Ekstraksi merupakan proses pengambilan
komponen yang larut dari bahan atau campuran bahan dengan menggunakan pelarut seperti air,
alkohol, eter, aseton dan sebagainya. Metode ekstraksi yang dipilih untuk
mendapatkan senyawa bahan alam tergantung kepada jenis sampel tumbuhan dan
jenis senyawa yang ada. Terutama tergantung pada keadaan fisik senyawa
tersebut, misalnya senyawa berupa cairan yang mudah menguap (Fieser &
Williamson, 1998; Ganjar & Rohman, 2007)
Ada beberapa ekstraksi senyawa bahan alam yang umum digunakan
antara lain (Fieser &
Williamson, 1998; Ganjar & Rohman, 2007):
a. Maserasi (perendaman)
Teknik maserasi digunakan jika senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada tumbuhan cukup banyak jumlahnya dan menggunakan suatu pelarut yang
dapat melarutkan senyawa tersebut tanpa pemanasan. Cara ini biasanya membutuhkan waktu yang
cukup lama dan sulit mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik
senyawa organik yang
terdapat pada sampel tersebut. Akan tetapi jika struktur senyawa yang akan
diisolasi sudah diketahui, maka metode perendaman ini cukup praktis digunakan.
Maserasi
biasanya dilakukan untuk bagian tumbuhan yang teksturnya lunak, seperti bunga
dan daun. Hasil perendaman kemudian disaring dan filtrat yang didapat diuapkan
dengan alat rotary evaporator sampai
diperoleh ekstrak kental tumbuhan.
b. Perkolasi
Pada prinsipnya, perkolasi menggunakan
suatu pelarut dimana pelarut tersebut dilewatkan secara perlahan (tetes demi
tetes) kepada bahan alam yang mengandung senyawa organik tersebut. Perkolasi
biasanya digunakan untuk bagian tumbuhan yang keras seperti akar, biji dan
batang. Cara perkolasi digunakan apabila kandungan kimianya sedikit dan pelarut yang digunakan tidak mudah menguap.
Filtrat yang didapat
kemudian diuapkan pelarutnya dengan alat rotary evaporator.
c. Sokletasi
Sokletasi merupakan teknik ekstraksi yang digunakan
terhadap bahan alam yang senyawa kimianya tahan panas. Prinsipnya yaitu
menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap secara berulang-ulang dan dapat
melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan alam tersebut. Metode
sokletasi mempunyai keunggulan dari metode lainnya, karena melalui metode ini
penyarian dapat dilakukan beberapa kali dan pelarut yang digunakan tidak
banyak.
d. Destilasi uap
Cara destilasi uap digunakan khusus untuk senyawa yang
dapat ikut diuapkan bersama uap air. Pada prinsipnya ada dua teknik pengerjaan
dalam metode ini, yaitu uap air dihasilkan sendiri atau bahan alam langsung
ditambahkan air dan dipanaskan.
e. Maserasi menggunakan microwave
(MAE)
MAE merupakan ekstraksi yang
memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi melalui
pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al., 2009). Menurut
beberapa hasil penelitian, MAE meningkatkan efisiensi dan efektifitas ekstraksi
bahan aktif berbagai jenis rempah-rempah, tanaman herbal, dan buah-buahan (Alupululai et al., 2012). Dimana gelombang mikro ini dapat
mengurangi aktivitas enzimatis yang merusak senyawa target (Garcia-Salas et al., 2010).
Menurut Mandal et al. (2007), efek pemanasan gelombang mikro maksimum terjadi
pada frekuensi 2450 MHz dengan energi luaran 600-700 watt. Gelombang mikro ini
menggunakan radiasi elektromagnetik berfrekuensi 0,3-300 GHz (Kaufmann dan
Christen, 2002). Gelombang mikro terbentuk dari dua medan kumparan tegak lurus
(oscillating perpendicular fields), yaitu medan elektris dan medan
magnetik. Gelombang mikro dalam MAE berperan sebagai vektor energi kepada bahan
yang mampu menyerap dan mengubah energi menjadi panas secara radiasi
(Jain et al., 2009).
Panas radiasi gelombang mikro ini
dapat memanaskan dan menguapkan air pada sel sampel. Sehingga tekanan pada
dinding sel meningkat. Akibatnya, sel membengkak (swelling) dan tekanan
tersebut mendorong dinding sel dari dalam, meregangkan, dan memecahkan sel
tersebut (Alupululai et al., 2012). Rusaknya sel tumbuhan
mempermudah senyawa target keluar dan terekstraksi (Jain et al., 2009)
Suhu
tinggi radiasi gelobang mikro dapat menghidrolisis ikatan eter pada konstituen
dinding sel tanaman, seperti selulosa. Dalam waktu yang singkat, selulosa
berubah menjadi fraksi terlarut. Suhu tinggi pada dinding sel tumbuhan juga
meningkatkan dehidrasi selulosa dan menurunkan kekuatan mekanis selulosa.
Akibatnya, pelarut lebih mudah mengakses senyawa target dalam sel. Dalam studi
kerusakan sel akibat berbagai metode ekstraksi terhadap tembakau, metode MAE
menunjukkan tingkat kerusakan sel yang lebih tinggi dibanding metode ekstraksi
refluksasi panas (heat-reflux) akibat kenaikan suhu dan tekanan dalam
sel secara signifikan (Mandal et al., 2007).
Migrasi
ion terlarut akibat radiasi gelombang mikro memudahkan penetrasi pelarut ke
matriks bahan. Pemanasan molekul air dalam sistem kelenjar dan pembuluh tanaman
misalnya. Hal ini menyebabkan panas terlokalisir. Akibatnya terjadi pengembangan volume dan perusakan sel (Mandal et al., 2007).
Kelebihan
MAE adalah waktu ekstraksi dan kebutuhan pelarut yang relatif rendah dibanding
ekstraksi konvensional (Mandal et al., 2007). Beberapa jenis bahan dapat
diekstrak secara simultan dan mengasilkan hasil rendemen menyerupai performansi
SFE. Sebaliknya, diperlukan kondisi ekstraksi yang tepat dalam menggunakan
pelarut mudah terbakar ataupun ekstrak senyawa yang bersifat termolabil (Garcia-Salas et al., 2010)
Pemilihan pelarut merupakan hal mendasar dalam
mendapatkan proses ekstraksi optimal. Pilihan pelarut didasarkan pada kelarutan
senyawa target (selektifitas), interaksi antara pelarut dan matriks bahan, dan
faktor disipasi. MAE bisa dilakukan tanpa pelarut. Sistem kelenjar dan pembuluh
bahan (tanaman) mengandung air yang dapat menyerap gelombang mikro. Pemanasan
cepat dalam sel bahan menyebabkan pemecahan sel dan pengeluaran senyawa target
ke dalam pelarut secara efektif (Mandal
et al., 2007).
Volume pelarut juga faktor kritis dalam ekstraksi.
Prinsipnya adalah volume pelarut harus mencukupi untuk melarutkan senyawa
target dan memanaskan sel. Rasio pelarut dengan matriks padatan memerlukan
pengadukan (stirring) pelarut selama ekstraksi. Penelitian sebelumnya melaporkan
bahwa jumlah bahan dan volume pelarut yang dipakai dalam MAE berkisar antara
miligram dan mililiter (dalam skala laboratorium). Efisiensi pemanasan pelarut
perlu diperhatikan karena mempengaruhi tingkat evaporasi pelarut (Mandal et al., 2007).
Waktu merupakan parameter penting dalam ekstraksi.
Umumnya, waktu ekstraksi berkorelasi positif terhadap jumlah senyawa target,
walaupun terdapat resiko terjadinya degradasi senyawa target itu sendiri. Waktu
ekstraksi tergantung pada bahan yang diekstrak. Penelitian optimasi waktu
ekstraksi penting dilakukan karena waktu ekstrasi mungkin bervariasi terhadap
bagian bahan yang berbeda. Pemaparan pelarut seperti air, etanol, dan metanol
yang lama memberi resiko pada senyawa target termolabil (Mandal et al., 2007).
Daya dipilih secara tepat untuk menghindari suhu
degradatif senyawa target dan kelebihan tekanan dalam proses ekstraksi.
Pemecahan sel pada daya rendah terjadi secara berangsur-angsur. Sebaliknya,
daya tinggi beresiko meningkatkan degradasi termal senyawa target. Daya
gelombang mikro saling dipengaruhi oleh waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi.
Kombinasi dari daya rendah-sedang dan waktu ekstraksi yang panjang merupakan
pendekatan kondisi ekstraksi terbaik. Suhu tinggi dan daya tinggi
mengintensifkan pemecahan dinding sel. Namun, dapat memungkinan degradasi
senyawa target secara termal (Mandal et
al., 2007).
Ukuran partikel bahan mempengaruhi hasil ekstraksi.
Ukuran partikel efektif berkisar 100 μm hingga 2 mm. Bubuk halus (fine
powder) mempermudah kontak matriks bahan-pelarut dengan memberikan luas
permukaan besar dan jarak tempuh bahan-pelarut yang pendek. Umumnya, pemusingan
(centrifugation), penyaringan (filtration), dan pemerasan (squeezing)
dilakukan untuk memisahkan bubuk halus dari pelarut (Mandal et al., 2007). Rendemen ekstraksi saponin dari gingseng
berkorelasi negatif ukuran partikel bahan (Shu et al., 2003).
Suhu ekstraksi merupakan faktor yang perlu
diperhatikan dalam MAE. Suhu tinggi meningkatkan pengeluaran (desorption)
senyawa dari bagian aktif (active sites) karena perusakan sel bahan
meningkat. Suhu ekstraksi meningkatkan suhu pelarut secara konvektif. Pelarut
panas mengalami penurunan tegangan permukaan (surface tension) dan
viskositas (viscosity). Keadaan ini meningkatkan daya pembasahan (wetting)
bahan dan penetrasi matriks (Jain et al.,
2009). Sebaliknya, suhu tinggi memerlukan perhatian keselamatan (safety)
yang lebih intensif dalam menggunakan pelarut mudah terbakar (Kaufmann dan
Christen, 2002). Suhu tinggi yang berlebihan dapat berdampak pada degradasi
senyawa target secara termal (Alupululai et al., 2012)
Jumlah proses ekstraksi juga meningkatkan efisiensi
ekstraksi. Misalnya, empat ekstraksi dengan 50 ml pelarut lebih efisien
dibanding satu ekstraksi dengan 200 ml pelarut. Biasanya, rendemenen dapat
maksimal dengan 3-5 proses ekstraksi bahan secara berturut-turut (Teresa,
2003).
Beberapa perlakuan dilakukan untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi ekstraksi. Peluluhan awal (pre-leaching) bahan
kering pada suhu ruang oleh kandungan air alami matriks bahan meningkatkan
efektifitas ekstraksi (Alupululai et al., 2012). Perendaman, sebagai perlakuan pendahuluan (pretreatment),
meningkatkan efektifitas dan selektifitas pemanasan. Bahan menyerap gelombang
mikro dan menghasilkan panas berasal dari pemanasan radiasi dan pemanasan
kovektif pelarut (Mandal et al.,
2007)
1 komentar:
Mas Haiyul saya bisa minta referensi atas nama Alupululai et al., 2012. saya cari di google tidak ketemu. Terimakasih
Posting Komentar