Google ads

Rabu, 13 Januari 2016

KRIM





I. DEFINISI
Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik, sebagai sediaan berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau membran mukosa.
Beberapa definisi krim, sebagai berikut :
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (FI IV, hal 6)
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Krim adalah sediaan multi fase yang terdiri dari fase lipofil dan fase aqueous yang diformulasi misibel dengan sekret kulit, dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau membran mukosa tertentu dengan tujuan protektif, terapeutik, atau profilaktik, terutama yang tidak memerlukan efek oklussif (membentuk lapisan /film diatas permukaan kulit). (BP 2002, hal 1904,1905)
Krim adalah sediaan homogen, viscos atau semi solid yang biasanya mengandung larutan atau suspensi satu atau lebih zat aktif dalam basis yang cukup. Krim diformulasikan menggunakan hidrofilik atau hidrofobik basis untuk mendapatkan krim yang tersatukan dengan sekret kulit. Krim biasanya digunakan pada kulit atau membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim harus menggunakan pengawet serta mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan, stabilizer, pengemulsi dan pengental (BP 1988, hal 649)

TEORI
A. Penggolongan Krim
(RPS 18th ed hal. 1603; TPC, Hal 134; Soehaimi Moebin, “Dasar-Dasar Krim”)
Berdasarkan tipe
-        Tipe M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122). Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.
-        Tipe A/M atau W/O (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal 122). Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki.
Berdasarkan pemakaian
-        Untuk kosmetik, Contoh : Cold cream
-        Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin
B. Keuntungan Sediaan Krim
Keuntungan sediaan krim adalah :
-          Mudah dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian
-          Tidak lengket (emulsi m/a)
Basis krim mengandung air dalam jumlah banyak sedangkan sel hidup biasanya lembab. Hal ini akan mempercepat pelepasan obat. Selain itu, tegangan permukaan kulit akan diturunkan oleh

emulgator dan bahan pembantu lain yang terdapat dalam basis krim sehingga absorbsi lebih cepat (penetrating enhancer). Basis krim yang berair juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang rusak.
Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit dan mudah dicuci dengan air.
Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut minyak, maka bentuk pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi (RPS, Hal 413).
C. Hal-hal Penting dalam Merancang Suatu Sediaan Krim
     Untuk membuat sediaan krim yang berkhasiat dan aman, diperlukan data-data sebagai berikut:
-       Monografi zat aktif untuk keperluan pemeriksaan bahan baku yang digunakan. Bahan baku
harus memenuhi persyaratan farmakope agar dapat digunakan untuk sediaan farmasi.
-       Monografi sediaan krim zat X untuk mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi oleh sediaan
krim yang meliputi: Identifikasi dan penetapan kadar zat aktif dalam sediaan zat dan cara
penetapannya.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sediaan krim zat X:
-       Data farmakologi untuk menentukan dosis zat aktif dalam sediaan, indikasi, kontra indikasi, efek
      samping, interaksi dan peringatan pasien.
-       Data preformulasi dan bahan baku pembantu untuk menyusun formula sediaan krim.
-       Undang-undang yang berhubungan, yaitu peraturan-peraturan mengenai penggolongan obat,
      penandaan, dan pengemasannya.
Data monografi zat aktif, monografi sediaan, data farmakologi dan data preformulasi disesuaikan dengan zat aktif yang didapat dari soal.
Pembuatan sediaan krim membutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan bahan pembantu didasarkan pada kesesuaian dan bentuk fisik jenis campuran serbuk yang dibutuhkan. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak bahan yang digunakan, semakin banyak pula masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Oleh karena itu, sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih baik jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sediaan krim adalah :
1.      Pemilihan zat aktif untuk sediaan krim harus dalam bentuk aktifnya.
2.      Pemilihan basis krim harus disesuaikan dengan sifat atau kestabilan zat aktif yang digunakan.
      Bila zat aktif larut lemak, maka sebaiknya tipe emulsi A/M dan demikian pula sebaiknya. Nilai       pH stabilitas zat aktif harus diperhatikan.
OTT zat aktif dengan bahan tambahan maupun basis dalam sediaan harus diperhatikan. Sifat termolabil zat aktif mempengaruhi proses pencampuran zat aktif ke dalam basis. Konsistensi sediaan krim yang diinginkan adalah konsistensi yang cukup kental, untuk menjamin stabilitas dispersi, tetapi cukup lunak sehingga mudah dioleskan.
3.      Pada pembuatan krim perlu ditambahkan pengawet, karena :
-      Krim mengandung fase air yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan               mikroorganisme.
-      Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama penggunaan   sediaan. (TPC,151), tidak untuk sediaan krim steril.
4.         Krim mengandung minyak. Jika krim menggunakan minyak nabati, maka perlu ditambahkan antioksidan untuk mencegah terjadinya ketengikan, akibat terjadi reaksi oksidasi. (TPC,151) Jika minyak mineral (contoh: parafin liquidum)  yang digunakan dalam krim tidak perlu penambahan antioksidan
5.         Penggunaan emulgator harus disesuaikan dengan jenis krim yang dikehendaki dan tersatukan dengan zat aktif.
6.         Penambahan fasa air dalam krim dilakukan secara hati-hati dan secara sebagian-sebagian untuk mencegah kontaminasi mikroba. Penambahan dilakukan secara tepat dan terhindar dari efek panas selama pencampuran. Penambahan air secara berlebihan dapat mempengaruhi stabilitas dari beberapa krim.
  1. Pembuatan krim steril sebaiknya dilakukan secara aseptik, semua alat yang dibutuhkan harus direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan (Fornas, Hal 313).
  2. Bila sediaan yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit yang parah, maka krim harus steril (BP 2002 hal 1903; BP ’93, Hal 756).
  3. Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, maka tidak boleh digunakan pengawet senyawa raksa organik karena akan terbentuk kompleks pengawet aluminium dan untuk mengatasinya tube harus dilapisi dengan bahan yang inert (Fornas, Hal 313). Untuk itu, saat memasukkan krim ke dalam tube, krim dimasukkan beserta kertas perkamennya, untuk melindungi dari dinding tube, dan juga bisa ditambahkan zat pengkhelat.
  4. Untuk tube yang mudah berkarat, maka bagian tube sebelah dalam harus dilapisi dengan larutan dammar dalam pelarut mudah menguap (Fornas, Hal 313).
11.  Pemberian Etiket:
Pada etiket harus tertera “Obat Luar”, dan untuk antibiotika harus tercantum daluarsanya (FI II)
Pada etiket tercantum : (BP 2002 hal 1904; BP ’88, Hal 650)
-        Bila perlu, dapat ditambahkan pada etiket bahwa krim tersebut steril.
-        Tanggal kadaluarsa, dimana krim tidak boleh digunakan lagi.
-        Kondisi penyimpanan.
-        Pada label dicantumkan nama dan konsentrasi antimikroba sebagai pengawet yang      ditambahkan.
Penyimpanan :
Krim sebaiknya disimpan pada suhu tidak leih dari 25oC, kecuali dinyatakan lain oleh produsen. Krim tidak boleh didinginkan karena airnya dapat mengkristal. (BP 2002, Hal 1905).
Wadah :
Wadah tertutup rapat, sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi dari isinya. Bahan dan konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.
D. Sediaan Krim yang Ideal
Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan. Bebas dari partikel kasar atau partikel yang tidak larut.
Bioavalabilitas optimal.

II. FORMULASI
A. Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka (Art of Compounding). Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi sediaan yang diharapkan.
Persyaratan basis (RPS 18th ed. hal 1603) antara lain:
-        noniritasi
-        mudah dibersihkan
-        tidak tertinggal di kulit
-        stabil
-        tidak tergantung pada pH
-        tersatukan dengan berbagai obat
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:
-        kualitas dan kuantitas bahan
-        cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya
-        suhu pembuatan
-        jenis emulgator
-        dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan tipe emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A)
Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A (RPS 18th ed hal. 1603) 1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream
Sifat : • emolien
·  oklusif
·  mengandung air
·  beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan
·  berminyak
2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment (c/ : Cetomacrogol 1000 + Cetostearyl alcohol)
      Sifat:    • mudah dicuci dengan air
·  tidak berminyak
·  dapat diencerkan dengan air
·  tidak oklusif
Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.
Basis emulsi terdiri dari 3 komponen, yaitu fasa minyak, pengemulsi dan fasa air. Fasa minyak biasa disebut fasa internal, biasanya terbentuk dari petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau lebih alkohol berbobot molekul tinggi seperti setil atau stearil alkohol. Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang mempunyai kegunaan menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berpersn sebagai adjuvan pengemulsi. Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari pengemulsi dan humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol atau polietilenglikol. Fasa air juga bisa mengandung komponen larut air dari sistem emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil, antioksidan, dapar, dll.
Setelah pemilihan komponen yang tepat, basis emulsi dibuat melalui proses pemanasan dan pengadukan. Fasa minyak dilelehkan dan dipanaskan dalam kontainer yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk) dengan berbagai kecepatan pengadukan. Fasa air yang mengandung pengemulsi dimasukkan ke dalam kontainer kedua, kemudian dilarutkan dan dipanaskan sampai suhu 75°C. Fasa air kemudian ditambahkan perlahan-lahan sambil terus diaduk ke fasa minyak. Penambahan pertama harus dilakukan perlahan-lahan tapi terus-menerus dan diaduk dengan hati­hati, artinya pengemulsi tidak boleh diaduk dengan laju pengadukan yang menyebabkan terlalu banyak gelembung udara yang terperangkap. Aduk terus perlahan-lahan selama penambahan fasa air dan sampai suhu mencapai 30°C. Zat aktif (yang tidak tahan panas) biasanva ditambahkan setelah emulsi terbentuk dan telah banyak fasa air yang ditambahkan. Senyawa obat ditambahkan secara berkala sebagai konsentrat terdispersi dalam air. Demikian juga pewarna dan dye. (RPS 18th ed hal 1603-1605)
Contoh basis krim:
Formula standar untuk krim basis M/A (Van Duin hal.119)
R/ Emulgid                       15 %
ol. Sesami                   15%
Aquades ad                100%
R/ Emulgid                       15%
ol. Arach                     15%
Aquades ad                100%
Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:
R/ Emulgid
15%
Parafin liq
15%
Aquades ad
100%
R/ Emulgid
15%
ol. Sesami
15%
Aquades ad
100%
Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat yang tahan terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan basa, maka basis emulgid dinetralkan dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah emulgator surfaktan
1. Van Duin hal. 121
R/ Asam stearat                 25 %
Adeps lanae                  5 %
TEA                           1,5 %
Gliserin                         7 %
Aquades ad              100 %

2.
Art of Compounding hal. 362

R/ Parafin liq.
20 %

Asam stearat
10 %

Setil alkohol
10 %

TEA
10 %

aquades ad
60 g
3.
Martindale ed 28 hal. 45 (Krim TEA)

R/ TEA
1,2 g

Asam stearat
24 g

Gliserol
13,5 g

Aquades
61,3 g
4.
AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94


R/ Setil alkohol                 20 %
Mineral oil                   20 %
Span 80                      0,5 %
Tween 80                   4,5 %
Metil paraben             0,4 %  (Nipagin)
Propil paraben          0,08 %   (Nipasol)
Aquades ad               100 %
5.         USP26 NF 21 2003 (Hydrophilic ointment) hal. 1349
R/ Metil paraben              0,25 g
Propil paraben           0,15 g
Na-lauril sulfat             10 g
Propilen glikol            120 g
Stearil alkohol            250 g
White petroleum         250 g
Aquades                     370 g
Dibuat                      1000 g
Cara: lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu 70°C. Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan dihangatkan sampai suhu 75°C dan aduk campuran krim.
6.         Fornas 1978 hal. 135 R/ Setomakrogol 1000 300 mg
Setostearil alkohol       1,2 g
Parafin liq.                      1 g
Vaselin album              2,5 g
aquades ad                   10 g
7.         Skripsi Devi Nurverial 1995
R/ Parafin liq.                  3,75 g
Vaselin album            3,75 g
Polisorbat 80           0,775 g
Span 85                   0,225 g
Carbopol 934           0,250 g
TEA                         0,337 g
Aquades                  8,163 g
Cara: • karbopol dikembangkan dengan air suling
· tambahkan TEA, aduk sampai homogen
· tambahkan polisorbat 80
· panaskan pada tangas air hingga 60°C
· vaselin album, parafin liquidum, Span 85 dilelehkan di tangas air sampai suhu 55°C
· tuang fasa minyak ke mortir, tambahkan fasa air sedikit-sedikit, aduk homogen

8.      Martin, Dispensing of Medication hal. 827
R/ Asam stearat                   7 %
Setil alkohol                  2 %
Gliserin                        10 %
Light mineral oil          20 %
TEA                              2 %
Aquades ad               100 %
9.      Keither, The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialist, hal. 68 (Vanishing cream)
R/ Asam stearat                 20 %
Lanolin                          2 %
Gliserin                          2 %
TEA                           0,9 %
Borax                         0,5 %
Aquades                   74,6 %
10.  Pharmaceutical Handbook 19th ed. Hal. 19
R/ Parafin liq.                    35 %
Lemak domba               1 %
Setil alkohol                  1 %
Emulgator                     7 %
Aquades ad .               100 %         (jumlah air 56% lebih lunak)
11.  Basis krim lain R/ GMS
Na-lauril sulfat                15
Parafin liq                        15
Aquades ad                   100
Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB kecil (GMS) dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)

B. Zat Tambahan dalam Krim
1. Pengawet (Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 151; RPS 18th, hlm. 1607)
Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :
-        Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
-        Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik
-        Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas
-        Stabil pada kondisi penyimpanan.
-        Tidak berbau dan tidak berasa
-        Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan pengemas.
-        Larut dalam konsentrasi yang digunakan.
-        Tidak mahal
Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya :
-        Senyawa ammonium kuarterner. Senyawa ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik, nonionik dan protein.
-        Senyawa organik merkuri. Senyawa ini cenderung toksik dan mensensitisasi kulit. Pemakaian dibatasi dalam formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata.
-        Formaldehid. Bersifat mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas tinggi.
-        Fenol terhalogenasi. Senyawa ini berbau, dapat diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan
protein. Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh: Hexachlorophene-o-chloro-m‑
cresol (HPCMC), p-chloro-m-xylenol (PCMX), dichloro-m-xylenol (DCMX).
-        Asam sorbat. Contoh: Kalium sorbat, untuk formula dengan pH 6,5 -7, pada konsentrasi tinggi dapat teroksidasi oleh cahaya matahari dan menyebabkan penghilangan warna sediaan, terbatas hanya untuk antibakteri.
-        Asam benzoat. Contoh: Natrium benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau kurang, tidak banyak digunakan lagi karena hanya terbatas untuk antibakteri. (Sumber: RPS 18th ed., hlm. 1607)

-  Metilparaben atau propilparaben. Senyawa ini umum digunakan. Menurut Fornas edisi II.,          hlm. 313 untuk metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil paraben sejumlah           0,02%-0,05%. Tetapi penggunaan Tween 80 dan Tween 20 dapat mengikat metil paraben dan         propil paraben sehingga pengawet menjadi tidak aktif. Metil paraben & propil paraben dapat terikat pada Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga agar keduanya tetap efektif sebagai       antimikroba, maka konsentrasinya harus ditingkatkan. (Lachman, Teori & Praktek Ind. Far.,   1066). Pada pembuatan krim, metil paraben dan propil paraben dilarutkan terlebih dahulu dalam           alkohol, lalu ditambahkan ke dalam basis krim yang sudah dingin.
-     Pengawet yang lain adalah klorkresol yang mempunyai aktivitas sebagai antifungi dan      antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1%.
-        Na Benzoat sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya
makromolekul, tetapi masih lebih baik dibandingkan turunan paraben. Oleh karena itu,
penggunaan Na benzoate biasanya dalam konsentrasi tinggi, bisa mencapai 0,5%. Penandaan pengawet ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 155)
Bila pada krim ditambahkan pengawet maka nama dan konsentrasi pengawet tersebut harus ditulis/tertera pada label.
2.      Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada sediaan dengan rentang stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga stabilitas zat aktif dalam sediaan.
3.      Humektan atau pembasah
 Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah kekeringan     (kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas usapan dan konsistensi secara umum.
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas dan konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim dan gel adalah: gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 150)
Poliol, Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang lebih rendah digunakan sebagai pelembab (humektan) dalam krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering, mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya suatu krim jika dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat menyebar tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan sediaan lebih pekat. Sorbitol 70% lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3% sorbitol 70% sebanding dengan 10% gliserin. Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi dengan gliserin karena kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin. Selain itu, penambahan propilen glikol dalam pembuatan krim sebagai humektan diberikan dengan konsentrasi 15% (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, hlm. 1110).
Pembasah diperlukan karena mayoritas obat yang terdispersi adalah hidrofob. Surfaktan berguna untuk menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan. Pembasah ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.
Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting agent memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%. Surfaktan kurang dari 0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan apabila surfaktan lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus, distribusi ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi menyebabkan adanya busa.
Surfaktan ionik lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan eksipien lain. Umumnya surfaktan berasa pahit kecuali poloxamers.
Sorbat 80 (Tween 80) paling banyak digunakan karena toksisitas lebih rendah daripada yang lain dan kompatibel dengan banyak bahan lain. Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang kompatibel dengan eksipien kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.

Nonoxynols dan poloxamers efektif di bawah nilai KMKnya. Kalium klorida menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan pembasahan. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan sebagai pembasah, dipilih tergantung kemampuan membasahi permukaan obat hidrofob. (Disperse system, vol.I, hlm. 285-366; vol I, hlm. 99,147,478,504).
Suspensi neocolamin, zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa ditambah 0,1 mL polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL sediaan suspensi, penampilannya baik walaupun viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang muncul, ditambah sorbitan monooleat (Span 60) dalam jumlah yang sama (AOC, hal.306). Na-lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT dengan obat kationik (Disperse System). Biasa digunakan untuk eksternal (AOC, hal.323).
Tipe surfaktan
HLB

Anionik
Nonionik

Keterangan
Clocusate sodium


Pahit, busa
Na-lauril sulfat


Pahit, busa


Polysorbate 65
10,5
Pahit

Octoxynol 9
12,2
Pahit

Nonoxynol 60
13,2
Pahit

Polysorbate 60
14,9
Pahit

Polysorbate 80
15
Biasa digunakan, pahit

Polysorbate 40
15,6
Toksisitas rendah, pahit

Polysorbate 20
16,7
Pahit

Poloxamer 235
10
Toksisitas rendah, rasa baik

Poloxamer 180
19
Busa, pahit
4. Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 151)
Antioksidan yang dapat ditambahkan ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm. 124):
-          Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHA, BHT.
-          Antioksidan sebagai agen pereduksi : garam Na dan K dari asam sulfit.
-                                                               Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat, tartrat atau fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam.
5.      Pengompleks
Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam sediaan yang dapat mengoksidasi.
6.      Zat Pengemulsi / Emulgator
Beberapa jenis zat pengemulsi:
a.    Asam Lemak dan Alkohol (Lachman Teori dan Praktek Farmasi Industri II,hlm.1104) Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8-20% asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat lunak dan menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Krim yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh lebih keras. Dalam jumlah yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol.
b.   Zat Pengemulsi
Penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak, seperti setil alkohol cenderung menstabilkan emulsi M/A sediaan semipadat. Ion-ion polivalen, seperti Mg, Ca, dan Al cenderung menstabilkan emulsi A/M dengan membentuk ikatan silang dengan gugus-gugus polar bahan lemak. Tanah liat, magnesium aluminium silikat. juga membantu menstabilkan emulsi A/M jika digunakan dengan pengemulsi yang cocok, mungkin dengan efek pengentalnya pada fase internal sehingga bahan tersebut mencegah penggabungan.

Magnesium aluminium silikat dapat berpindah ke daerah antarmuka, membentuk suatu lapisan tipis yang lebih kuat. Jenis emulsi sabun dapat menjadi tidak stabil dengan adanya zat-zat yang bereaksi asam. Pengemulsi kationik atau nonionik dipilih untuk obat-obat yang memerlukan pH asam. Senyawa amonium kuarterner setil trimetil amonium klorida dapat membantu menstabilkan emulsi ini bila dikombinasikan dengan alkohol berlemak seperti setil alkohol. Zat pengemulsi nonionik digunakan untuk emulsi M/A ataupun A/M, karena zat ini dapat bercampur dengan sebagian besar bahan-bahan obat. Pengemulsi nonionik dapat digunakan dengan garam-garam asam kuat atau dengan elektrolit kuat.
Krim yang dibuat dari emulgator anionik seperti sabun dan emulsifying wax BP dapat mengalami pemisahan bila dalam krim tersebut terdapat emulgator kationik seperti cetrimide emulsifying wax menurunkan aktivitas antimikroba dari pengawet yang bersifat kation. Alkil sulfat dan fosfat seperti Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat bila digunakan sendiri menghasilkan tipe M/A dengan stabilitas yang rendah tetapi ketika dikombinasi dengan lemak alkohol maka memberikan stabilitas yang baik. (Aulton, Pharmaceutical Practice,hlm. 42).
c. Emulgator
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonionik. Jenis emulgator yang digunakan ada 3: surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat terbagi halus. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat (TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe A/M digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil, alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida.
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika (Pharmaceutical Codex, 12ed, hlm. 84):
-          Stabil.
-          Inert.
-          Bebas dari bahan yang toksik dan iritan.
-          Sebaiknya tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
-          Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik (misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik (garam amonium kuarterner) dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).
Campuran pengemulsi yang banyak digunakan, adalah :
-          Emulsifying wax BP
Campuran dari Na-lauril sulfat 10% dengan Cetostearyl Alkohol 90% (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
-          Lannex wax
Campuran etil dan stearil alkohol yang disulfonasi
-          Cetrimide emulsifying wax
Campuran dari Cetrimide 10% dengan Cetostearyl alkohol 90% (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
-          Cetomacrogol emulsifying wax.
Sistem campuran pengemulsi ini selain sebagai pengemulsi juga berfungsi sebagai pengatur konsistensi. Golongan ampifil biasanya adalah lemak alkohol tinggi (C14-C18) dan asam lemak seperti palmitat dan stearat, dimana keduanya merupakan zat pengemulsi M/A degan lemak.

Faktor pemilihan emulgator (Dispensing for Pharmaceutical Students, Cooper & Guns, hlm 127-135):
-          Berdasarkan harga HLB butuh, umumnya kombinasi
-          Sifat ionik emulgator:
Emulgator kationik. Efektif pada pH 3-7, digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan obat kationik, konsentrasi elektrolit yang tinggi, keasaman yang tinggi. Sifat-sifat emulgator kationik: daya pengemulsi lemah dan merupakan eksipien


Emulgator yang sering digunakan:
-        Golongan alam: gom arab, tragakan, PGS
-        Semi Sintetik: TEA-stearat, TEA-lauril sulfat, Na-stearat, Span/Tween 20,40,60,80,85, rnacrogol-300, 4000, 1540, setil alkohol, GMS, emulgid.
-        Zat terbagi halus: veegum, bentonit.
Contoh emulgator (RPP 12nd ed.):
1. M/A:
-          Emulgator campuran dan surfaktan
-          Emulsifying wax
-          Lanetewax.
-          Cetrimide emulsifying wax
-          Cetomacrogol
-          Alkali metal & ammonium soaps
-          Glikol & gliserol ester mengandung soap
-          Macrogol ester
-          Macrogol eter misal cetomacrogol 1000
2. A/M
-          Adeps lanae
-          Wool alkohol
-          Ester asam lemak dengan sorbitan

-          Higher fatty alkohol misal setil alkohol. stearil alkohol
-          Setaseum
-          Emulgid
-          Soap of di & trivalent metal
-          Glikol & gliserol ester misal GMS
Beberapa Contoh Emulgator:
a.         Stearil alkohol (Martindale hlm.1385, USP 26 hlm. 2844, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 618, RPS 18 hlm. 1308)
Kelarutan : tidak larut dalarn air, larut dalam alkohol, eter, aseton, benzen, kloroform, minyak tumbuhan.
Kegunaan : pengemulsi, peningkat kemampuan untuk menahan air, pengental pada krim. Stabilitas : stabil terhadap asam dan basa, stabil terhadap ketengikan.
Keamanan : non toksik, non iritan, dapat menyebabkan hipersensitivitas.
b.         Asam Stearat (Martindale hlm.1632, USP 26 hlm.2844, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 615, RPS 18 hlm.1312)
Kelarutan : tidak larut dalam air, larut dalam 1:20 alkohol, 1:2 kloroform, 1:3 eter, 1:25 aseton, 1:6 karbon tetraklorida; sangat larut dalam karbon disulfida; larut dalam amil asetat, benzen, toluene
OTT            : dengan logam membentuk stearat yang tidak larut, dengan garam Zn dan Ca menunjukkan kecenderungan terjadi pengeringan atau penggumpalan.
c.         Trietanolamin (Trolamin, TEA) (Martindale 32 hlm.1639, p 26 hlm. 2852, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 663, RPS 18 hlm. 1317)
Titikleleh : 20-21 °C
Pemerian : sangat higroskopis.
Kelarutan : tidak bercampur dengan air atau alkohol; larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter, benzen.
OTT : dengan asam membentuk garam dan ester; dengan tembaga membentuk garam kompleks; dengan garam-garam logam berat menyebabkan hilangnya warna dan pengendapan.
Kegunaan : dikombinasi dengan asam lemak bebas membentuk sabun untuk digunakan sebagai emulgator, pH netral 8. Dalam bentuk sabun tidak menyebabkan iritasi. Sabun ini membentuk emulsi yang sangat stabil untuk hampir semua minyak, lemak atau malam untuk pemakaian luar. Konsentrasi yang digunakan sebagai engemulsi 2-4 TEA dan jumlah asam lemak yang digunakan 2-5 kali. TEA juga berfungsi sebagai humektan.
Kestabilan : sediaan yang menggunakan sabun TEA cenderung menjadi gelap selama penyimpanan; untuk menghindari hilangnya warna maka harus dihindari cahaya dan kontak langsung dengan logam.
Keamanan : menyebabkan iritasi pada kulit dan membrane mukosa.
d.         Setil alkohol (Martindale 32 hlm. 1383, USP 26 hlm. 2716, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 130, RPS 18 hlm. 1312)
Titik leleh : 45-50°C
Kelarutan : tidak larut dalam air; larut baik dalam alkohol, kloroform, aseton, benzen; tidak bercampur bila dilelehkan bersama lemak, paraffin liquid, dan paraffin solid.
Kegunaan : emollient, mempunyai kemampuan mengabsorpsi air pada emulsi tipe A/M, merupakan emulgator lemah untuk emulsi tipe A/M, dapat meningkatkan konsistensi (viskositas krim) atau dapat digunakan vaselin album sebanyak 25%., kombinasi dengan emulgator yang larut air akan menstabilkan emulsi M/A.
Kestabilan : stabil dengan adanya asam dan basa, cahaya dan udara, dan tidak tengik. Keamanan : non toksik, non iritan.
Penggunaan: sebagai emulgator dan emollien konsentrasinya 2-5%

e. Polysorbates (Tween) (Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 479, RPS 18 hlm. 1314)
Kelarutan : Tween 20 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 40 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 60 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 80 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral.
Kegunaan : merupakan surfaktan nonionik, pembasah dan emulgator, pengsolubilisasi.
Kestabilan : stabil terhadap elektrolit, juga terhadap asam dan basa lemah. Dengan asam dan basa kuat terjadi penyabunan bertahap. Ester asam oleat dari polisorbat sensitif terhadap oksidasi.
OTT : terjadi penghilangan warna dan atau pengendapan dengan bahan-bahan seperti fenol, tannin, tar. Tween 80 dan Tween 20 dapat mengikat pengawet seperti metil paraben, propil paraben, benzalkonium klorida, asam dehidroasetat dan asam sorbat sehingga pengawet menjadi tidak aktif.
Keamanan : praktis tidak mengiritasi, toksisitas rendah.
f. Sorbitan esters (Span) (RPS 18 hlm. 1308, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 591)
Kelarutan :
Span 20 (Sorbitan monolaurat) : larut dalam methanol, alkohol, terdispersi dalam aquadest.
Span 80 (Sorbitan monooleat) : larut dalam kebanyakkan minyak mineral dan minyak tumbuhan, sukar larut dalam eter, terdispersi dalam aquadest, tidak larut dalam aseton.
Span 40 (Sorbitan monopalmitat) : terdispersi dalam aquadest 50°C, larut dalam etil asetat tidak larut dalam aquadest dingin.
Span 60 (Sorbitan monostearat) : larut (di atas titik leleh) dalam minyak mineral dan minyak tumbuhan, tidak larut dalam air, alkohol dan propilenglikol.
Secara umum larut/terdispersi dalam minyak dan juga dalam sebagian besar pelarut organik. Dalam air umumnya mereka tidak larut tetapi terdispersi.
Span 80 (Sorbitan monooleat) : larut dalam kebanyakkan minyak mineral dan minyak tumbuhan, sukar larut dalam eter, terdispersi dalam aquadest, tidak larut dalam aseton.
Kestabilan : stabil dalam asam atau basa lemah, dan terbentuk sabun secara bertahap dengan adanya asam atau basa kuat.
Kegunaan : i) emulgator: tunggal dalam emulsi A/M dengan konsentrasi 1-15%;
ii)        pengsolubilisasi: kombinasi dengan emulgator hidrofilik dalam emulsi M/A konsentrasinya 1-10%;
iii)      pembasah dengan konsentrasi 0,1-3%.
Keamanan : dapat digunakan per oral, tingkat toksisitas rendah, praktis tidak mengiritasi untuk penggunaan topikal.
g. Na-lauril sulfat (Martindale 32 hlm. 1468, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 568, RPS 18 hlm. 1307)
pH              : 7-9,5 (larutan 0,1%)
Kelarutan : 1:10 dalam air membentuk larutan yang keruh, larut sebagian dalam alkohol, praktis tidak larut dalam kloroform, eter dan light petroleum.
Kestabilan : stabil pada pH 7. Hidrolisis terjadi pada larutan dengan pH di bawah 4 dan kecepatan hidrolisis meningkat pada larutan dengan pH di bawah 2,5.
OTT : dengan surfaktan kationik dapat menyebabkan hilangnya aktifitas, walaupun dengan konsentrasi sangat kecil yang dapat menyebabkan pengendapan; asam­asam dengan pH kurang dari 2,5; garam-garam alkaloid, garam kalium dan Pb. Tidak OTT dengan asam encer, ion Ca dan Mg.
Kegunaan : emulgator anionik yang membentuk basis teremulsi sendiri dengan alkohol berlemak, konsentrasinya 0,5-2,5%; deterjen dan pembasah.
Keamanan : menyebabkan iritasi kulit bila digunakan dengan konsentrasi tinggi, tetapi tidak menyebabkan hipersensitivitas.

h.         Cetomacrogol 1000 (Polyoxyethylene alkyi ethers)(Handbook of Pharmaceutical Excipients 14h ed. hlm. 469)
Kestabilan : stabil dalam asam dan basa kuat, adanya elektrolit kuat akan mendorong pemisahan dari cetomacrogol, dapat terjadi otooksidasi selama penyimpanan menyebabkan terbentuknya peroksida dan peningkatan keasaman terus­menerus.
OTT : dengan sulfonamida, salisilat, senyawa fenolat, iodida, garam merkuri, tannin, benzokain dan senyawa obat yang teroksidasi akan terjadi penghilangan warna dan pengendapan; dapat menginaktivasi pengawet golongan fenolat dengan terjadinya ikatan hydrogen pada atom oksigen dari gugus eternya.
Kegunaan : sebagai surfaktan nonionik digunakan sebagai emulgator untuk emulsi A/M dan M/A, pengsolubilisasi minyak atsiri, vitamin berbentuk minyak dan senyawa obat yang kelarutannya dalam air rendah.
i.           Emulgid (TA Hairil Sambas: A451 hlm. 4)
Emulgid terdiri dari 30% GMS, 10% asam lemak bebas, 7% sabun
OTT : zat-zat yang bereaksi asam, larutan garam-garam dalam air dengan konsentrasi tinggi, seng oksida, oksida logam berat, zat-zat yang tidak tahan terhadap suasana basa. (Catatan: emulgid yang digunakan untuk krim yang mempunyai komponen bersifat asam harus dinetralkan dahulu dengan NaH2P04 sebanyak 2 %dari emulgid).
Contoh:
R/ Prometazin HCl
2%
Emulgid
15%
Parafin liq.
55%
m.f. cream
100%
maka untuk 100-gram krim:
R/ Prometazin HCI
2 g
Basis krim
98 g
Emulgid
14,7 g
NaH2P04 2% X 14,7 g =
0,294 g
Hal ini menyebabkan gugus hidroksi emulgid tidak aktif lagi sehingga perlu ditambahkan surfaktan hidrofil sebagai emulgator (misalnya Tween 80) dan dihitung jumlah GMS dan Tween 80 berdasar HLB masing-masing agar memenuhi HLB butuh parafin liquidum.
HLB butuh parafin liquidum:
HLB butuh paraffin liquidum =
10,5
HLB GMS                            =
3,3
HLB Tween 80                     =
15
Atau dengan mengganti emulgator sehingga formula resep tersebut menjadi:
R/ Prometazin HCI
2
Na-lauril sulfat
15
Parafin liq.
15
GMS
30
m.f. cream
100
PERHATIAN
Dalam sediaan topikal untuk penggunaan lokal, zat berkhasiat harus dalam bentuk aktifnya misalnya Hidrokortison bentuk aktifnya adalah Hidrokortison asetat. Pada label dicantumkan tanggal kadaluarsa dan kondisi penyimpanan krim tersebut. ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 152-155; BP 2001. hlm. 860,.861)

TAMBAHAN :
Untuk fase minyak, dapat digunakan minyak nabati. Tetapi, karena minyak nabati mudah tengik, maka digunakan oksidasi, sehingga tidak diperlukan anti oksidan. Minyak mineral yang dapat digunakan antara lain minyak mineral yang stabil terhadap parafin liquidum (parafin cair), yang dapat memberikan sifat emolient. Konsentrasi parafin cair untuk sediaan topikal adalah 0,1-95%.

Cetomacrogol 1000 dengan Cetostearyl alkohol merupakan “self emulsifying wax” dengan perbandingan Cetomacrogol 1000: Cetostearyl alkohol = 1:4.

2 komentar:

ITA ROULI mengatakan...

alau demikian harus dibedakan pemakaian krim malam dan krim siang

Unknown mengatakan...

Jadi kirim A/M itu ideal kah?🙏

Google Ads