1. Definisi
Hipertensi
didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri secara perlahan hingga
≥140/90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang sering muncul.
Prevalensi penyakit hipertensi meningkatnya seiring bertambahnya umur, sebagai
contoh sekitar 50% orang yang berumur antara 60 hingga 69 tahun memiliki
penyakit hipertensi, dan prevalensinya meningkat hingga umur 70 tahun. JNC 7
(The Seventh Join National Committee) mengklasifikasikan hipertensi sebagai
berikut :
b.
Etiologi
Hipertensi
essensial ataun primer merupakan hipertensi yang etiologi dari patofisiologinya tidak
diketahui, sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang dapat
disebabkan oleh penyebab yang spesifik. Pada diagnosis hipertensi tidak dapat
hanya berdasarkan pada peningkatan pengukuran tekanan darah. Peningkatan nilai
dari rata-rata dua atau lebih pengukuran dan dua atau lebih tanda-tanda klinis
dibutuhkan untuk mendiagnosa hipertensi (Depkes, 2006).
Hipertensi
sekunder bernilai dari kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus
tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik dan renovascular. Kondisi lain
yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara lain pheocrhromocytoma,
sindrom Chusing,
hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep
apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah
adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid),
amphetamine, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erytropoeitin, dan
venlafaxine (Depkes, 2006).
c. Patofisiologi
Banyak faktor yang mengontrol
tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi;
faktor-faktor tersebut adalah (Depkes RI, 2006)
- Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
- Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
- Asupan natrium (garam) berlebihan
- Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
- Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron
- Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
- Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruh tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
- Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
- Diabetes mellitus
- Resistensi insulin
- Obesitas
- Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
- Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
- Berubahnya transpor ion dalam sel
c. Manifestasi
klinik
Penderita
hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai gejala. Penderita
hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit. Penderita hipertensi
dengan feokromositoma dapat mengalami sakit kepala paroksimal, berkeringat,
takikardia, palpitasi, dan hipotensi ortostatik. Pada aldosteronemia primer
yang mungkin terjadi adalah gejala hipokalemia, keram otot dan kelelahan.
Penderita hipertensi sekunder pada sindrom Cushing dapat terjadi peningkatan
berat badan, poliuria, edema, irregular menstruasi, jerawat dan kelelahan otot.
Hipertensi sekunder 5 – 8 % kasus, disebabkan penyakit ginjal
(hipertensi renal), dan penyakit endokrin (syndrom cushing), obat : kontrasepsi (estrogen), kortikosteroid, NSAID, cocaine, phenylpropanolamine.
d. Terapi
Tujuan terapi umum pengobatan hipertensi adalah :
1. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.
2. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal:
kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit
ginjal)
3. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi
obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan
resiko.
Target nilai
tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII (Chobaniam et al,
2003)
v Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
v Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
v Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
·
Terapi non-farmakologi
ü Penurunan
berat badan jika kelebihan berat badan
ü Melakukan
diet makanan yang diambil DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
ü Mengurangi
asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2.4 g/hari (6 g/ hari NaCl)
ü Melakukan
aktifitas fisik
ü Mengurangi
konsumsi alcohol dan rokok.
·
Terapi farmakologi
1.
Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara
mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin) sehingga volume cairan tubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh
: Hidroklorotiazid.
Efek
samping yang sering dijumpai adalah :
• Hipokalemia dan hiponatremia yang dapat menyebabkan lemas
• Hiperurisemia
• Kelemahan otot
• Muntah
• Pusing
2. Betabloker
Mekanisme kerja obat anti hipertensi
ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak
dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap ganggua pernafasan
seperti asma bronkial.
Contoh
: Metoprolol, Propanolol, dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus
harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia. Pada orang tua
terdapat gejala bronkospasme sehingga pemberian obat harus hati-hati.
3.
Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan
menghambat aktivitas saraf simpatis.
Contoh
: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Efek
samping yang dijumpai adalah :
• Anemia hemolitik
• Gangguan fungsi hati dan kadang-kadang menimbulkan
hepatitis kronis.
4.Vasodilator
Obat golongan
ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah. Efek samping yang mungkin terjadi sakit kepala, dan pusing, Contoh : Prazosin, Hidralazin.
5.Inhibitor
ACE
Cara kerja obat golongan ini adalah
menghambat pembentukan Angiostensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah).
Contoh
: Kaptopril, Enalapril
Efek
samping yang mungkin timbul adalah :
• Batuk kering
• Pusing
• Sakit kepala
• Lemas
6.Penghambat
Reseptor Angiostensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan
menghalangi penempelan zat Angiostensin II pada reseptornya yang mengakibatkan
ringannya daya pompa jantung.
Contoh
: Valsartan (Diovan).
Efek samping yang
mungkin timbul :
• Sakit kepala
• Pusing
• Lemas
• Mual
7.
Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa
jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).
Contoh
: Nifedipin, Diltiazem dan Verapamil.
Efek
samping yang mungkin timbul adalah :
• Sembelit
• Pusing
• Sakit kepala
• Muntah
Antihipertensi Pada
Pasien Spesifik
Kondisi px
|
Anjuran
|
Hindari
|
Gagal jantung
|
ACEI, diuretic
|
BB, Ca-antag
|
Angina
|
BB, Ca-antag
|
Hydralazine,
minoksidil
|
Px lanjut usia
|
Diuretik, Ca-antag, a agonis
|
|
Diabetes
|
ACEI,
Ca-antag, a agonis
|
BB,
diuretic
|
Bronchospasm
|
Ca-antag
|
BB, ACEI
|
Kehamilan
|
Methyl dopa,
hydralazine, labetolol
|
Diuretik, BB
|
Gangguan
ginjal
|
ACEI,
ARB, Loop diuretik, Ca-antag, a
agonis , minoksidil, hydralazine
|
Diuretik
hemat kalium, tiazid
|
Takikardia
|
a agonis, BB, verapamil, diltiazem
|
Nifedipin,
hydralazine, minoksidil
|
Gout
|
a agonis
|
Diuretik,
ACEI
|
Hiperlipidemia
|
a bloker, ACEI,
Ca-antag
|
BB,
diuretic
|
Pemakaian obat pada
penanggulangan hipertensi :
1.
Bila pemberian obat (selama 2 minggu)
belum berhasil (TD =/> 140/90mmHg), dosis dinaikkan sampai optimal (setiap 2
minggu) atau dua/tiga obat utama dikombinasi
2.
Bila (setelah ad1) tetap belum berhasil
perlu berkonsultasi dengan pakar hipertensi sesuai kompetensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar