Minyak
Jelantah
Minyak merupakan trigliserida yang
tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25°C) dan
lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami
oksidasi. Minyak yang berbentuk padat
biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya
minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa,
dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus
dan lain-lain (Ketaren, 1986).
Minyak goreng merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan – bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai
media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Di Indonesia, minyak goreng
diproduksi dari minyak kelapa sawit dalam skala besar. Hingga tahun 2010 diperkirakan produksi minyak sawit
mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun. (Derom Bangun, 1998). Setelah digunakan, minyak goreng tersebut
akan mengalami perubahan dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa
yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Perubahan sifat ini menjadikan
minyak goreng tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai bahan makanan. Oleh karena itu minyak goreng yang
telah dipakai atau minyak jelantah (waste cooking oil) menjadi barang buangan atau limbah dari industri
penggorengan( anonym,1998 ).
Minyak jelantah (waste cooking
oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng
seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, dan
minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya,
dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner. Tapi bila ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa
pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan
generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak
jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek
kesehatan manusia dan lingkungan ( Ketaren, 1986).
Potensi minyak jelantah yang dihasilkan
oleh hotel, restaurant dan warung-warung di Pekanbaru sangat besar. Diperkirakan hampir 3.000 liter
setiap hari, minyak jelantah dijual kembali kepada pengepul untuk dijadikan
minyak goreng baru dan dipasarkan kepada masyarakat. Berdasarkan
pengalaman, minyak jelantah memang bisa diputihkan (bleaching) dengan zat kimia
atau disaring kembali sehingga lebih bersih dan terlihat lebih jernih. Namun
ini membahayakan kesehatan manusia karena adanya zat karsinogenik yang memicu
terjadinya penyakit kanker pada manusia (Derom Bangun, 1998).
Minyak goreng yang digunakan berulang
kali untuk menggoreng dapat berbahaya bagi kesehatan karena senyawa-senyawa
penyusun minyak dapat mengalami perubahan fisika dan perubahan kimia. Penggunaan miinyak goreng secara
berulang biasanya ditemukan pada warung-warung atau tempat-tempat yang menjual
gorengan lain. Minyak goreng yang belum digunakan tersusun atas asam lemak
tidak jenuh atau asam lemak yang mengandung ikatan rangkap. Derajat ketidakjenuhan minyak berkurang
seiring bertambahnya suhu bahkan pemanasa dapat menyebabkan rantai-rantai asam
lemak putus menjadi radikal-radikal bebas yang berbahaya bagi kesehatan
(Ketaren,1986).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pemanasan pada minyak selama 30 menit dengan suhu di atas 125 derajat celcius
dapat menyebabkan munculnya senyawa-senyawa baru yang beracun bagi tubuh dari
pemutusan rantai-rantai asam lemak. Salah satu senyawa yang beracun yaitu trans
2-hidroksil oktenal (HNE). Senyawa ini sangat berbahaya karena mudah
diserap oleh tubuh dan bersifar racun (toksit) terhadap biomolekul-biomolekul
di dalam tubuh seperti DNA dan protein. selain itu pemanasan terus menerus terhadapat minyak dapat menghasilkan
pula beberapa senyawa lain yang bersifat toksit terhadap tubuh yakni
4-hifroksihekseksal, 4-hidroksioktenal dan hepta 2,4-dienal( Perry,1986 ).
Oleh sebab itu, penggunaan minyak goreng
sebaiknya diperhatikan agar jangan digunakan berulang-ulang. Untuk
warung-warung atau tempat-tempat gorengan sebaiknya penggunaan minyak
diperhatikan agar sekali atau dua kali digunakan telah habis sehingga dapat
ditambah lagi minyak yang baru, jangan satu liter minyak digunakan sekali.
Walaupun berbahaya bagi kesehatan, minyak jelantah dapat difungsikan untuk
membuat bahan bakar biodisel melalui reaksi transesterifikasi, bahkan
berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa pihak biodisel minyak jelantah
lebih ramah lingkungan dibanding solar (Ketaren,1986).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar