSIA, uji LIA, uji
KIA, dan uji motilitas.
Uji TSIA
Uji biokimia salah satunya uji TSIA,
menggunakan media Triple Sugar Iron Agar
(TSIA) bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan enterobactericeae untuk memfermentasikan karbohidrat.
Pada media TSIA berisi 3 macam karbohidrat yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa.
Indikatornya adalah phenol red yang
menyebabkan perubahan warna dari merah orange
menjadi kuning dalam suasana asam. Selain menggunakan media TSIA dapat
pula digunakan media KIA (Kligers Iron Agar), bedanya adalah pada media KIA
hanya berisi 2 macam karbohidrat yaitu glukosa dan laktosa.
Media TSIA juga dapat digunakan
untuk mengetahui pembentukan H2S yaitu melihat apakah bakteri
memfermentasi metionin dan sistein (asam amino yang mempunyai gugus S). Pada
media TSIA terdapat asam amino metionin dan sistein, jika bakteri memfermentasi
kedua asam amino ini maka gugus S akan keluar dan gugus S akan bergabung dengan
H2O membentuk H2S. Selanjutnya H2S bergabung
dengan Fe2+ membentuk FeS berwarna hitam dan mengendap (Haryani,
2012). Media TSIA mengandung komposisi sebagai berikut:
Lab-Lemco
powder 3,0
gr, sebagai sumber vitamin B bagi mikroorganisme
Yeast extract 3,0 gr, sebagai sumber nitrogen
Pepton 20,0 gr, sebagai sumber
energi/nutrisi bagi mikroorganisme
Natrium klorida 5,0 gr, sebagai
pengatur keseimbangan tekanan osmosis/ bahan buffer media
Laktosa 10,0 gr, sebagai sumber
karbohidrat yang akan di fermentasikan oleh bakteri
Sukrosa 10,0 gr, sebagai sumber
karbohidrat yang akan di fermentasikan oleh bakteri
Glukosa 10,0 gr, sebagai sumber
karbohidrat yang akan di fermentasikan oleh bakteri
Ferri amonium sitrat 0,3 gr,
sebagai akseptor elektron yang dapat memperlihatkan pembentukan H2S
oleh bakteri dan juga sebagai bahan buffer
Natrium thiosulfat 0,3 gr,
sebagai sumber mineral dan energi bagi mikroorganisme
Phenol
red 0,5 gr, sebagai indikator
Agar, sebagai bahan pemadat media dan
tempat tumbuhnya mikroorganisme.
2.4.2.
Uji Lysine Iron Agar (LIA)
Uji LIA adalah uji biokimia menggunakan
media diferensial yaitu Lysine Iron Agar (LIA)dengan
indikator pH yang dapat membedakan mikroorganisme berdasarkan kemampuannya
dalam memecah karbohidrat spesifik dengan atau tanpa menghasilkan gas.
Berdasarkan hal tersebut bakteri dapat digolongkan sebagai mikroba non
fermenter, fermenter glukosa, atau fermenter glukosa dan laktosa (Haryani,
2012). LIA mengandung glukosa, asam amino lisin, dan brom kresol ungu sebagai
pH indikator, serta natrium tiosulfat. LIA dapat digunakan untuk identifikasi
mikroba penghasil enzim yang mampu mendekarboksilasi dan mendeaminasi asam
amino lisin dan memproduksi gas H2S (Sinaga, 2010). Dekarboksilasi
adalah proses dimana organisme yang memiliki enzim dekarboksilase spesifik yang
mampu menyerang asam amino pada gugus karboksil yang menghasilkan amin atau
diamin dan CO2.
Lisin merupakan substrat yang digunakan
untuk mendeteksi keberadaan enzim dekarboksilase. Pada pengujian LIA terdapat 2
proses degradasi yaitu deaminasi lisin (reaksi aerobik) yang terjadi pada
kemiringan media, serta dekarboksilasi lisin (reaksi anaerobik) yang terjadi
pada ujung media. Jika organisme memiliki kemampuan dekarboksilasi lisin maka
akan menghasilkan sebuah produk akhir amina yang bereaksi dengan indikator ph
untuk memberikan warna ungu pada tabung. Jika organisme memiliki kemampuan
deaminasi lisin, amonia yang dihasilkan akan bereaksi dengan ammonium sitrat
besi untuk menghasilkan warna merah gelap pada kemiringan tabung.
mikroorganisme yang menghasilkan gas H2S akan menunjukkan endapan
hitam di ujung tabung. Media yang digunakan mengandung komposisi sebagai
berikut:
·
Pepton, sebagai sumber energi/nutrisi bagi
mikroorganisme
·
Yeast extract, sebagai sumber nitrogen
·
Glukosa,
sebagai sumber karbohidrat yang akan
di fermentasikan oleh bakteri
·
Lisin
monohidroklorida, sebagai sumber karbohidrat yang akan
di fermentasikan oleh bakteri
·
Natrium
thiosulfat, sebagai sumber mineral dan energi
bagi mikroorganisme
·
Ferri
amonium sitrat, sebagai akseptor elektron yang dapat
memperlihatkan pembentukan H2S oleh bakteri dan juga sebagai bahan
buffer
·
Bromokresol
ungu, sebagai indikator
·
Agar,
sebagai bahan pemadat media dan
tempat tumbuhnya mikroorganisme.
Uji Kliger Iron Agar (KIA)
Kliger
Iron Agar (KIA)
merupakan media diferensial untuk golongan Enterobacteria
non fermentasi basil gram negatif lainnya. Media KIA mengandung glukosa,
laktosa, phenol merah dan ferri sulfat. Hasil yang didapat pada uji KIA ini
yaitu bagian dasar media menunjukkan bagian fermentasi glukosa, sedangkan
bagian tebing menunjukkan bagian fermentasi laktosa. Gelembung udara dalam
medium menunjukkan adanya pembentukan gas dari fermentasi glukosa. Warna hitam
menunjukkan produksi H2S oleh bakteri (Mac Faddin,
1980).
Kemampuan bakteri memfermentasikan
dekstrosa dan laktosa serta kemampuan memproduksi H2S merupakan
dasar untuk mengetahui jenis bakteri tertentu dari pertumbuhannya dalam medium
ini. Adapun sifat pertumbuhan bakteri pada KIA adalah sebagai berikut :
a) Lereng kuning, dasar kuning tanpa
H2S
b) Lereng kuning, dasar kuning
dengan H2S
c) Lereng merah, dasar kuning dengan
H2S
d) Lereng merah, dasar kuning tanpa
H2S
e) Lereng merah, dasar merah (tidak
ada perubahan warna)
Perubahan pH karena adanya
fermentasi glukosa atau laktosa mengahsilkan asam menyebabkan terjadinya warna
kuning dengan adanya indikator phenol red. Uji ini menggunakan media KIA dengan
komposisi sebagai berikut:
- Beef extrack 3 g, sebagai sumber energi/nutrisi bagi mikroorganisme
- Yeast extrack 3 g, sebagai sumber nitrogen
- Pepton 15 g, sebagai sumber energi/nutrisi bagi mikroorganisme
- Proteose pepton 5 g, sebagai sumber energi/nutrisi bagi mikroorganisme
- Laktosa 10 g, sebagai sumber karbohidrat yang akan di fermentasikan oleh bakteri
- Dekstrosa 1 g, sebagai sumber karbohidrat yang akan di fermentasikan oleh bakteri
- Ferro sulfat 0,2 g, sebagai akseptor elektron yang dapat memperlihatkan pembentukan H2S oleh bakteri dan juga sebagai bahan buffer
- Natrium klorida 5 g, sebagai pengatur keseimbangan tekanan osmosis/bahan buffer media
- Natrium thiosulfat 0,3 g, sebagai sumber mineral dan energi bagi mikroorganisme
- Phenol red 0,024 g, sebagai indikator
- Agar 12 g, sebagai bahan pemadat media dan tempat tumbuhnya mikroorganisme.
Uji Motilitas
Uji motilitas bertujuan untuk melihat
pergerakan bakteri.
Media yang dipakai adalah media yang bersifat semi solid dengan kandungan
agar-agar 0,2-0,4%. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui gerak kuman,
bisa memakai media MO (Motilitas Ornitin) atau SIM (Sulfida Indol Motility).
Pada media SIM selain untuk melihat motilitas bisa juga untuk test indol dan
pembentukan H2S (Lamid et al.,
2011).
Hasil yang diperoleh pada uji ini
adalah positif, hal ini terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti
akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan dari bakteri
yang diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagella. Dari uji
juga terlihat ada warna hitam, yang berarti bakteri ini menghasilkan H2S
(Lamid et al., 2011). Pada penelitian
ini untuk pengujian motilitas digunakan media SIM dengan komposisi media
sebagai berikut:
·
Peptone from casein 20
g, sebagai
sumber energi/nutrisi bagi mikroorganisme
·
Peptone from meat 6,6
g, sebagai
sumber energi/nutrisi bagi mikroorganisme
·
Ferri amonium sitrat
0,2 g, sebagai
akseptor elektron yang dapat memperlihatkan pembentukan H2S oleh
bakteri dan juga sebagai bahan buffer
·
Natrium thiosulfat 0,2 g, sebagai sumber mineral dan energi
bagi mikroorganisme
·
Agar 3,0 g, sebagai bahan pemadat media dan
tempat tumbuhnya mikroorganisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar