Google ads

Kamis, 19 Maret 2015

TINJAUAN UMUM APOTEK



2.1.  Apotek dan Apoteker Pengelola Apotek
Institusi penting dalam pelayanan penyaluran obat kepada masyarakat adalah apotek.Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (PP No. 51 tahun 2009).Tugas  dan fungsi apotek menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 adalah :
1.         Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
2.         Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
3.         Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
4.         Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Suatu apotek dapat berjalan dengan baik apabila seluruh aktivitas seperti pengadaan, penyimpanan, pelayanan, keuangan dan administrasi ditata dengan baik.Perbekalan farmasi meliputi obat, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetik dan lain sebagainya harus dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku karena pengelolaan perbekalan di apotek akan mempengaruhi kelengkapan obat, persediaan obat dan keuangan, hal tersebut akan menunjukan citra dari suatu apotek.
Apotek merupakan suatu tempat yang wajib melayani resep Dokter, Dokter gigi dan Dokter hewan.Pelayanan resep menjadi tanggung jawab Apoteker pengelola Apotek.Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker juga berkewajiban untuk memberikan informasi tentang penggunaan obat secara tepat, aman , rasional kepada pasien. Apoteker Pengelola Apotek, Apotek pendamping, atau Apoteker Pengganti diijinkan menjual obat keras tanpa resep dokter yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (Daftar OWA) yang telah ditetapkan oleh menkes.
Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Mengenai Persyaratan Registrasi untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan antara lain :
1.      memiliki ijazah Apoteker
2.      memiliki sertifikat kompetensi profesi 
3.      memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janjiApoteker 
4.      memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik
5.      membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Dan untuk Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaankefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanankefarmasian.SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian difasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran.

2.1.1.  Tugas dan Kewajiban Apoteker
Sebagai pengelola apotek, apoteker mrmpunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut :
1.      Membuat Visi dan Misi.
2.      Membuat strategi, tujuan, sasaran dan program kerja
3.      Merencanakan dan mengatur kebutuhan barang, yaitu obat, bahan obat, alat kesehatan, perbekalan farmasi lainnya untuk suatu periode tertentu.
4.      Memimpin dan mengawasi seluruh aktivitas apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.      Mengatur dan mengawasi penjualan dalam bentuk resep, penjualan bebas, dan langganan serta menetapkan kebijakan harga
6.      Melakukan pengawasan terhadap obat dan bahan obat secara kualitatif dan kuantitatif, melakukan control terhadap peracikan, pelayanan terhadap resep yang dibuat dan diserahkan kepada pasien serta menyelenggarakan informasi obat kepada pasien.
2.1.2   Peranan Apoteker Pengelola Apotek
Selain memiliki fungsi social bidang pengabdian profesi, apotek juga memiliki fungsi ekonomi yang mengharuskan suatu apotek memperoleh laba untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kelangsungan usahanya.Oleh karena itu, apoteker sebagai salah satu tenaga professional kesehatan dalam mengelola apotek tidak hanya dituntut dari segi teknis kefarmasian saja tetapi juga dari segi menejemen.
Di saat ini dan masa mendatang apoteker menghadapi tantangan untuk dapat memecahkan berbagai permasalahan dalam system pelayanan kesehatan modern dan mengembangkannya sesuai perkembangan system itu sendiri. Peran apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan seven star pharmacistmeliputi :
1.       Care giver
Farmasis sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan kimia, analisis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan.Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dengan pasien secara undividu maupun kelompok.Farmasis harus mengintegrasikan pelayanannya pada system palayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2.      Decision-maker
Farmasis mendasarkan pekerjaanya pada kecukuoan, keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya SDM, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan, dll.Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan farmasis perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.
3.       Communicator
Farmasis mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, nonverbal, mendengar dan kemampuan menulis dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.
4.      Leader
Farmasis diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5.       Manager
Farmasis harus efektif dalam mengelila sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Labih jauh lagiii farmasis mendarang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal yang berhubungan dengan obat.

6.      Life-long learner
Farmasis harus senang belajar sejak dari kuliah dan menjamin bahwa keahlian dan ketrampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek profesi. Farmasis juga harus memperlajari cara belajar yang efektif.
7.       Teacher
Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melarih farmasis generasi mendatang. Pasrtisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan baru satu samal ain, tetapi juga kesemparan memperolah pengalaman dan peningkatan ketrampilan.

2.1.2.1  Bidang Pengabdian Profesi
1.      Melakukan penelitian seperlunya terhadap semua jenis obat dan bahan obat yang dibeli secara kualitatif dan kuantitatif.
2.      Mengadakan pengontrolan terhadap bagian pembuatan.
3.      Mengadakan pengontrolan serta pengecekan terhadap pelayanan atas resep yang telah dibuat dan diserahkan kepada pasien.
4.      Memberikan informasi tentang obat pada pasien, dokter, dan sebagainya.
5.      Menyelenggarakan komunikasi dengan mengusahakan segala sesuatunya agar dapat melancarkan hubungan keluar, masalah survei pasar, promosi dan publikasi.


2.1.2.2  Apoteker Sebagai Manajer Operasional
Apoteker berperan sebagai manajer harus memiliki kemampuan managerial. Dengan demikian apoteker dituntut untuk memiliki keahlian dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari :
1.         Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi serta penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, system, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan apotek.
2.         Pengorganisasian
Kemampuan mengorganisasikan, meliputi :
·         Pembagian atau pengelompokan aktivitas-aktivitas yang sama dan seimbnag kepada setiap karyawan.
·         Penentuan tugas masing-masing kelompok.
·         Pemilihan orang-orangnya, disesuaikan dengan pendidikan, sifat-sifatnserta pengalamannya.
·         Pemberian wewenang dan tanggung jawab.
3.         Pengarahan
Pengarahan adalah kemampuan menggerakn bawahannya agar mereka rja dengan sukarela, senang hati dan tidak terpaksa. Disinilahdiperlukn bakat kepemimpianan yang berwibawa, yang dilakukan dengan cara berkomunikasi, memimpin, berkonsultasi, member instruksi, pendisiplinan dan meberi motivasi sehingga semua karyawan bekerja dengan baik.
4.         Pengkoordinasian
Koordinasi adalah usaha agar terjadi keselarasan antara tugas yang dilakukan oleh seorang dengan orang lain dan antara suatu bagian dengan bagian yang lain sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran, tidak tepat atau duplikasi pekerjaaan.
5.         Pengawasan
Pengawasan adalah kemampuan mengawasi, memeriksa semua kegiatan yang berjalan, sesuai tidak dengan tujuan yang akan dicapai, dimana hasil dari suatu kegiatan dinilai dengan cara membandingkannya dengan suatu standar tertentu. Jika tidak sesuai maka diadakan perbaikan selanjutnya.

2.1.2.3  Apoteker Sebagai Tenaga Teknis Farmasi
Sebagai tenaga profesional seorang farmasis hendaknya berperan aktif dalam mendukung upaya pemerintah untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri. Apoteker bertanggung jawab terhadap keabsahan obat atau bahan farmasisebagai sediaan jadi atau bahan baku yang yang diperlukan dalam pembuatan dan peracikan obat bagi penderita selain itu Tugas farmasis adalah:
1.      Menjelaskan obat-obat yang digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya
2.      Memberi informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani
3.      Memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat
4.      Memberikan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit
5.      Memberi penyuluhan kepada masyarakat
6.      Membuat bulletin, leaflet, poster dan iklan layanan masyarakat seputar obat.

2.2    Pendirian Apotek
2.2.1   Studi Kelayakan Mendirikan Apotek
      Studi kelayakan adalah suatu metode penjajakan gagasan suatu proyek mengenai kemungkinan layak atau tidaknya untuk dilaksankan. Dalam mendirikan sebuah apotek, sebaiknya terlebih dahulu harus di pahami  mengenai studi kelayakan tersebut. Pemahaman dan pelaksanaan studi kelayakan ini dapat menghindarkan kita dari hal-hal yang dapat menyebabkankegagalan dalam membuka apotek, yang termasuk kedalam studi kelayakan dalam membuka apotek adalah :
1.      Pengenalan
Dalam membuka suatu apotek baru, kita harus terlebih dahulu mengenal mengenai profesi APA, peran profesi APA, fungsi Apotek, usaha-usaha dalam apotek, kemampuan diri, dan interaksi lingkungan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang apoteker, seorang apoteker dituntut untuk menjalankan Pharmaceutical Care,dengan adanyaparadigma baru yaitu pelayanan kefarmasian yang telah bergeser dari “drug oriented” menjadi “patient oriented”. Paradigma tersebut tentunya mempunyai andil besar pada kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas, menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
2.      Analisa Lokasi
Dalam suatu studi kelayakan perlu diperhatikan tentang lokasi yang paling menguntungkan untuk apotek, maka dalam penentuan lokasi pendirian apotek, harus diperhitungkan terlebih dahulu :
·         Letak lokasi apotek yang akan didirikan, mudah atau tidaknya dijangkau oleh pasien dan adanya tempat parker kendaraan pasien
·         Letak lokasi apotek dengan supplier relative dekat dan mudah dicapai
·         Lokasi apotek daerahnya tidak jorok, tidak macet dan sempit.
·         Jumlah penduduk
·         Jumlah dokter
·         Keadaan social dan ekonomi rakyat di sekitar apotek
·         Ada tidaknya fasilitas lain di sekitar apotek, seperti rumah sakit, klinik, praktek dokter.
3.      Analisis keuangan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan analisis keuangan, yaitu :
·         Modal minimal, yaitu modal untuk pengadaan sarana dan prasarana sebagai syarat dapat diterbitkannya izin apotek
·         Sumber modal, yaitu modal sendiri dan sumber kredit
·         Analisis Titik Impas, yaitu suatu analisis yang dilakukan untuk mnetapkan titik dimana hasil penjualan akan menutupi jumlah biayanya, baik itu biaya tetap maupun biaya variable, dngan analisis titik impas ini apotek tidak memperolah laba dan juga tidak mengalami kerugian. Analisis impas ini digunakan untuk mempelajari hubungan antara penjualan, biaya dan laba
Rumus umum yang digunakan untuk menentukan titik impas adalah :
                  Titik Impas =
Keterangan
§  Biaya tetap (BT) adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah barang yang terjual
§  Biaya variable adalah biaya yang bergantung pada jumlah barang yang terjual. Untuk apotek, BV adalah nilai pembelian dari barang yang terjual
§  Harga pokok penjualan (HPP) adalah harga pokok/nilai pembelian dari barang yang terjual pada kurun waktu tertentu, merupakan hasil perhitungan harga pokok dari persediaan barang awal ditambah pembelian barang pada waktu tertentu dikurangi persediaan barang akhir
§  Omzet adalah nilai penjualan dari barang yang terjual pada kurun waktu tertentu.

2.2.2   Izin Pendirian Apotek
Sesuai dengan Keputusan MenKes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, izin pendirian apotek diberikan oleh menteri. Menteri dapat melimpahkan wewenang pemberian izin apotek  kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian izin apotek adalah :
·       Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
·       Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
·       Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

2.2.3   Manajemen Apotek
Manajemen apotek adalah menejemen farmasi yang diterapkan diapotek. Sekecil mungkin apapun suatu apotek, system manajemennya akan terdiri atas setidaknya beberapa tipe manajemen  yaitu : manajemen keuangan, manajemen pembelian, manajemen penjualan, manajemen persediaan barang, manajemen pemasaran dan manajemen khusus.
1.      Manajemen keuangan tentunya berkaitan dengan pengelolaan keuangan, keluar masuknya uang, penerimaan, pengeluaran, dan perhitungan farmako ekonominya.
2.      Manajemen pembelian meliputi pengelolaan defekta, pengelolaan vendor, pemilihan item barang yang harus dibeli dengan memperhatikan FIFO dan FEFO, kinetika arus barang, serta pola epidemiologi masyarakat sekitar apotek.
3.      Manajemen penjualan meliputi pengelolaan penjualan tunai, kredit, kontraktor
4.      Manajemen persediaan barang meliputi pengelolaan gudang, persediaan bahan racikan, kinetika aarus barang. Manajemen persediaan barang berhubungan langsung dengan manajemen pembelian.
5.      Manajemen pemasaran , berkaitan dengan pengelolaan dan teknik pemasaran untuk meraih pelanggan sebanyak-banyaknya. Manajemen pemasaran ini tampak padaapotek modern, tetapi jarang diterapkan pada apotek-apotek konvensional.
6.      Manajemen khusus, merupakan manajemen khas yang diterapkan apotek sesuai dengan kekhasannya, contohnya pengelolaan untuk apotek yang dilengkapi dengan laboratorium klinik, apotek dengan swalayan, dan apotek yang bekerjasama dengan balai pengobatan, dan lain-lain.

2.3      Pengelolaan Apotek
2.3.1   Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2.3.2   Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Lingkungan fisik suatu apotek merupakan factor utama yang mempengaruhi kesuksesan apotek.Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga.Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
1.      Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2.      Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi informasi.
3.      Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4.      Ruang racikan.
5.      Tempat pencucian alat.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

2.3.3   Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Lainnya
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out)
  1. Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
a.       Pola penyakit
b.      Kemampuan masyarakat.
c.       Budaya masyarakat.
  1. Pengadaan.
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan pediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Penyimpanan.
Dalam hal penyimpanan harus diperhatikan antara lain :
·         Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
·         Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
·         Wadah baru, wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
·         Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.

2.3.4   Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
·         Administrasi Umum:
Termasuk didalamnya adalah : pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
·         Administrasi Pelayanan:
Termasuk didalamnya pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

2.3.5   Pengelolaan Pelayanan di Apotek
2.3.5.1  Pelayanan Resep
1.         Skrining ResepApoteker melakukan skrining resep meliputi :
1.    Persyaratan Administratif meliputi:
§  Nama, SIP dan alamat dokter
§  Tanggal penulisan resep
§  Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
§  Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
§  Cara pemakaian yang jelas
§  Informasi lainnya
2.    Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
3.    Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2.3.5.2  Penyiapan obat.
1.      Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2.      Etiket.
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3.      Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
4.      Penyerahan Obat.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
5.      Informasi Obat.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6.      Konseling.
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah.Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
7.      Monitoring Penggunaan Obat.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
8.      Promosi dan Edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.

2.3.5.3  Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.3.5.4  Evaluasi Pelayanan Mutu
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
  1. Tingkat kepuasan konsumen dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
  2. Dimensi waktu lama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).
  3. Prosedur Tetap ( Protap )Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:
  1. Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat;
  2. Adanya pembagian tugas dan wewenang;
  3. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek;
  4. Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru;
  5. Membantu proses audit.
Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut:
  1. TujuanMerupakan tujuan protap.
  2. Ruang lingkupBerisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan.
  3. HasilHal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.
  4. PersyaratanHal hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.
  5. ProsesBerisi langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar.Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

2.4      Kewajiban-Kewajiban Apotek
Yang termasuk kewajiban apotek adalah membayar pajak, yaitu Pajak Penghasilan (PPh pasal 21), Pajak Penghasilan Badan (PPh pasal 25), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kewajibannya yang lain adalah membayar restribusi sampah, izin pendirian, pajak reklame dan pajak bumi dan bangunan.
Pajak adalah suatu kewajiban setiap warga Negara untuk menyerahkan sebagian dari hasil kekayaannya atau penghasilannya kepada negara, menurut peraturan perundang-undagan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan dipergunakan untuk kepentigan masyarakat.

2.4.1   Pajak Penghasilan (PPh pasal 21)
Pajak penghasilan adalah \pajak atas gaji, upah, honorarium, imbalan jasa dan kenikmatan lain yang dibayarkan kepada orang pribadi, terhutang kepada pemberi kerja ( majikan, bendaharawan pemerintah dan perusahaan ) sehubungan dengan pekerjaan, jabatan dan hubungan kerja yang akan dilakukan di Indonesia.
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk wajib pajak orang pribadi berdasarkan Undang-Undang RI. No. 17 tahun 2001 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk wajib pajak orang pribadi
Keterangan
Jumlah
T.K. (Tidak Kawin)
K.O. (Kawin Tanpa Anak)
K.1. (Kawin 1 Orang Anak)
K.2. (Kawin 2 Orang Anak)
K.3. (Kawin 3 Orang Anak)
Rp. 2.880.000
Rp. 4.320.000
Rp. 5.760.000
Rp. 7.200.000
Rp. 8.640.000

Penghasilan kena pajak didasarkan kepada tariff penghasilan menurut UU RI No. 10 tahun 1994 dan dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tabel 2.Penghasilan kena pajak didasarkan kepada tarif pajak penghasilan.
Penghasilan Kena Pajak
% Pajak
Sampai dengan Rp. 25.000.000
Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000
Rp. 100.000.000 s/d Rp. 150.000.000
Di atas Rp. 200.000.000
5 %
10 %
15 %
25 %
35 %

2.4.2   Pajak Penghasilan Badan (PPh Pasal 25)
Pajak Penghasilan Badan pasal 25 adalah pajak yang dipungut dari perusahaan atas laba yang diperoleh perusahaan tersebut.Penentuan besar pajak ini didasarkan pada penghasilan bersih.

2.4.3   Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut UU PPN 1984, tarif pajak secara umu adalah 10 % untuk semua barang kena pajak (BKP). Dasar pengeluaan pajak untuk PPN adalah jumlah harga jual.PPN yang harus disetor ke kas negara oleh pengusaha kena pajak (PKP) merupakan selisih dari pajak masukan dengan pajak keluaran.
Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka selisih merupakan kelebihan pajak yang terutang dalam masa berikutnya atau dapat diminta kembali. Tetapi bila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan pajak yang harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya dan dilaporkan ke kantor pelayanan pajak.

Tidak ada komentar:

Google Ads