Gagal
jantung adalah kondisi patologis dimana jantung mengalami abnormalitas fungsi
(dapat dideteksi atau tidak), sehingga gagal untuk memompa darah dalam jumlah
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal jantung juga bisa
disebabakan kegagalan miokardial, bisa pula terjadi pada jantung dengan fungsi
mendekati normal tapi dalam kondisi permintaan sirkulasi yang tinggi.
Gagal
jantung adalah kondisi patologis dimana jantung mengalami abnormalitas fungsi
(dapat dideteksi atau tidak), sehingga gagal untuk memompa darah dalam jumlah
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal jantung juga bisa
disebabakan kegagalan miokardial, bisa pula terjadi pada jantung dengan fungsi
mendekati normal tapi dalam kondisi permintaan sirkulasi yang tinggi.
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap
gagal jantung di seluruh dunia. America Heart Association memperkirakan
terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun
2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahunnya.
Di Indonesia berdasarkan data dari RS Jantung
Harapan Kita, peningkatan
kasus ini dimulaipada 1997 dengan 248 kasus, kemudian meningkat dengan cepat hingga padatahun 2000 dengan 532 kasus.
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara
epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di
negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak
sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit
jantung katup dan poenyakit jantung malnutrisi.
·
Kelainan
otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungdi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
· Aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karenaterganggunya aliran darah ke otot jantung. Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
·
Hipertensi
Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
·
Penyakit
jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
·
Faktor
sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang
berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
I. PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG
Pada keadaan normal, cardiac output (volume darah yang
dikeluarkan per satuan waktu) adalah 5 L/menit dengan rata-rata denyut jantung
70 kali/menit. Dengan pengisian ventrikel normal 130 ml, fraksi ejeksi
normalnya lebih dari 50% isi ventrikel sehingga sekitar 60 ml volume yang
tersisa di ventrikel. Pada keadaan LVSD (Left
Ventricle Sistolik Disease), fraksi ejeksi menurun hingga di bawah 45% dan
gejala baru akan muncul ketika fraksi ejeksi di bawah 35%. Jika fraksi ejeksi
dibawah 10%, pasien beresiko terhadap pembentukan trombus di dalam ventrikel
kiri (Hudson, 2003).
Pada saat jantung mengalami gangguan
fungsi secara tiba-tiba, curah jantung dan tekanannya masih dapat dipertahankan
dengan mekanisme kompensasi walaupun tidak sama dengan nilai normalnya. Oleh
karena itu, jika gangguan fungsi jantung yang mendadak tersebut segera dapat
pertolongan yang memadai, maka mekanisme kompensasinya dapat dipertahankan
lebih lama, sehingga memberikan kesempatan fungsi inotropik jantung untuk
mempertahankan curah jantung dan oksigenasi jaringan sampai keadaan stabil
(Masud, 1989).
Mekanisme kompensasi yang terjadi
adalah sebagai berikut (Dipiro, et al.,
2008):
a.
Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
dengan aktivasi sistem saraf simpatik.
b.
Mekanisme Frank-Starling, dimana
peningkatan preload dapat
meningkatkan volume sekuncup.
Perfusi
ginjal pada gagal jantung diturunkan baik karena penurunan cardiac output dan redistribusi darah dari organ non-vital.
Penurunan perfusi ginjal tersebut mengaktifkan sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Dimana penurunan perfusi ginjal dan
peningkatan saraf simpatik tersebut akan menstimulasi pelepasan renin dari sel
juxtaglomerular di ginjal. Renin bertanggungjawab terhadap perubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang kemudian angiotensin I tersebut akan
diubah menjadi angiotensin II oleh Angiotensin
Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II akan menstimulasi pelepasan
aldosteron, dimana aldosteron tersebut berperan dalam retensi air dan natrium
di ginjal. Selanjutnya, retensi air dan natrium tersebut akan meningkatkan
volume intravaskular, volume ventrikel kiri, dan peningkatan preload dan daya kontraksi
meningkat.
a.
Vasokontriksi.
Vasokontriksi
terjadi pada pasien gagal jantung untuk membantu aliran darah dari organ ke
jantung dan sirkulasi otak untuk membantu tekanan darah. Beberapa neurohormonal
terlibat dalam mekanisme ini seperti norepinefrin, angiotensin II dan arginin
vasopressin (AVP).
b.
Hipertofi ventrikel dan remodeling.
Merupakan pelebaran yang menerangkan
perubahan baik pada sel miokardium dan matriks ekstraseluler yang mengakibatkan
perubahan ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi dari jantung. Hipertrofi
ventrikel dan remodeling terjadi pada kondisi yang disebabkan oleh luka sel
miokardium, termasuk infark miokardial, kardiomiopati, dan hipertensi.
Walaupun
mekanisme kompensasi tersebut pada awalnya dapat menjaga fungsi jantung, akan
tetapi mekanisme tersebut juga berperan dalam pemunculan gejala gagal jantung
dan dapat memperparah penyakit (Dipiro, et
al., 2008).
Manifestasi Klinis
Gejala yang dirasakan pasien
bervariasi dari asimptomatis (tidak bergejala) hingga syok kardiogenik
(Sukandar, et al., 2008). Sedangkan
gejala utama yang timbul pada pasien gagal jantung adalah dyspnea (sesak nafas) dan kelelahan, yang dapat menyebabkan
intoleransi terhadap aktivitas fisik dan overload
cairan, dimana hal tersebut dapat menimbulkan kongestif paru dan edema perifer
(Dipiro, et al., 2008).
Penurunan curah jantung, kurangnya
oksigen dan pasokan darah ke otot menyebabkan kelelahan, pernafasan pendek pada
saat beraktivitas (dyspnea) ataupun saat berbaring (orthopnea). Karena ketika
pasien berbaring, perubahan postural menyebabkan tekanan perut pada diafragma
menyebarkan edema ke paru-paru, dan menyebabkan sesak nafas. Pada malam hari,
gejala yang di timbulkan oleh paru-paru menimbulkan batuk dan meningkatkan
produksi urin (nocturia) sehingga dapat menyebabkan gangguan tidur. Pasien yang
terbangun pada malam hari, secara bertahap akan mengakumulasi cairan di
paru-paru yang dapat menyebabkan nafas terengah-engah (paroxymal nocturnal dyspnea) (Hudson, 2003).
Pada perjalanan penyakit jantung,
perlu diperhatikan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor
presipitasi berupa infeksi pada paru-paru, demam atau sepsis, anemia (baik akut
maupun kronis), kurangnya kepatuhan (seperti tidak minum obat diuretik atau
digitalis, atau tidak diet rendah garam), beban cairan yang berlebihan,
terjadinya infark akut berulang, aritmia, emboli paru, keadaan-keadaan high output, melakukan pekerjaan beban
berat dan mendadak (seperti lari, naik tangga), stres emosional, serta
hipertensi yang tidak terkontrol (Suryadipraja, 1996).
Tabel
1. Kelas Fungsional Gagal Jantung Menurut NYHA (Irnizarifka, 2011).
Kelas Fungsional
|
Penilaian Objektif
|
I
|
Pasien
dengan penyakit jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas
fisik biasa tidak menimbulkan keluhan berupa kelelahan yang sangat, sesak
nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
|
II
|
Pasien
dengan gagal jantung disertai pembatasan aktivitas fisik minimal atau ringan,
nyaman saat istirahat.
Aktivitas
fisik biasa sudah menimbulkan keluhan lelah yang sangat, sesak nafas,
palpitasi, maupun nyeri dada angina.
|
III
|
Pasien
dengan penyakit jantung disertai pembatasan aktivitas fisik yang nyata,
nyaman dengan istirahat.
Aktivitas
fisik lebih ringan dari biasa sudah menimbulkan keluhan lelah yang sangat,
sesak nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
|
IV
|
Pasien
dengan penyakit jantung yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik sama
sekali.
Keluhan
lelah yang sangat, sesak nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina bahkan
dapat timbul saat istirahat
|
Diagnosis
Dalam
penetapan diagnosis gagal jantung tidak dapat dilakukan dengan tes tunggal. Hal
tersebut di karenakan gagal jantung dapat disebabkan atau diperburuk oleh
berbagai gangguan baik dari jantung maupun bukan dari jantung. Tahap evaluasi
awal mencakup perhitungan darah komplit, serum elektrolit (termasuk Mg), uji
fungsi ginjal dan hati, urinalisis, profil lipid, x-ray dada, serta
elektrokardiogram (EKG) (Dipiro, et al.,
2008).
Selain
pemeriksaan fisik dan tes laboraturium, dalam penegakan diagnosis gagal jantung
juga dapat dilakukan imaging untuk
melihat ketidaknormalan lain di jantung. Misalnya dilakukan ekokardiogram, yang
dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan abnormalitas perikardial atau
miokardial, serta dapat menunjukkan adanya disfungsi sistolik dan atau
diastolik serta fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) (Dipiro, et al., 2008).
Diagnosis
untuk penyakit gagal jantung menurut Komite Medik RSUP. Dr. M. Djamil Padang
(2007) ialah :
a.
Anamnesis
1.
Sesak nafas, udem tungkai, dan kelelahan
merupakan gejala khas gagal jantung.
2.
Riwayat hipertensi, diabetes melitus,
hiperkolesterolemia, penyakit jantung koroner, kelainan katup, alkoholisme,
penyakit tiroid.
3.
Riwayat keluarga: penyakit
ateroskeloris, kardiomiopati, kematian mendadak, penyakit gangguan konduksi.
4.
Tidak ada hubungan antara gejala yang
timbul dengan beratnya disfungsi jantung yang terjadi dan prognosis penyakit.
b.
Pemeriksaan Fisik
1.
Tanda-tanda klinis gagal jantung harus
dinilai dengan pemeriksaan fisik yang seksama meliputi inspeksi, palpitasi, dan
auskultasi.
2.
Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada
gagal jantung kanan dan/atau kiri antara lain: takikardia, peningkatan tekanan
vena jugular, bunyi jantung gallop, ascites, hepatomegali, dan edema tungkai.
c.
Pemeriksaan Penunjang (pemeriksaan
utama)
1.
Elektrokardiogram
i.
Sebagian besar gambaran EKG pada gagal
jantung kronik adalah abnormal. Normal EKG memiliki nilai prediksi negatif
disfungsi ventrikel kiri lebih dari 90%.
ii.
Gelombag Q dan LBBB merupakan pertanda
penurunan fraksi ejeksi yang baik.
iii.
Gambaran EKG dengan hipertrofi atrium
kiri dan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan disfungsi sistolik atau
diastolik saja, tetapi memiliki nilai prediksi yang rendah.
iv.
Fibrasi atrial, flutter atrial dan
aritmia ventrikular sangat penting sebagai faktor kausa maupun faktor penyerta
gagal jantung.
v.
Holter elektrokardiografi tidak memiliki
nilai dalam diagnosis gagal jantung kronik dan hanya dilakukan pada pasien
gagal jantung kronik dengan aritmia yang simptomatik.
2.
Foto toraks
i.
Pemeriksaan foto toraks merupakan
pemeriksaan diagnostik pendahuluan yang harus dilakukan pada kasus gagal
jantung.
ii.
Nilai prediksi yang tinggi diperoleh
bila interpretasi foto toraks disertai temuan klinis dan gambaran anomali EKG.
iii.
Gambaran foto toraks yang bermanfaat
untuk menilai gagal jantung adalah tanda-tanda pembesaran jantung dan bendungan
paru.
iv.
Foto toraks juga dapat membantu dalam
memberikan informasi penyebab sesak nafas lain.
3.
Laboraturium
Pemeriksaan
laboraturium rutin untuk diagnosis gagal jantung meliputi pemeriksaan darah
rutin (hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit), kadar elektrolit,
kreatinin, glukosa, enzim hepar, dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan yang
dapat dipertimbangkan adalah kadar TSH, kadar asam urat, urea darah, dan
pemeriksaan enzim jantung. Pemeriksaan BNP (brain
natriuretic) memiliki nilai prediksi yang tinggi.
4. Ekokardiografi
Ekokardiografi
merupakan pemeriksaan pilihan untuk menilai disfungsi jantung pada saat beristirahat.
c.
Pemeriksaan
Tambahan
1.
Stress ekokardiografi: bermanfaaat untuk
mendeteksi iskemia miokard sebagai penyebab disfungsi reversible ataupun
disfungsi permanen.
2.
Kardiologi Nuklir: secara rutin tidak
direkomendasikan, meskipun memiliki nilai diagnostik dan prognostik yang dapat
dipercaya.
3.
Treadmill test: memiliki kemampuan
terbatas dalam diagnosis gagal jantung, meskipun demikian seseorang dengan
kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan treadmill dan tidak dalam terapi
gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung. Aplikasi utama
pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah untuk menilai fungsi, kemajuan
terapi dan stratifikasi prognosis.
4.
Diagnosis invasif: secara umum tidak
direkomendasikan pada kasus gagal jantung yang sudah pasti diagnosisnya, tetapi
mungkin penting dalam menjelaskan penyebab atau dalam memperoleh informasi
diagnostik.
i.
Kateterisasi jantung dapat
dipertimbangkan pada:
a)
Penderita yang mengalami dekompensasi
akut pada gagal jantung kronik atau pada gagal jantung berat (syok atau edema
paru akut) yang tidak memberikan respon pada terapi awal.
b)
Kardiomiopati dilatasi (DCM) untuk
menyingkirkan kemungkinan kelainan koroner.
c)
Gagal jantung refrakter dengan etiologi
yang belum jelas.
d)
Regurgitasi katup mitral dan aorta
berat.
ii.
Kateterisasi jantung tidak
direkomendasikan pada:
a)
Gagal jantung terminal.
b)
Pada pasien yang bukan kandidat untuk
tindakan revaskularisasi kardiak atau operasi katup.
c)
Penderita dengan anatomi arteria koroner
yang sudah diketahui tanpa episode baru infark miokard.
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap
gagal jantung di seluruh dunia. America Heart Association memperkirakan
terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun
2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahunnya.
Di Indonesia berdasarkan data dari RS Jantung
Harapan Kita, peningkatan
kasus ini dimulaipada 1997 dengan 248 kasus, kemudian meningkat dengan cepat hingga padatahun 2000 dengan 532 kasus.
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara
epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di
negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak
sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit
jantung katup dan poenyakit jantung malnutrisi.
·
Kelainan
otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungdi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
· Aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karenaterganggunya aliran darah ke otot jantung. Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
·
Hipertensi
Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
·
Penyakit
jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
·
Faktor
sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang
berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
I. PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG
Pada keadaan normal, cardiac output (volume darah yang
dikeluarkan per satuan waktu) adalah 5 L/menit dengan rata-rata denyut jantung
70 kali/menit. Dengan pengisian ventrikel normal 130 ml, fraksi ejeksi
normalnya lebih dari 50% isi ventrikel sehingga sekitar 60 ml volume yang
tersisa di ventrikel. Pada keadaan LVSD (Left
Ventricle Sistolik Disease), fraksi ejeksi menurun hingga di bawah 45% dan
gejala baru akan muncul ketika fraksi ejeksi di bawah 35%. Jika fraksi ejeksi
dibawah 10%, pasien beresiko terhadap pembentukan trombus di dalam ventrikel
kiri (Hudson, 2003).
Pada saat jantung mengalami gangguan
fungsi secara tiba-tiba, curah jantung dan tekanannya masih dapat dipertahankan
dengan mekanisme kompensasi walaupun tidak sama dengan nilai normalnya. Oleh
karena itu, jika gangguan fungsi jantung yang mendadak tersebut segera dapat
pertolongan yang memadai, maka mekanisme kompensasinya dapat dipertahankan
lebih lama, sehingga memberikan kesempatan fungsi inotropik jantung untuk
mempertahankan curah jantung dan oksigenasi jaringan sampai keadaan stabil
(Masud, 1989).
Mekanisme kompensasi yang terjadi
adalah sebagai berikut (Dipiro, et al.,
2008):
a.
Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
dengan aktivasi sistem saraf simpatik.
b.
Mekanisme Frank-Starling, dimana
peningkatan preload dapat
meningkatkan volume sekuncup.
Perfusi
ginjal pada gagal jantung diturunkan baik karena penurunan cardiac output dan redistribusi darah dari organ non-vital.
Penurunan perfusi ginjal tersebut mengaktifkan sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Dimana penurunan perfusi ginjal dan
peningkatan saraf simpatik tersebut akan menstimulasi pelepasan renin dari sel
juxtaglomerular di ginjal. Renin bertanggungjawab terhadap perubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I yang kemudian angiotensin I tersebut akan
diubah menjadi angiotensin II oleh Angiotensin
Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II akan menstimulasi pelepasan
aldosteron, dimana aldosteron tersebut berperan dalam retensi air dan natrium
di ginjal. Selanjutnya, retensi air dan natrium tersebut akan meningkatkan
volume intravaskular, volume ventrikel kiri, dan peningkatan preload dan daya kontraksi
meningkat.
a.
Vasokontriksi.
Vasokontriksi
terjadi pada pasien gagal jantung untuk membantu aliran darah dari organ ke
jantung dan sirkulasi otak untuk membantu tekanan darah. Beberapa neurohormonal
terlibat dalam mekanisme ini seperti norepinefrin, angiotensin II dan arginin
vasopressin (AVP).
b.
Hipertofi ventrikel dan remodeling.
Merupakan pelebaran yang menerangkan
perubahan baik pada sel miokardium dan matriks ekstraseluler yang mengakibatkan
perubahan ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi dari jantung. Hipertrofi
ventrikel dan remodeling terjadi pada kondisi yang disebabkan oleh luka sel
miokardium, termasuk infark miokardial, kardiomiopati, dan hipertensi.
Walaupun
mekanisme kompensasi tersebut pada awalnya dapat menjaga fungsi jantung, akan
tetapi mekanisme tersebut juga berperan dalam pemunculan gejala gagal jantung
dan dapat memperparah penyakit (Dipiro, et
al., 2008).
Manifestasi Klinis
Gejala yang dirasakan pasien
bervariasi dari asimptomatis (tidak bergejala) hingga syok kardiogenik
(Sukandar, et al., 2008). Sedangkan
gejala utama yang timbul pada pasien gagal jantung adalah dyspnea (sesak nafas) dan kelelahan, yang dapat menyebabkan
intoleransi terhadap aktivitas fisik dan overload
cairan, dimana hal tersebut dapat menimbulkan kongestif paru dan edema perifer
(Dipiro, et al., 2008).
Penurunan curah jantung, kurangnya
oksigen dan pasokan darah ke otot menyebabkan kelelahan, pernafasan pendek pada
saat beraktivitas (dyspnea) ataupun saat berbaring (orthopnea). Karena ketika
pasien berbaring, perubahan postural menyebabkan tekanan perut pada diafragma
menyebarkan edema ke paru-paru, dan menyebabkan sesak nafas. Pada malam hari,
gejala yang di timbulkan oleh paru-paru menimbulkan batuk dan meningkatkan
produksi urin (nocturia) sehingga dapat menyebabkan gangguan tidur. Pasien yang
terbangun pada malam hari, secara bertahap akan mengakumulasi cairan di
paru-paru yang dapat menyebabkan nafas terengah-engah (paroxymal nocturnal dyspnea) (Hudson, 2003).
Pada perjalanan penyakit jantung,
perlu diperhatikan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor
presipitasi berupa infeksi pada paru-paru, demam atau sepsis, anemia (baik akut
maupun kronis), kurangnya kepatuhan (seperti tidak minum obat diuretik atau
digitalis, atau tidak diet rendah garam), beban cairan yang berlebihan,
terjadinya infark akut berulang, aritmia, emboli paru, keadaan-keadaan high output, melakukan pekerjaan beban
berat dan mendadak (seperti lari, naik tangga), stres emosional, serta
hipertensi yang tidak terkontrol (Suryadipraja, 1996).
Tabel
1. Kelas Fungsional Gagal Jantung Menurut NYHA (Irnizarifka, 2011).
Kelas Fungsional
|
Penilaian Objektif
|
I
|
Pasien
dengan penyakit jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas
fisik biasa tidak menimbulkan keluhan berupa kelelahan yang sangat, sesak
nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
|
II
|
Pasien
dengan gagal jantung disertai pembatasan aktivitas fisik minimal atau ringan,
nyaman saat istirahat.
Aktivitas
fisik biasa sudah menimbulkan keluhan lelah yang sangat, sesak nafas,
palpitasi, maupun nyeri dada angina.
|
III
|
Pasien
dengan penyakit jantung disertai pembatasan aktivitas fisik yang nyata,
nyaman dengan istirahat.
Aktivitas
fisik lebih ringan dari biasa sudah menimbulkan keluhan lelah yang sangat,
sesak nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina.
|
IV
|
Pasien
dengan penyakit jantung yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik sama
sekali.
Keluhan
lelah yang sangat, sesak nafas, palpitasi, maupun nyeri dada angina bahkan
dapat timbul saat istirahat
|
Diagnosis
Dalam
penetapan diagnosis gagal jantung tidak dapat dilakukan dengan tes tunggal. Hal
tersebut di karenakan gagal jantung dapat disebabkan atau diperburuk oleh
berbagai gangguan baik dari jantung maupun bukan dari jantung. Tahap evaluasi
awal mencakup perhitungan darah komplit, serum elektrolit (termasuk Mg), uji
fungsi ginjal dan hati, urinalisis, profil lipid, x-ray dada, serta
elektrokardiogram (EKG) (Dipiro, et al.,
2008).
Selain
pemeriksaan fisik dan tes laboraturium, dalam penegakan diagnosis gagal jantung
juga dapat dilakukan imaging untuk
melihat ketidaknormalan lain di jantung. Misalnya dilakukan ekokardiogram, yang
dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan abnormalitas perikardial atau
miokardial, serta dapat menunjukkan adanya disfungsi sistolik dan atau
diastolik serta fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) (Dipiro, et al., 2008).
Diagnosis
untuk penyakit gagal jantung menurut Komite Medik RSUP. Dr. M. Djamil Padang
(2007) ialah :
a.
Anamnesis
1.
Sesak nafas, udem tungkai, dan kelelahan
merupakan gejala khas gagal jantung.
2.
Riwayat hipertensi, diabetes melitus,
hiperkolesterolemia, penyakit jantung koroner, kelainan katup, alkoholisme,
penyakit tiroid.
3.
Riwayat keluarga: penyakit
ateroskeloris, kardiomiopati, kematian mendadak, penyakit gangguan konduksi.
4.
Tidak ada hubungan antara gejala yang
timbul dengan beratnya disfungsi jantung yang terjadi dan prognosis penyakit.
b.
Pemeriksaan Fisik
1.
Tanda-tanda klinis gagal jantung harus
dinilai dengan pemeriksaan fisik yang seksama meliputi inspeksi, palpitasi, dan
auskultasi.
2.
Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada
gagal jantung kanan dan/atau kiri antara lain: takikardia, peningkatan tekanan
vena jugular, bunyi jantung gallop, ascites, hepatomegali, dan edema tungkai.
c.
Pemeriksaan Penunjang (pemeriksaan
utama)
1.
Elektrokardiogram
i.
Sebagian besar gambaran EKG pada gagal
jantung kronik adalah abnormal. Normal EKG memiliki nilai prediksi negatif
disfungsi ventrikel kiri lebih dari 90%.
ii.
Gelombag Q dan LBBB merupakan pertanda
penurunan fraksi ejeksi yang baik.
iii.
Gambaran EKG dengan hipertrofi atrium
kiri dan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan disfungsi sistolik atau
diastolik saja, tetapi memiliki nilai prediksi yang rendah.
iv.
Fibrasi atrial, flutter atrial dan
aritmia ventrikular sangat penting sebagai faktor kausa maupun faktor penyerta
gagal jantung.
v.
Holter elektrokardiografi tidak memiliki
nilai dalam diagnosis gagal jantung kronik dan hanya dilakukan pada pasien
gagal jantung kronik dengan aritmia yang simptomatik.
2.
Foto toraks
i.
Pemeriksaan foto toraks merupakan
pemeriksaan diagnostik pendahuluan yang harus dilakukan pada kasus gagal
jantung.
ii.
Nilai prediksi yang tinggi diperoleh
bila interpretasi foto toraks disertai temuan klinis dan gambaran anomali EKG.
iii.
Gambaran foto toraks yang bermanfaat
untuk menilai gagal jantung adalah tanda-tanda pembesaran jantung dan bendungan
paru.
iv.
Foto toraks juga dapat membantu dalam
memberikan informasi penyebab sesak nafas lain.
3.
Laboraturium
Pemeriksaan
laboraturium rutin untuk diagnosis gagal jantung meliputi pemeriksaan darah
rutin (hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit), kadar elektrolit,
kreatinin, glukosa, enzim hepar, dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan yang
dapat dipertimbangkan adalah kadar TSH, kadar asam urat, urea darah, dan
pemeriksaan enzim jantung. Pemeriksaan BNP (brain
natriuretic) memiliki nilai prediksi yang tinggi.
4. Ekokardiografi
Ekokardiografi
merupakan pemeriksaan pilihan untuk menilai disfungsi jantung pada saat beristirahat.
c.
Pemeriksaan
Tambahan
1.
Stress ekokardiografi: bermanfaaat untuk
mendeteksi iskemia miokard sebagai penyebab disfungsi reversible ataupun
disfungsi permanen.
2.
Kardiologi Nuklir: secara rutin tidak
direkomendasikan, meskipun memiliki nilai diagnostik dan prognostik yang dapat
dipercaya.
3.
Treadmill test: memiliki kemampuan
terbatas dalam diagnosis gagal jantung, meskipun demikian seseorang dengan
kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan treadmill dan tidak dalam terapi
gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung. Aplikasi utama
pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah untuk menilai fungsi, kemajuan
terapi dan stratifikasi prognosis.
4.
Diagnosis invasif: secara umum tidak
direkomendasikan pada kasus gagal jantung yang sudah pasti diagnosisnya, tetapi
mungkin penting dalam menjelaskan penyebab atau dalam memperoleh informasi
diagnostik.
i.
Kateterisasi jantung dapat
dipertimbangkan pada:
a)
Penderita yang mengalami dekompensasi
akut pada gagal jantung kronik atau pada gagal jantung berat (syok atau edema
paru akut) yang tidak memberikan respon pada terapi awal.
b)
Kardiomiopati dilatasi (DCM) untuk
menyingkirkan kemungkinan kelainan koroner.
c)
Gagal jantung refrakter dengan etiologi
yang belum jelas.
d)
Regurgitasi katup mitral dan aorta
berat.
ii.
Kateterisasi jantung tidak
direkomendasikan pada:
a)
Gagal jantung terminal.
b)
Pada pasien yang bukan kandidat untuk
tindakan revaskularisasi kardiak atau operasi katup.
c)
Penderita dengan anatomi arteria koroner
yang sudah diketahui tanpa episode baru infark miokard.
1. Manifestasi
klinik(2)
-
Sesak nafas
-
Laju jantung meningkat
-
Pembesaran jantung
-
Paroxysmal
nocturnal dyspnea
-
Batuk kering
-
Lemah dan letih
-
Nocturia dan oliguria
-
Gejala-gejala serebral
(bingung, kemunduran memori, cemas, sakit kepala, insomnia, mimpi buruk,
kadang-kadang disorientasi, delirium, dan halusinasi)
-
Gejala pada abdomen
(asites, pembesaran perut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi)
2. Terapi
1. Terapi
nonfarmakologi(2,3)
a. Kontrol
hipertensi, menurunkan kebutuhan oksigen, mengatur kelainan metabolik yang
disebabkan oleh diabetes.
b. Koreksi
faktor risiko (aritmia, merokok, stress, hipertensi, toksin miokard, obat-obat
kardiotoksik).
c. Batasi
aktivitas dan batasi asupan kalori.
2. Terapi
farmakologi(3,4)
a. Obat-obat
inotropik
·
Glikosida
digitalis/Digoksin (Lanoxin®)
Mekanisme kerja:
meningkatkan kontraktilitas jantung.
Dosis:
·
Dosis awal 0,5 mg IV
diberikan perlahan selama 10-20 menit. Jika perlu, dosis tambahan 0,25 mg atau
0,125 mg dapat diberikan setelah 4 jam.
·
Pasien yang lebih muda
membutuhkan dosis 1 mg.
·
1-1,25 mg per oral 1
kali sehari, maintenance dose 0,125-0,25 mg.
·
Agonis reseptor
simpatetik, turunan quinolone, agonis β-1 selektif.
·
Inhibitor
fosfodiesterase.
b. Obat-obat
vasoaktif
Ø Vasodilator
vena
Mekanisme
kerja: penurunan kebutuhan oksigen miokard akibat venodilatasi dan dilatasi
arteri-arteriol.
Efek
samping: hipotensi postural yang berhubungan dengan gejala sisitim saraf pusat,
refleks takikardi, sakit kepala, wajah memerah, ruam, methemoglobinemia (dosis
tinggi jangka panjang).
Sediaan
beredar dan dosis:
o Nitrogliserin
§ Intravena
(Nitrocine®): 5 mcg/menit.
§ Sublingual/lingual:
0,3 mg.
§ Per
oral: 2,5 – 9 mg 3x sehari.
§ Salep:
0,5-1mg.
§ Patch
(Minitran®): 1 patch
o Eritriol
tetranitrat: 5-10 mg 3x sehari.
o Pentaeritriol
tetranitrat: 10-20 mg 3x sehari.
o Isosorbid
dinitrat
§ Sublingual/kunyah
(Cedocard®, Isoket®): 2,5-5 mg 3x sehari
§ Per
oral (Cedocard®, Isordil®): 5-10 mg 3x sehari
o
Isosorbid mononitrat
(Isomonit 60 SR®): 20 mg/hari atau 2x sehari.
Ø Vasodilator
arteri
Hydralazine,
Minoxidil, dosis 200-800 mg/hari.
Ø Calcium
channel blocker
Mekanisme kerja: vasodilatasi arteriol
sistemik dan arteri koroner, menyebabkan penurunan tekanan darah arteri,
tahanan pembuluh darah koroner, penekanan kontraktilitas miokard, kecepatan
konduksi nodus SA dan AV.
Indikasi: pasien kontraindikasi terhadap
β-blocker, angina Prinzmetal, penyakit vaskuler perifer, disfungsi ventrikuler
berat, hipertensi simultan.
Efek
samping: sakit kepala, edema, vasodilatasi, konstipasi, rasa tidak enak badan,
gangguan gastrointestinal.
Kontraindikasi:
hipersensitif, kehamilan sebelum minggu ke-20, wanita menyusui, syok
kardiovaskuler.
Sediaan beredar dan dosis:
·
Amlodipin besilat
(Actapin®, Amcor®, Norvask®): 5 mg/hari, bila perlu 10 mg/hari.
·
Diltiazem HCl
(Cardyne®, Dilatrop®, Herbesser®): 3x sehari 30 mg.
·
Felodipin (Plendin
Er®): dosis awal 2,5 mg/hari, selanjutnya 5 - 10 mg.
·
Nikardipin HCl
(Loxen®).
·
Nifedipin (Adalat®,
Calcianta®): 5-10 mg/hari
·
Nimodipin (Nimotop®):
cairan infus 10 mg/50 mL (5-14 hari), lanjutkan dengan tablet 6x2 (30 mg/tablet
salut film) sehari.
Ø Analog
prostasiklin (Epoprostenol)
c. Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) inhibitor
Mekanisme
kerja: menurunkan angiotensin II dan aldosteron, mempengaruhi efek negatif yang
ditimbulkan oleh senyawa-senyawa tersebut, seperti mereduksi remodeling ventrikuler, fibrosis
miokardial, apoptosis miosit, hipertropi kardiak, pelepasan norepinefrin,
vasokontriksi, dan retensi natrium dan air.
Efek
samping: sakit kepala, pusing, rhinitis, batuk, myalgia, kelelahan, mual,
muntah, dispepsia, paresthesa, ruam kulit, neutropenia dan agranulosit,
proteinuria, glomerulonephritis, dan gagal ginjal akut (terjadi pada <1%
penderita).
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, angioedema, kehamilan dan laktasi.
Tabel 1.Sediaan beredar
dan dosis:
Obat
|
Dosis awal
|
Survival benefit
|
Captopril(Capoten®,
Casipril®)
|
6,25
mg tid
|
50
mg tid
|
Enalapril(Rebacardon®,
Tenace®)
|
2,5-5
mg bid
|
10
mg bid
|
Lisinopril(Interpril®,
Noperten®)
|
2,5-5
mg qd
|
20-40
qd
|
Quinapril
(Accupril®)
|
10
mg bid
|
20-40
mg bid
|
Ramipril
(Triatec®)
|
1,25-2,5
mg bid
|
5
mg bid
|
Fosinopril
(Acenor M®)
|
5-10
mg qd
|
40
mg qd
|
Trandolapril
(Tarka®)
|
0,5-1
mg qd
|
4
mg qd
|
d. β-blocker
Mekanisme
kerja: antagonis reseptor β- adrenergic, menurunkan frekuensi denyut jantung,
daya kontraksi jantung, dan tekanan darah.
Efek
samping: hipotensi, gagal jantung, bradikardi, blockade jantung, bronkospasmus,
vasokontriksi perifer, dan klaudikasi intermiten, perubahan metabolism glukosa,
kelelahan, lemas, dan depresi.
Kontraindikasi:
sinus bradikardi, syok kardiogenik, dan gagal jantung.
Dosis:
·
Bisoprolol fumarat
(Concor®): 1,25 mg/hari, dosis target 10
mg/hari
·
Karvedilol (Mikelan®):
3,125 mg dua kali sehari, dosis target 25 mg 2 kali sehari (50 mg 2 kali/hari
untuk pasien dengan berat badan>85
kg)
·
Metoprolol (Ateksi®, Lopresor®,
Seloken®): dosis awal 12,5-25 mg/hari, dosis target 200 mg/hari
e. Angiotensin
II receptor blockers (ARB)
Mekanisme
kerja: Menahan langsung reseptorangiotensin tipe II yang memperantarai efek
angiotensin II (vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,
pelepasan hormon antidiuretik, dan konstriksi arteriol eferen glomerulus).
Efek
samping: infeksi saluran pernafasan atas, nyeri punggung, gajala flu, pusing,
sakit kepala.
Kontraindikasi:
kehamilan dan laktasi, gagal ginjal berat, gagal hati berat dan gout.
Tabel 2.Sediaan beredar
dan dosis:
Obat
|
Dosis
|
Valsartan
(Diovan®)
|
Dosis
awal 40 mg 1 kali sehari, maks 320 mg dalam dosis terbagi
|
Candesartan
(Blopress®)
|
Dosis
awal 4 mg 1 kali/hari, dapat ditingkatkan menjadi 16 mg 1 kali/hari
|
f. Diuretik
Diperlukan
untuk mengatasi retensi cairan pada pasien.Diuretik Tiazid merupakan diuretik
lemah dan digunakan secara tunggal dan jarang pada gagal jantung kongestif.
Namun, diuretika Tiazid atau analog Tiazid (misalnya Metolazon) dapat digunakan
sebagai senyawa diuresis yang efektif bila dikombinasikan dengan diuretik loop
Henle.Diuretik Loop Henle sering digunakan pada terapi CHF.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar