Google ads

Minggu, 15 Maret 2015

Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular.Sementara, sepertiga dari seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major cardiovascular events.Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2001 di seluruh dunia terjadi satu serangan jantung setiap 4 detik dan satu stroke setiap 5 detik.Dilaporkan juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria.
            Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevationmyocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
PATOGENESIS
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dariproses aterosklerosis. Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam hidup keseharian.Diantaranya adalah factor-faktor hemodinamik, hipertensi, hyperlipidemia, serta derivate merokok dan toksin (misal homosistein atau LDL-C teroksidasi. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filled macrophages (foam cells), massiveextracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrouscups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil.
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA.
Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerableatherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit sertapembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi coroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relative kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit.
            Proses inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam proses poto-biologis SKA, dimana vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi
dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik.Pada keadaan inflamasi terdapat peninggian konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen di dalam sirkulasi.Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena tergganggunya aliran darah.Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada pathogenesis angina pektoris.Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri.Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor(EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2.Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi.Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi plateletdependent vasocontriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, dan thrombin dependent vasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah.
            Angina pectoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri.Umumnya, angina dipicu oleh akitivitas yang meningkatkan kebutuhan miokardium, setelah latihan fisik.
Riwayat klinis
Nyeri dada
Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA.Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
v  Lokasi                         : substermal, retrostermal, dan prekordial
v  Sifat nyeri       : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
v  Penjalaran ke   : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
v  Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
v  Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
v  Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.

Sesak napas
Ansietas, berkeringat, dan sesak napas dapat terjadi bersamaan dengan nyeri dada.Kadang, sesak napas tanpa nyeri dada terjadi pada pasien dengan penyakit coroner berat atau berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri, sebagai akibat dari peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri.
Gangguan kesadaran
Sinkop jarang terjadi pada angina dan apabila terjadi harus diwaspadai akan diagnosis lainnya. Rasa pusing atau presinkop yang berhubungan dengan palpitasi dapat mengindikasikan adanya aritmia.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis.Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan >0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmiajantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkankelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut,dengan berbagai ciri dan katagori:
• Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam
2.3.4. Petanda Biokimia Jantung
            Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C samadengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting
dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah relative rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tnpa segment ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB. Pada angina pektoris, tidak ditemukannya enzim-enzim, tersebut, hal inilah yang menjadi pembeda antara angina dengan infark miokard akut.
  
Pengobatan/terapi
Tujuan pengobatan iskemia miokard adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan miokardium dengan mempertahankan keseimbangan antara konsumsi oksigen miokardium dan penyediaan oksigen. Suplai oksigen dipertahankan dengan mencegah agregasi trombosit dan thrombosis, yang paling baik dicapai dengan pengobatan aspirin, heparin, glikoprotein IIb/IIIa, dan trombolitik intravena
a.       Antiplatelet
Tujuan utama dari pemberian aspirin adalah untuk mempertahankan terbukanya lumen arteri yang terkena infark dan mengurangi kecenderungan pasien untuk mengalami thrombosis dan kemungkinan terbentuknya thrombosis mural atau thrombosis vena dalam, yang dapat menyebabkan emboli paru.
b.      β blocker
Obat penyekat beta-adrenergik menghambat perkembangan iskemia dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung; pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta.Rangsangan reseptor β meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung.Obat penyekat beta menghambat pengaruh-pengaruh ini, menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi sehingga mampu mengurangi kebutuhan oksigen miokardium.Berkurangnya kekuatan kontraksi menyebabkan sedikit peningkatan ukuran ventrikel, yaitu dengan menurunkan volume sekuncup.
Pada sejumlah studi klinis, penyekat β terbukti menurunkan mortalitas semua penyebab, termasuk kematian mendadak dan infark nonfatal.Manfaat absolut terutama jelas terlihat pada manula, diabetes mellitus, disfungsi ventrikel kiri, dan instabilitas elektrik.Kebanyakan manfaat ini terlihat pada tahun pertama setelah infark, namun kematian mendadak yang tertunda berkurang dengan penggunaan penyekat β, yang mengimplikasikan bahwa penggunaan obat ini harus diteruskan dalam jangka panjang.
c.       Trombolitik
Berdasarkan pada asumsi bahwa infark miokardium akut disebabkan oleh thrombosis coroner pada sebagian besar pasien, intervensi ditunjukkan untuk mengatasi thrombosis coroner segera setelah awitan infark miokardium akut untuk memulihkan miokardium (menurunkan ukuran akhir infark).Pengobatan yang dimulai dalam 3 hingga 6 jam dari awitan gejala telah banyak diterima sebagai factor yang membatasi aplikasi terapi antitromblitik karena nekrosis miokardium akan terjadi jika perfusi ulang coroner tidak dilakukan sebelum terjadi kerusakan ireversibel.
Pemberian obat-obatan trombolitik intravena cepat memperbaiki prognosis pada sejumlah uji klinis.Semua pasien harus dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi trombolitik setelah infark miokard dengan kontraindikasi relative sedikit.Penting untuk ditekankan bahwa penilaian klinis (di samping tempat tidur) reperfusi tidak dapat diandalkan.
d.      Antikoagulan
Heparin menurnkan risiko emboli sistemik dan emboli paru dan memfasilitasi resolusi thrombus apical yang terlihat pada ekokardiografi.Banyak data mendukung penggunaan rutin heparin sebelum ditemukannya trombolitik.Heparin dapat diberikan dengan rute subkutan maupun intravena; heparin LMW cocok diberikan karena tidak membutuhkan pengawasan rutin.Antikoagulasi dengan heparin diikuti warfarin hanya diberikan pada pasien dengan infark miokard luas, syok kardiogenik, aneurisma ventrikel kiri, atau aritmia atrium berlanjut.
e.       Nitrat
Nitrat biasanya digunakan untuk menghilangkan nyeri dada dan terutama efektif bila dikombinasikan dengan heparin dalam tatalaksana pasien dengan angina tidak stabil atau  angina pascainfark. Nitrat merupakan vasodilator dan arteriol yang efektif sehingga dapat digunakan untuk mengontrol hipertensi sistemik, atau untuk mengurangi beban miokard pada pasien dengan syok kardiogenik.Jika nitrat digunakan pada pasien pascainfark, lebih dipilih pemberian secara intravena dengan dosis yang cukup untuk menurunkan TD sistolik hingga 100 mmHg.

PENATALAKSANAAN
Diagnosa Risiko: Berdasarkan diagnosa dari UA (Unstable Angina) , level risiko akan kematian dan iskemia kardiak non fatal harus dipertimbangkan / didiagnosa. Pengobatan dilakukan berdasarkan level risiko ini.
Diagnosa suatu risiko itu multivariable, berikut ini adalah prosedur / tahapan garis besarnya.
Pasien disadari memiliki risiko tinggi
Jika satu atau lebih dari hal-hal di bawah ini terjadi pada pasien, hal-hal tersebut diantaranya adalah:
Iskemia berulang.Dapat muncul baik itu berupa sakit dada berulang atau perubahan segmen ST yang dinamik yang terlihat pada profil EKG. (Depresi segmen ST atau penaikan segment ST sementara),terjadinya sakit dada saat istirahat > 20 menit, peningkatan level marker cardiac (CK-MB, Troponim T atau I, Protein reactive C), pengembangan ketidakstabilan hemodinamik dalam perioda observasi, Aritmia mayor (fibrilasi ventricular, keberulangan tachycardia ventrikular) atau disfungsi ventricular kiri, Angina tak stabil post-infarction dini, thrombus pada angiografi
Pasien risiko rendah
Tidak ada sakit dada berulang saat perioda observasi, tidak ada tanda angina saat istirahat, tidak ada peningkatan troponin atau marker biokimia lain, EKG normal atau tidak ada perubahan selama episode ketidaknyamanan dada.


Terapi Angina Pektoris Tak Stabil
1). Pasang infus intravena : dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
2). Aktivitas: istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan mobilisasi sesuai toleransi setelah 12 jam.
3). Diet: puasa sampai nyeri hilang, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung (rendah lemak tinggi serat).
4). Medikamentosa:
• Oksigen nasal 2 l/mnt; terutama pada pasien sianosis, distresspernafasan atau risiko tinggi.
• Mengatasi rasa nyeri: nitrat sublingual atau patch. Jika angina tidak membaik setelah pemberian nitrogliserin sublingual 3 kali berturut-turut atau setelah terapi anti-iskemik adekuat angina berulang diberikan:
nitrogliserin drip atau morfin 2,5 mg intravena, dapat diulang tiap limamenit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
• Aspirin 80 –325 mg hisap atau telan, tiklopidin 2 x 250 mg jika terdapathipersensitivitas atau kontraindikasi terhadap aspirin.
• Heparin intravena sesuai protokol. Target aPTT 1,5-2,5 kontrol. Biasanyadiberikan 3-5 hari tergantung respon klinis.
• Nitrat oral atau topikal kerja panjang setelah nitrogliserin sublingual
• Penghambat beta:
1. Propranolol: 0,5-1 mgIV, dilanjutkan 3 x 10-40 mg oral.
2. Metoprolol: 5 mg intravena (diberikan perlahan dalam 1-2 menit)diulang tiap 5 menit sampai dosis awal total 15 mg, dilanjutkan metoprolol oral 2 x 25-50 mg.
3. Atenolol: 5 mgIV, dilanjutkan 5 menit kemudian 5 mg intravena,kemudian 1 x 50-100 mg oral.
4. Esmolol: mulai dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kgBB/menit, dititrasi dengan menaikkan dosis 0,05 mg/kgBB/menit, tiap 10-15 menit yang masih dapat ditoleransi sampai respon terapi yang diharapkan, atau telah tercapai dosis 0,2 mg/kgBB/menit. Dosis loading pilihan lain untuk onset kerja yang lebih cepat adalah 0,5 mg/kg/menit diberikan intravena perlahan (2-5 menit). Target frekuensi jantung 50-60/menit.
• Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV.
• Obat pelunak tinja, laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml.
• Pertimbangkan antagonis kalsium terutama deltiazem bila ditemukan: hipertensi, iskemia refrakter, angina varian.
Kateterisasi jantung segera dilakukan pada pasien dengan episode iskemia berat> 1 kali dan berkepanjangan (> 20 menit), terutama yang disertai dengan: edema paru akut, regurgitasi mitral baru atau perburukan, hipotensi, perubahan ST-T baru.

Tidak ada komentar:

Google Ads