I. DEFINISI
Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan
kosmetik, sebagai sediaan berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim
biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau membran mukosa.
Beberapa definisi krim, sebagai berikut :
Krim adalah
bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Istilah ini secara tradisional telah digunakan
untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair,
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang
batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak
dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai
panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
melalui vaginal (FI IV, hal 6)
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim
berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal
134)
Krim adalah sediaan multi fase yang terdiri dari
fase lipofil dan fase aqueous yang diformulasi misibel dengan sekret kulit,
dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau membran mukosa tertentu dengan tujuan
protektif, terapeutik, atau profilaktik, terutama yang tidak memerlukan efek
oklussif (membentuk lapisan /film diatas permukaan kulit). (BP 2002, hal
1904,1905)
Krim adalah sediaan homogen, viscos atau semi
solid yang biasanya mengandung larutan atau suspensi satu atau lebih zat aktif
dalam basis yang cukup. Krim diformulasikan menggunakan hidrofilik atau
hidrofobik basis untuk mendapatkan krim yang tersatukan dengan sekret kulit.
Krim biasanya digunakan pada kulit atau membran mukosa untuk perlindungan,
pengobatan atau pencegahan. Krim harus menggunakan pengawet serta mengandung
zat tambahan yang cocok seperti anti oksidan, stabilizer, pengemulsi dan
pengental (BP 1988, hal 649)
TEORI
A.
Penggolongan Krim
(RPS 18th
ed hal. 1603; TPC, Hal 134; Soehaimi Moebin, “Dasar-Dasar Krim”)
Berdasarkan tipe
-
Tipe
M/A atau O/W (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal
122). Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang
tanpa bekas. Pembuatan krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang
alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.
-
Tipe
A/M atau W/O (Diktat Kuliah Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida, Hal
122). Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti
adeps lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam
lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan
emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator tidak tepat, dapat terjadi
pembalikan fasa. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada penggunaan dengan waktu
kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki.
Berdasarkan pemakaian
-
Untuk
kosmetik, Contoh : Cold cream
-
Untuk
pengobatan, Contoh : Krim neomisin
B. Keuntungan Sediaan Krim
Keuntungan sediaan krim adalah :
-
Mudah
dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian
-
Tidak
lengket (emulsi m/a)
Basis krim mengandung air
dalam jumlah banyak sedangkan sel hidup biasanya lembab. Hal ini akan
mempercepat pelepasan obat. Selain itu, tegangan permukaan kulit akan
diturunkan oleh
emulgator dan bahan pembantu lain yang terdapat
dalam basis krim sehingga absorbsi lebih cepat (penetrating enhancer). Basis
krim yang berair juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang rusak.
Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit
dan mudah dicuci dengan air.
Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang
larut air dan larut minyak, maka bentuk pembawa yang cocok untuk memperoleh
absorbsi yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi (RPS, Hal 413).
C. Hal-hal Penting dalam Merancang Suatu Sediaan
Krim
Untuk membuat sediaan krim yang berkhasiat
dan aman, diperlukan data-data sebagai berikut:
- Monografi zat aktif untuk keperluan
pemeriksaan bahan baku yang digunakan. Bahan baku
harus memenuhi persyaratan farmakope agar dapat digunakan untuk sediaan
farmasi.
-
Monografi
sediaan krim zat X untuk mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi oleh
sediaan
krim yang meliputi: Identifikasi dan penetapan kadar zat aktif dalam
sediaan zat dan cara
penetapannya.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sediaan krim zat X:
- Data farmakologi untuk menentukan dosis
zat aktif dalam sediaan, indikasi, kontra indikasi, efek
samping, interaksi dan peringatan pasien.
-
Data
preformulasi dan bahan baku pembantu untuk menyusun formula sediaan krim.
- Undang-undang yang berhubungan, yaitu
peraturan-peraturan mengenai penggolongan obat,
penandaan, dan pengemasannya.
Data monografi zat aktif, monografi sediaan, data farmakologi dan data
preformulasi disesuaikan dengan zat aktif yang didapat dari soal.
Pembuatan sediaan krim membutuhkan beberapa bahan
pembantu. Pemilihan bahan pembantu didasarkan pada kesesuaian dan bentuk fisik
jenis campuran serbuk yang dibutuhkan. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya
seminimal mungkin. Semakin banyak bahan yang digunakan, semakin banyak pula
masalah yang timbul, seperti masalah inkompatibilitas. Oleh karena itu, sedapat
mungkin eksipien yang digunakan benar-benar dibutuhkan dalam formulasi. Akan
lebih baik jika menggunakan eksipien yang dapat berfungsi lebih dari satu macam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sediaan krim adalah :
1. Pemilihan zat aktif untuk sediaan krim
harus dalam bentuk aktifnya.
2.
Pemilihan
basis krim harus disesuaikan dengan sifat atau kestabilan zat aktif yang
digunakan.
Bila
zat aktif larut lemak, maka sebaiknya tipe emulsi A/M dan demikian pula
sebaiknya. Nilai pH stabilitas zat
aktif harus diperhatikan.
OTT zat aktif dengan bahan tambahan maupun basis
dalam sediaan harus diperhatikan. Sifat termolabil zat aktif mempengaruhi
proses pencampuran zat aktif ke dalam basis. Konsistensi sediaan krim yang
diinginkan adalah konsistensi yang cukup kental, untuk menjamin stabilitas
dispersi, tetapi cukup lunak sehingga mudah dioleskan.
3.
Pada
pembuatan krim perlu ditambahkan pengawet,
karena :
- Krim mengandung fase air yang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme.
- Kontaminasi
mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama penggunaan sediaan. (TPC,151), tidak untuk sediaan
krim steril.
4.
Krim
mengandung minyak. Jika krim menggunakan minyak nabati, maka
perlu ditambahkan antioksidan untuk
mencegah terjadinya ketengikan, akibat terjadi reaksi oksidasi. (TPC,151) Jika
minyak mineral (contoh: parafin liquidum)
yang digunakan dalam krim tidak perlu penambahan antioksidan
5.
Penggunaan
emulgator harus disesuaikan dengan jenis krim yang dikehendaki dan tersatukan
dengan zat aktif.
6.
Penambahan
fasa air dalam krim dilakukan secara hati-hati dan secara sebagian-sebagian
untuk mencegah kontaminasi mikroba. Penambahan dilakukan secara tepat dan
terhindar dari efek panas selama pencampuran. Penambahan air secara berlebihan
dapat mempengaruhi stabilitas dari beberapa krim.
- Pembuatan krim steril sebaiknya dilakukan secara aseptik, semua alat yang dibutuhkan harus direbus dalam air dan kemudian didinginkan dan dikeringkan (Fornas, Hal 313).
- Bila sediaan yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit yang parah, maka krim harus steril (BP 2002 hal 1903; BP ’93, Hal 756).
- Jika krim diwadahkan dalam tube aluminium, maka tidak boleh digunakan pengawet senyawa raksa organik karena akan terbentuk kompleks pengawet aluminium dan untuk mengatasinya tube harus dilapisi dengan bahan yang inert (Fornas, Hal 313). Untuk itu, saat memasukkan krim ke dalam tube, krim dimasukkan beserta kertas perkamennya, untuk melindungi dari dinding tube, dan juga bisa ditambahkan zat pengkhelat.
- Untuk tube yang mudah berkarat, maka bagian tube sebelah dalam harus dilapisi dengan larutan dammar dalam pelarut mudah menguap (Fornas, Hal 313).
11.
Pemberian
Etiket:
Pada etiket harus tertera “Obat Luar”, dan untuk antibiotika harus
tercantum daluarsanya (FI II)
Pada etiket tercantum : (BP 2002 hal 1904; BP ’88, Hal 650)
-
Bila
perlu, dapat ditambahkan pada etiket bahwa krim tersebut steril.
-
Tanggal
kadaluarsa, dimana krim tidak boleh digunakan lagi.
-
Kondisi
penyimpanan.
-
Pada
label dicantumkan nama dan konsentrasi antimikroba sebagai pengawet yang ditambahkan.
Penyimpanan :
Krim sebaiknya disimpan pada suhu tidak leih dari 25oC, kecuali
dinyatakan lain oleh produsen. Krim tidak boleh didinginkan karena airnya dapat
mengkristal. (BP 2002, Hal 1905).
Wadah :
Wadah tertutup rapat, sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi dari
isinya. Bahan dan konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi
isinya.
D. Sediaan Krim yang Ideal
Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi
juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan. Bebas dari partikel kasar atau partikel yang
tidak larut.
Bioavalabilitas optimal.
II. FORMULASI
A. Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT,
absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka (Art of Compounding). Pertimbangan
utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi sediaan
yang diharapkan.
Persyaratan basis (RPS 18th
ed. hal 1603) antara lain:
-
noniritasi
-
mudah
dibersihkan
-
tidak
tertinggal di kulit
-
stabil
-
tidak
tergantung pada pH
-
tersatukan
dengan berbagai obat
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah:
-
kualitas
dan kuantitas bahan
-
cara
pencampuran, kecepatan dan tipe pencampurannya
-
suhu
pembuatan
-
jenis
emulgator
-
dengan
konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan tipe
emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A)
Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan
tipe M/A (RPS 18th
ed hal. 1603) 1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream
Sifat : • emolien
·
oklusif
·
mengandung
air
·
beberapa
mengabsorpsi air yang ditambahkan
·
berminyak
2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment (c/ : Cetomacrogol
1000 + Cetostearyl alcohol)
Sifat: • mudah dicuci dengan air
·
tidak
berminyak
·
dapat
diencerkan dengan air
·
tidak
oklusif
Formulasi yang lebih baik adalah krim yang dapat mendeposit lemak dan
senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.
Basis emulsi terdiri dari 3 komponen, yaitu fasa
minyak, pengemulsi dan fasa air. Fasa minyak biasa disebut fasa internal,
biasanya terbentuk dari petrolatum atau liquid petrolatum dengan satu atau
lebih alkohol berbobot molekul tinggi seperti setil atau stearil alkohol.
Stearil alkohol dan petrolatum membentuk fasa minyak yang mempunyai kegunaan
menghaluskan dan membuat nyaman kulit. Stearil alkohol juga berpersn sebagai
adjuvan pengemulsi. Fasa air mengandung pengawet, pengemulsi atau bagian dari
pengemulsi dan humektan. Humektan biasanya berupa gliserin, propilen glikol
atau polietilenglikol. Fasa air juga bisa mengandung komponen larut air dari
sistem emulsi, bersama dengan zat tambahan lain seperti penstabil, antioksidan,
dapar, dll.
Setelah pemilihan komponen yang tepat, basis
emulsi dibuat melalui proses pemanasan dan pengadukan. Fasa minyak dilelehkan
dan dipanaskan dalam kontainer yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk) dengan
berbagai kecepatan pengadukan. Fasa air yang mengandung pengemulsi dimasukkan
ke dalam kontainer kedua, kemudian dilarutkan dan dipanaskan sampai suhu 75°C.
Fasa air kemudian ditambahkan perlahan-lahan sambil terus diaduk ke fasa
minyak. Penambahan pertama harus dilakukan perlahan-lahan tapi terus-menerus
dan diaduk dengan hatihati, artinya pengemulsi tidak boleh diaduk dengan laju
pengadukan yang menyebabkan terlalu banyak gelembung udara yang terperangkap.
Aduk terus perlahan-lahan selama penambahan fasa air dan sampai suhu mencapai
30°C. Zat aktif (yang tidak tahan panas) biasanva ditambahkan setelah emulsi
terbentuk dan telah banyak fasa air yang ditambahkan. Senyawa obat ditambahkan
secara berkala sebagai konsentrat terdispersi dalam air. Demikian juga pewarna
dan dye. (RPS 18th ed
hal 1603-1605)
Contoh basis krim:
Formula standar untuk krim basis M/A (Van
Duin hal.119)
R/ Emulgid 15
%
ol. Sesami 15%
Aquades ad 100%
R/ Emulgid 15%
ol. Arach 15%
Aquades ad 100%
Karena oleum Sesami mudah tengik biasanya diganti dengan paraffin liquidum:
R/ Emulgid
|
15%
|
Parafin liq
|
15%
|
Aquades ad
|
100%
|
R/ Emulgid
|
15%
|
ol. Sesami
|
15%
|
Aquades ad
|
100%
|
Formula standar di atas digunakan untuk zat-zat
yang tahan terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan basa, maka basis emulgid
dinetralkan dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari jumlah emulgid dan ditambah
emulgator surfaktan
1. Van Duin hal. 121
R/ Asam stearat 25 %
Adeps lanae 5 %
TEA 1,5
%
Gliserin 7
%
Aquades ad 100
%
2.
|
Art
of Compounding hal. 362
|
|
|
R/ Parafin liq.
|
20 %
|
|
Asam
stearat
|
10 %
|
|
Setil
alkohol
|
10 %
|
|
TEA
|
10 %
|
|
aquades ad
|
60 g
|
3.
|
Martindale ed 28 hal. 45
(Krim TEA)
|
|
|
R/ TEA
|
1,2 g
|
|
Asam
stearat
|
24 g
|
|
Gliserol
|
13,5 g
|
|
Aquades
|
61,3 g
|
4.
|
AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94
|
R/ Setil alkohol 20 %
Mineral oil 20 %
Span 80 0,5 %
Tween 80 4,5 %
Metil paraben 0,4 % (Nipagin)
Propil paraben 0,08 % (Nipasol)
Aquades ad 100 %
5.
USP26 NF 21 2003 (Hydrophilic ointment) hal. 1349
R/ Metil paraben 0,25 g
Propil paraben 0,15 g
Na-lauril sulfat 10 g
Propilen glikol 120 g
Stearil alkohol 250 g
White petroleum 250 g
Aquades 370 g
Dibuat 1000 g
Cara:
lelehkan stearil alkohol dan white petrolatum dalam tangas air sampai suhu
70°C. Tambahkan bahan-bahan lain yang sebelumnya dilarutkan dalam air dan
dihangatkan sampai suhu 75°C dan aduk campuran krim.
6.
Fornas 1978 hal. 135 R/ Setomakrogol 1000 300 mg
Setostearil alkohol 1,2 g
Parafin liq. 1 g
Vaselin album 2,5 g
aquades ad 10 g
7.
Skripsi Devi Nurverial 1995
R/ Parafin liq. 3,75 g
Vaselin album 3,75 g
Polisorbat 80 0,775 g
Span 85 0,225 g
Carbopol 934 0,250 g
TEA 0,337 g
Aquades 8,163 g
Cara: • karbopol dikembangkan dengan air suling
· tambahkan TEA, aduk
sampai homogen
· tambahkan polisorbat
80
· panaskan pada tangas
air hingga 60°C
· vaselin album, parafin
liquidum, Span 85 dilelehkan di tangas air sampai suhu 55°C
· tuang fasa minyak ke
mortir, tambahkan fasa air sedikit-sedikit, aduk homogen
8.
Martin, Dispensing of Medication hal. 827
R/ Asam stearat 7 %
Setil alkohol 2 %
Gliserin 10
%
Light mineral oil 20 %
TEA 2
%
Aquades ad 100
%
9.
Keither, The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialist, hal. 68
(Vanishing cream)
R/ Asam stearat 20 %
Lanolin 2
%
Gliserin 2
%
TEA 0,9
%
Borax 0,5
%
Aquades 74,6
%
10.
Pharmaceutical Handbook 19th
ed. Hal. 19
R/ Parafin liq. 35 %
Lemak domba 1 %
Setil alkohol 1 %
Emulgator 7
%
Aquades ad . 100 % (jumlah
air 56% lebih lunak)
11.
Basis
krim lain R/ GMS
Na-lauril sulfat 15
Parafin liq 15
Aquades ad 100
Basis ini merupakan basis standar yang merupakan kombinasi emulgator HLB
kecil (GMS) dengan emulgator HLB besar (Na-lauril sulfat)
B. Zat
Tambahan dalam Krim
1. Pengawet (Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm. 151; RPS 18th, hlm. 1607)
Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut :
-
Tidak
toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
-
Lebih
mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik
-
Efektif
pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas
-
Stabil
pada kondisi penyimpanan.
-
Tidak
berbau dan tidak berasa
-
Tidak
mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan
pengemas.
-
Larut
dalam konsentrasi yang digunakan.
-
Tidak
mahal
Contoh pengawet dan keterbatasan pemakaiannya :
-
Senyawa
ammonium kuarterner. Senyawa
ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik, nonionik dan protein.
-
Senyawa
organik merkuri. Senyawa
ini cenderung toksik dan mensensitisasi kulit. Pemakaian dibatasi dalam
formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata.
-
Formaldehid.
Bersifat mudah menguap
dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas tinggi.
-
Fenol
terhalogenasi. Senyawa
ini berbau, dapat diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan
protein. Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh:
Hexachlorophene-o-chloro-m‑
cresol (HPCMC), p-chloro-m-xylenol (PCMX), dichloro-m-xylenol (DCMX).
-
Asam
sorbat. Contoh: Kalium
sorbat, untuk formula dengan pH 6,5 -7, pada konsentrasi tinggi dapat
teroksidasi oleh cahaya matahari dan menyebabkan penghilangan warna sediaan,
terbatas hanya untuk antibakteri.
-
Asam
benzoat. Contoh: Natrium
benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau kurang, tidak banyak digunakan lagi
karena hanya terbatas untuk antibakteri. (Sumber: RPS 18th ed., hlm. 1607)
-
Metilparaben atau propilparaben. Senyawa ini umum digunakan. Menurut Fornas
edisi II., hlm. 313 untuk
metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil paraben sejumlah 0,02%-0,05%. Tetapi penggunaan Tween
80 dan Tween 20 dapat mengikat metil paraben dan propil paraben sehingga pengawet menjadi tidak aktif. Metil
paraben & propil paraben dapat terikat
pada Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga agar keduanya tetap efektif sebagai
antimikroba, maka konsentrasinya
harus ditingkatkan. (Lachman, Teori &
Praktek Ind. Far., 1066). Pada pembuatan krim, metil paraben dan propil
paraben dilarutkan terlebih dahulu dalam alkohol,
lalu ditambahkan ke dalam basis krim yang sudah dingin.
-
Pengawet
yang lain adalah klorkresol yang
mempunyai aktivitas sebagai antifungi dan antibakteri.
Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1%.
-
Na Benzoat sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya
makromolekul, tetapi masih lebih baik
dibandingkan turunan paraben. Oleh karena itu,
penggunaan Na benzoate biasanya dalam konsentrasi tinggi, bisa
mencapai 0,5%. Penandaan pengawet ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm.
155)
Bila pada krim ditambahkan pengawet maka nama dan konsentrasi pengawet
tersebut harus ditulis/tertera pada label.
2.
Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk
menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum.
Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap
stabilitas krim dan zat aktif. Pertimbangan untuk didapar dilakukan pada
sediaan dengan rentang stabilitas pH yang kecil, dengan maksud untuk menjaga
stabilitas zat aktif dalam sediaan.
3.
Humektan atau pembasah
Humektan
digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah
kekeringan (kehilangan air) dan
meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas usapan dan
konsistensi secara umum.
Pemilihan humektan didasarkan pada sifatnya untuk
menahan air dan efeknya terhadap viskositas dan konsistensi produk akhir.
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan pada krim dan gel adalah:
gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan BM rendah. ("Pharmaceutical Codex" 12nd ed., hlm.
150)
Poliol, Gliserin, propilenglikol, sorbitol 70 dan
PEG dengan BM yang lebih rendah digunakan sebagai pelembab (humektan) dalam
krim. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering, mencegah pembentukan kerak
bila krim dikemas dalam botol, memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya
suatu krim jika dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat
menyebar tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan sediaan lebih
pekat. Sorbitol 70% lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada
konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3% sorbitol 70% sebanding dengan 10%
gliserin. Propilenglikol dan PEG kadang-kadang dikombinasi dengan gliserin
karena kemampuan menyerap lembab keduanya lebih rendah daripada gliserin.
Selain itu, penambahan propilen glikol dalam pembuatan krim sebagai humektan
diberikan dengan konsentrasi 15% (Lachman,
Teori dan Praktek Farmasi Industri II, hlm. 1110).
Pembasah diperlukan karena mayoritas obat yang
terdispersi adalah hidrofob. Surfaktan berguna untuk menurunkan tegangan
permukaan dan meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan. Pembasah
ditambahkan ke serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya.
Surfaktan yang berfungsi sebagai wetting agent
memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%. Surfaktan kurang dari 0,05%
akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan apabila surfaktan lebih dari
0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang sangat halus, distribusi
ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB tinggi menyebabkan adanya
busa.
Surfaktan ionik lebih efektif tapi lebih sensitif terhadap pH dan
eksipien lain. Umumnya surfaktan berasa pahit kecuali poloxamers.
Sorbat 80 (Tween 80) paling banyak digunakan karena
toksisitas lebih rendah daripada yang lain dan kompatibel dengan banyak bahan
lain. Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang kompatibel dengan eksipien
kation dan anion, konsentrasi yang digunakan 0,1%.
Nonoxynols dan poloxamers efektif di bawah nilai KMKnya. Kalium
klorida menurunkan KMK, menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan
pembasahan. Alkohol 0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan sebagai
pembasah, dipilih tergantung kemampuan membasahi permukaan obat hidrofob. (Disperse
system, vol.I, hlm. 285-366; vol I, hlm. 99,147,478,504).
Suspensi neocolamin, zinc oxide, magnesia magma dengan metil selulosa
ditambah 0,1 mL polysorbate 80 (Tween 80) untuk 60 mL sediaan suspensi,
penampilannya baik walaupun viskositasnya turun. Untuk mengkoreksi busa yang
muncul, ditambah sorbitan monooleat (Span 60) dalam jumlah yang sama (AOC,
hal.306). Na-lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT dengan obat kationik (Disperse
System). Biasa digunakan untuk eksternal (AOC, hal.323).
Tipe surfaktan
|
HLB
|
|
|
Anionik
|
Nonionik
|
|
Keterangan
|
Clocusate sodium
|
|
|
Pahit, busa
|
Na-lauril sulfat
|
|
|
Pahit, busa
|
|
|||
|
Polysorbate 65
|
10,5
|
Pahit
|
|
Octoxynol 9
|
12,2
|
Pahit
|
|
Nonoxynol 60
|
13,2
|
Pahit
|
|
Polysorbate 60
|
14,9
|
Pahit
|
|
Polysorbate 80
|
15
|
Biasa digunakan, pahit
|
|
Polysorbate 40
|
15,6
|
Toksisitas rendah, pahit
|
|
Polysorbate 20
|
16,7
|
Pahit
|
|
Poloxamer 235
|
10
|
Toksisitas rendah, rasa baik
|
|
Poloxamer 180
|
19
|
Busa, pahit
|
4. Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat
iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. ("Pharmaceutical
Codex" 12nd ed., hlm. 151)
Antioksidan yang dapat
ditambahkan ("Teknologi Likuida dan Semisolida", Goeswin A., hlm.
124):
-
Antioksidan
sejati : tokoferol, alkil galat, BHA, BHT.
-
Antioksidan
sebagai agen pereduksi : garam Na dan K dari asam sulfit.
- Antioksidan
sinergis : asam edetat dan asam-asam organik seperti sitrat, maleat, tartrat
atau fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam.
5.
Pengompleks
Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam sediaan
yang dapat mengoksidasi.
6.
Zat Pengemulsi / Emulgator
Beberapa jenis zat pengemulsi:
a.
Asam
Lemak dan Alkohol (Lachman
Teori dan Praktek Farmasi Industri II,hlm.1104) Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya
dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi
krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit.
Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya kalium hidroksida
atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8-20% asam
stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini
bersifat lunak dan menjadi mengkilap karena adanya pembentukan kristal-kristal
asam stearat. Krim yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi
yang jauh lebih keras. Dalam jumlah yang cukup, stearil alkohol menghasilkan
krim keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol.
b.
Zat Pengemulsi
Penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak,
seperti setil alkohol cenderung menstabilkan emulsi M/A sediaan semipadat.
Ion-ion polivalen, seperti Mg, Ca, dan Al cenderung menstabilkan emulsi A/M
dengan membentuk ikatan silang dengan gugus-gugus polar bahan lemak. Tanah
liat, magnesium aluminium silikat. juga membantu menstabilkan emulsi A/M jika
digunakan dengan pengemulsi yang cocok, mungkin dengan efek pengentalnya pada
fase internal sehingga bahan tersebut mencegah penggabungan.
Magnesium aluminium silikat dapat berpindah ke
daerah antarmuka, membentuk suatu lapisan tipis yang lebih kuat. Jenis emulsi
sabun dapat menjadi tidak stabil dengan adanya zat-zat yang bereaksi asam.
Pengemulsi kationik atau nonionik dipilih untuk obat-obat yang memerlukan pH
asam. Senyawa amonium kuarterner setil trimetil amonium klorida dapat membantu
menstabilkan emulsi ini bila dikombinasikan dengan alkohol berlemak seperti
setil alkohol. Zat pengemulsi nonionik digunakan untuk emulsi M/A ataupun A/M,
karena zat ini dapat bercampur dengan sebagian besar bahan-bahan obat.
Pengemulsi nonionik dapat digunakan dengan garam-garam asam kuat atau dengan
elektrolit kuat.
Krim yang dibuat dari emulgator anionik seperti
sabun dan emulsifying wax BP dapat mengalami pemisahan bila dalam krim tersebut
terdapat emulgator kationik seperti cetrimide emulsifying wax menurunkan
aktivitas antimikroba dari pengawet yang bersifat kation. Alkil sulfat dan
fosfat seperti Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat bila digunakan
sendiri menghasilkan tipe M/A dengan stabilitas yang rendah tetapi ketika
dikombinasi dengan lemak alkohol maka memberikan stabilitas yang baik. (Aulton,
Pharmaceutical Practice,hlm. 42).
c. Emulgator
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi,
umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonionik. Jenis emulgator yang
digunakan ada 3: surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat terbagi halus. Pemilihan
zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.
Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat
(TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun. Untuk
membuat krim tipe A/M digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil,
alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida.
Emulgator yang ideal untuk farmaseutika (Pharmaceutical Codex, 12ed,
hlm. 84):
-
Stabil.
-
Inert.
-
Bebas
dari bahan yang toksik dan iritan.
-
Sebaiknya
tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
-
Menghasilkan
emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik
(misalnya ion lauril sulfat, TEA stearat), kationik (garam amonium kuarterner)
dan pengemulsi nonionik (polioksietilenlauril alkohol dsb).
Campuran pengemulsi yang banyak digunakan, adalah :
-
Emulsifying
wax BP
Campuran dari Na-lauril sulfat 10% dengan Cetostearyl Alkohol 90% (Aulton,
Pharmaceutical Practise, Hal 110).
-
Lannex
wax
Campuran etil dan stearil alkohol yang disulfonasi
-
Cetrimide
emulsifying wax
Campuran dari Cetrimide 10%
dengan Cetostearyl alkohol 90% (Aulton, Pharmaceutical Practise, Hal 110).
-
Cetomacrogol
emulsifying wax.
Sistem campuran pengemulsi ini selain sebagai
pengemulsi juga berfungsi sebagai pengatur konsistensi. Golongan ampifil
biasanya adalah lemak alkohol tinggi (C14-C18) dan asam lemak seperti palmitat
dan stearat, dimana keduanya merupakan zat pengemulsi M/A degan lemak.
Faktor pemilihan emulgator (Dispensing for Pharmaceutical Students,
Cooper & Guns, hlm 127-135):
-
Berdasarkan
harga HLB butuh, umumnya kombinasi
-
Sifat
ionik emulgator:
• Emulgator kationik. Efektif pada pH 3-7,
digunakan dalam emulsi yang mengandung bahan obat kationik, konsentrasi
elektrolit yang tinggi, keasaman yang tinggi. Sifat-sifat emulgator kationik:
daya pengemulsi lemah dan merupakan eksipien
Emulgator yang
sering digunakan:
-
Golongan
alam: gom arab, tragakan, PGS
-
Semi
Sintetik: TEA-stearat, TEA-lauril sulfat, Na-stearat, Span/Tween
20,40,60,80,85, rnacrogol-300, 4000, 1540, setil alkohol, GMS, emulgid.
-
Zat
terbagi halus: veegum, bentonit.
Contoh emulgator (RPP 12nd ed.):
1. M/A:
-
Emulgator
campuran dan surfaktan
-
Emulsifying
wax
-
Lanetewax.
-
Cetrimide
emulsifying wax
-
Cetomacrogol
-
Alkali
metal & ammonium soaps
-
Glikol
& gliserol ester mengandung soap
-
Macrogol
ester
-
Macrogol
eter misal cetomacrogol 1000
2. A/M
-
Adeps
lanae
-
Wool
alkohol
-
Ester
asam lemak dengan sorbitan
-
Higher
fatty alkohol misal setil alkohol. stearil alkohol
-
Setaseum
-
Emulgid
-
Soap
of di & trivalent metal
-
Glikol
& gliserol ester misal GMS
Beberapa Contoh Emulgator:
a.
Stearil alkohol (Martindale
hlm.1385, USP 26 hlm. 2844, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 618, RPS 18 hlm. 1308)
Kelarutan : tidak larut dalarn air, larut dalam alkohol, eter, aseton,
benzen, kloroform, minyak tumbuhan.
Kegunaan : pengemulsi, peningkat kemampuan untuk menahan air, pengental
pada krim. Stabilitas : stabil terhadap asam dan basa, stabil terhadap
ketengikan.
Keamanan : non toksik, non iritan, dapat menyebabkan hipersensitivitas.
b.
Asam Stearat (Martindale
hlm.1632, USP 26 hlm.2844, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 615, RPS 18 hlm.1312)
Kelarutan : tidak larut
dalam air, larut dalam 1:20 alkohol, 1:2 kloroform, 1:3 eter, 1:25 aseton, 1:6
karbon tetraklorida; sangat larut dalam karbon disulfida; larut dalam amil
asetat, benzen, toluene
OTT :
dengan logam membentuk stearat yang tidak larut, dengan garam Zn dan Ca
menunjukkan kecenderungan terjadi pengeringan atau penggumpalan.
c.
Trietanolamin (Trolamin,
TEA) (Martindale 32 hlm.1639, p 26 hlm. 2852, Handbook of Pharmaceutical
Excipients 4th ed. hlm. 663,
RPS 18 hlm. 1317)
Titikleleh : 20-21 °C
Pemerian : sangat higroskopis.
Kelarutan : tidak bercampur dengan air
atau alkohol; larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter, benzen.
OTT : dengan asam membentuk
garam dan ester; dengan tembaga membentuk garam kompleks; dengan garam-garam
logam berat menyebabkan hilangnya warna dan pengendapan.
Kegunaan : dikombinasi
dengan asam lemak bebas membentuk sabun untuk digunakan sebagai emulgator, pH
netral 8. Dalam bentuk sabun tidak menyebabkan iritasi. Sabun ini membentuk
emulsi yang sangat stabil untuk hampir semua minyak, lemak atau malam untuk
pemakaian luar. Konsentrasi yang digunakan sebagai engemulsi 2-4 TEA dan jumlah
asam lemak yang digunakan 2-5 kali. TEA juga berfungsi sebagai humektan.
Kestabilan : sediaan yang
menggunakan sabun TEA cenderung menjadi gelap selama penyimpanan; untuk
menghindari hilangnya warna maka harus dihindari cahaya dan kontak langsung
dengan logam.
Keamanan : menyebabkan iritasi pada kulit dan membrane mukosa.
d.
Setil alkohol (Martindale
32 hlm. 1383, USP 26 hlm. 2716, Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 130, RPS 18 hlm. 1312)
Titik leleh : 45-50°C
Kelarutan : tidak larut dalam air; larut baik dalam alkohol, kloroform,
aseton, benzen; tidak bercampur bila dilelehkan bersama lemak, paraffin liquid,
dan paraffin solid.
Kegunaan : emollient,
mempunyai kemampuan mengabsorpsi air pada emulsi tipe A/M, merupakan emulgator
lemah untuk emulsi tipe A/M, dapat meningkatkan konsistensi (viskositas krim) atau
dapat digunakan vaselin album sebanyak 25%., kombinasi dengan emulgator yang
larut air akan menstabilkan emulsi M/A.
Kestabilan : stabil dengan
adanya asam dan basa, cahaya dan udara, dan tidak tengik. Keamanan : non
toksik, non iritan.
Penggunaan: sebagai emulgator dan emollien konsentrasinya 2-5%
e. Polysorbates (Tween) (Handbook of Pharmaceutical Excipients 4th ed. hlm. 479, RPS 18 hlm. 1314)
Kelarutan : Tween 20 :
larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 40 : larut
dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 60 : larut dalam
air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 80 : larut dalam air,
alkohol, tidak larut dalam minyak mineral.
Kegunaan : merupakan surfaktan nonionik, pembasah dan emulgator, pengsolubilisasi.
Kestabilan : stabil
terhadap elektrolit, juga terhadap asam dan basa lemah. Dengan asam dan basa
kuat terjadi penyabunan bertahap. Ester asam oleat dari polisorbat sensitif
terhadap oksidasi.
OTT : terjadi penghilangan
warna dan atau pengendapan dengan bahan-bahan seperti fenol, tannin, tar. Tween
80 dan Tween 20 dapat mengikat pengawet seperti metil paraben, propil paraben,
benzalkonium klorida, asam dehidroasetat dan asam sorbat sehingga pengawet
menjadi tidak aktif.
Keamanan : praktis tidak mengiritasi, toksisitas rendah.
f. Sorbitan esters (Span) (RPS 18 hlm. 1308, Handbook of
Pharmaceutical Excipients 4th ed.
hlm. 591)
Kelarutan :
Span 20 (Sorbitan monolaurat) : larut
dalam methanol, alkohol, terdispersi dalam aquadest.
Span 80 (Sorbitan
monooleat) : larut dalam kebanyakkan minyak mineral dan minyak tumbuhan, sukar
larut dalam eter, terdispersi dalam aquadest, tidak larut dalam aseton.
Span 40 (Sorbitan monopalmitat) : terdispersi dalam aquadest 50°C, larut
dalam etil asetat tidak larut dalam aquadest dingin.
Span 60 (Sorbitan
monostearat) : larut (di atas titik leleh) dalam minyak mineral dan minyak
tumbuhan, tidak larut dalam air, alkohol dan propilenglikol.
Secara umum larut/terdispersi dalam minyak dan juga dalam sebagian besar
pelarut organik. Dalam air umumnya mereka tidak larut tetapi terdispersi.
Span 80 (Sorbitan
monooleat) : larut dalam kebanyakkan minyak mineral dan minyak tumbuhan, sukar
larut dalam eter, terdispersi dalam aquadest, tidak larut dalam aseton.
Kestabilan : stabil dalam asam atau basa lemah, dan terbentuk sabun secara
bertahap dengan adanya asam atau basa kuat.
Kegunaan : i) emulgator: tunggal dalam emulsi A/M dengan konsentrasi 1-15%;
ii)
pengsolubilisasi:
kombinasi dengan emulgator hidrofilik dalam emulsi M/A konsentrasinya 1-10%;
iii)
pembasah
dengan konsentrasi 0,1-3%.
Keamanan : dapat digunakan per oral, tingkat toksisitas rendah, praktis
tidak mengiritasi untuk penggunaan topikal.
g. Na-lauril sulfat (Martindale 32 hlm. 1468, Handbook of
Pharmaceutical Excipients 4th ed.
hlm. 568, RPS 18 hlm. 1307)
pH :
7-9,5 (larutan 0,1%)
Kelarutan : 1:10 dalam air membentuk
larutan yang keruh, larut sebagian dalam alkohol, praktis tidak larut dalam
kloroform, eter dan light petroleum.
Kestabilan : stabil pada pH 7. Hidrolisis terjadi pada larutan dengan pH di
bawah 4 dan kecepatan hidrolisis meningkat pada larutan dengan pH di bawah 2,5.
OTT : dengan surfaktan
kationik dapat menyebabkan hilangnya aktifitas, walaupun dengan konsentrasi
sangat kecil yang dapat menyebabkan pengendapan; asamasam dengan pH kurang
dari 2,5; garam-garam alkaloid, garam kalium dan Pb. Tidak OTT dengan asam
encer, ion Ca dan Mg.
Kegunaan : emulgator anionik yang
membentuk basis teremulsi sendiri dengan alkohol berlemak, konsentrasinya
0,5-2,5%; deterjen dan pembasah.
Keamanan : menyebabkan iritasi kulit bila
digunakan dengan konsentrasi tinggi, tetapi tidak menyebabkan
hipersensitivitas.
h.
Cetomacrogol 1000 (Polyoxyethylene alkyi ethers)(Handbook of
Pharmaceutical Excipients 14h ed. hlm. 469)
Kestabilan : stabil dalam
asam dan basa kuat, adanya elektrolit kuat akan mendorong pemisahan dari
cetomacrogol, dapat terjadi otooksidasi selama penyimpanan menyebabkan
terbentuknya peroksida dan peningkatan keasaman terusmenerus.
OTT : dengan sulfonamida,
salisilat, senyawa fenolat, iodida, garam merkuri, tannin, benzokain dan
senyawa obat yang teroksidasi akan terjadi penghilangan warna dan pengendapan;
dapat menginaktivasi pengawet golongan fenolat dengan terjadinya ikatan
hydrogen pada atom oksigen dari gugus eternya.
Kegunaan : sebagai
surfaktan nonionik digunakan sebagai emulgator untuk emulsi A/M dan M/A,
pengsolubilisasi minyak atsiri, vitamin berbentuk minyak dan senyawa obat yang
kelarutannya dalam air rendah.
i.
Emulgid (TA Hairil Sambas: A451 hlm. 4)
Emulgid terdiri dari 30% GMS, 10% asam lemak
bebas, 7% sabun
OTT : zat-zat yang bereaksi
asam, larutan garam-garam dalam air dengan konsentrasi tinggi, seng oksida,
oksida logam berat, zat-zat yang tidak tahan terhadap suasana basa. (Catatan:
emulgid yang digunakan untuk krim yang mempunyai komponen bersifat asam harus
dinetralkan dahulu dengan NaH2P04 sebanyak 2 %dari emulgid).
Contoh:
R/ Prometazin
HCl
|
2%
|
Emulgid
|
15%
|
Parafin liq.
|
55%
|
m.f. cream
|
100%
|
maka untuk
100-gram krim:
R/ Prometazin
HCI
|
2 g
|
Basis krim
|
98 g
|
Emulgid
|
14,7 g
|
NaH2P04 2% X 14,7 g =
|
0,294 g
|
Hal ini menyebabkan gugus hidroksi emulgid tidak aktif lagi sehingga perlu
ditambahkan surfaktan hidrofil sebagai emulgator (misalnya Tween 80) dan
dihitung jumlah GMS dan Tween 80 berdasar HLB masing-masing agar memenuhi HLB
butuh parafin liquidum.
HLB butuh
parafin liquidum:
HLB butuh paraffin liquidum =
|
10,5
|
HLB GMS =
|
3,3
|
HLB Tween 80 =
|
15
|
Atau dengan mengganti emulgator sehingga formula resep tersebut menjadi:
R/ Prometazin
HCI
|
2
|
Na-lauril sulfat
|
15
|
Parafin liq.
|
15
|
GMS
|
30
|
m.f. cream
|
100
|
PERHATIAN
Dalam sediaan topikal untuk penggunaan lokal, zat berkhasiat harus dalam
bentuk aktifnya misalnya Hidrokortison bentuk aktifnya adalah Hidrokortison
asetat. Pada label dicantumkan tanggal kadaluarsa dan kondisi penyimpanan krim
tersebut. ("Pharmaceutical
Codex" 12nd ed., hlm. 152-155; BP 2001. hlm. 860,.861)
TAMBAHAN :
Untuk fase minyak, dapat digunakan minyak nabati. Tetapi, karena minyak
nabati mudah tengik, maka digunakan oksidasi, sehingga tidak diperlukan anti
oksidan. Minyak mineral yang dapat digunakan antara lain minyak mineral yang
stabil terhadap parafin liquidum (parafin cair), yang dapat memberikan sifat
emolient. Konsentrasi parafin cair untuk sediaan topikal adalah 0,1-95%.
Cetomacrogol 1000 dengan Cetostearyl alkohol merupakan “self emulsifying
wax” dengan perbandingan Cetomacrogol 1000: Cetostearyl alkohol = 1:4.
2 komentar:
alau demikian harus dibedakan pemakaian krim malam dan krim siang
Jadi kirim A/M itu ideal kah?🙏
Posting Komentar