Google ads

Rabu, 30 September 2015

Unsur Golongan 15



Beberapa sifat unsur-unsurnya diberikan pada tabel (2). Seperti Nitrogen, fosfor pada dasarnya kovalen dalam semua kimiawinya. Tetapi arsen, antimon, dan bismuth menunjukkan kecenderungan perilaku kationik.
Tabel (2). Beberapa sifat unsur-unsur golongan 15/ VB
Unsur
Konfigurasi elektron
Titik leleh 0C
Jari-jari kovalen, 0A
Jari-jari ionik, 0A
P
As
Sb
Bi
[Ne]3s23p3
[Ar]3d4s224p3
[Kr]
[Xe]
44
814 (36 atm)
603
271
1,10
1,21
1,41
1,52
2,12 (P3-)

0,92 (Sb3+)
1,08 (Bi3+)
 
          Meskipun penggabungan elektron untuk mencapai struktur elektronik dari gas mulia berikutnya adalah mungkin seperti dalam (N3-), terdapat energi yang perlu diperhitungkan sehingga senyawaan anionik sangatlah jarang. Demikian juga, pelepasan elektron valensi sukar karena energi pengionan yang tinggi. Tidak ada ion-ion +5, dan ion-ion +3 pun tidaklah sederhana, seperti SbO+ dan BiO+. BiF3 tampaknya lebih bersifat ionik.
Kenaikan sifat logam ditunjukkan oleh oksidanya yang berubah dari bersifat asam untuk fosfor ke basa untuk bismuth, dan halidanya bertambah sifat ioniknya.
§  Nitrogen
Nitrogen adalah gas tak bewarna dan tak berasa yang menempati 78.1% atmosfer (persen volume). Nitrogen dihasilkan dalam jumlah besar bersama oksigen (bp -183.0o C) dengan mencairkan udara (bp -194.1o C) dan diikuti proses memfraksionasi nitrogen (bp -195.8o C). Nitrogen adalah gas inert di suhu kamar namun dikonversi menjadi senyawa nitrogen oleh proses fiksasi biologis dan melalui sintesis menjadi amonia di industri. Sebab dari keinertannya adalah tingginya energi ikatan rangkap tiga NN. Dua isotop nitrogen adalah 14N (99.634%) dan 15N (0.366%).  Kedua isotop ini aktif NMR.
§  Fosfor
Fosfor diproduksi dengan mereduksi kalsium fosfat, Ca3(PO4)2, dengan batuan kuarsa dan batu bara. Alotrop fosfor meliputi fosfor putih, fosfor merah, dan fosfor hitam.
Fosfor putih adalah molekul dengan komposisi P4 (Gambar 4.7).  Fosfor putih memiliki titik leleh rendah (mp 44.1o C) dan larut dalam benzen atau karbon disulfida. Karena fosfor putih piroforik dan sangat beracun, fosfor putih harus ditangani dengan hati-hati.
 Fosfor merah berstruktur amorf dan strukturnya tidak jelas. Komponen utamanya diasumsikan berupa rantai yang dibentuk dengan polimerisasi molekul P4 sebagai hasil pembukaan satu ikatan P-P. Fosfor merah tidak bersifat piroforik dan tidak beracun, dan digunakan dalam jumlah yang sangat banyak untuk memproduksi korek, dsb.
Fosfor hitam adalah isotop yang paling  stabil dan didapatkan dari fosfor putih pada tekanan tinggi (sekitar 8 GPa). Fosfor hitam memiliki kilap logam dan berstruktur lamelar. Walaupun fosfor hitam bersifat semikonduktor pada tekanan normal, fosfor hitam menunjukkan sifat logam pada tekanan tinggi (10 GPa).
Senyawa fosfor sebagai ligan
Fosfin tersier, PR3, dan fosfit tersier, P(OR)3, merupakan ligan yang sangat penting dalam kimia kompleks logam transisi. Khususnya trifenilfosfin, P(C6H5)3, trietil fosfin, P(C2H5)3, dan turunannya merupakan ligan yang sangat berguna dalam banyak senyawa kompleks, sebab dimungkinkan untuk mengontrol dengan tepat sifat elektronik dan sterik dengan memodifikasi substituennya (rujuk bagian 6.3 (c)). Walaupun ligan-ligan ini adalah donor sigma, ligan-ligan ini dapat menunjukkan karakter penerima pi dengan mengubah substituennya menjadi penerima elektron Ph (fenil), OR, Cl, F, dsb.
Urutan karakter penerima elektron diperkirakan dari frekuensi uluran C-O dan pergeseran kimia 13C NMR senyawa logam karbonil fosfin atau fosfit tersubstitusi  adalah sbb (Ar adalah aril dan R adalah alkil).
PF3 > PCl3 > P(OAr)3 > P(OR)3 > PAr3 > PRAr2 > PR2Ar > PR3
Di pihak lain, C. A. Tolman telah mengusulkan sudut pada ujung kerucut yang mengelilingi substituen ligan fosfor pada jarak kontak van der Waals dapat digunakan sebagai parameter untuk mengukur keruahan sterik fosfin atau fosfit.  Parameter ini, disebut  sudut kerucut, dan telah digunakan secara meluas (Gambar 4.8).  Bila  sudut kerucut besar, bilangan koordinasi akan menurun karena halangan sterik, dan konstanta kesetimbangan disosiasi dan laju disosiasi ligan fosfor menjadi lebih besar (Tabel 4.2). Ungkapan numerik efek sterik sangat bermanfaat dan banyak studi telah dilakukan untuk mempelajari hal ini.

§  Arsenik (As)
Sejarah
(Latin: arsenicum, Yunani: arsenikon, orpiment kuning, identik dengan arenikos, lelaki, dari kepercayaan Yunani bahwa logam memiliki kelamin yang berbeda; Arab: Az-zernikh, orpiment dari Persia zerni-zar, emas). Unsur arsen muncul dalam dua bentuk padat: kuning dan abu-abu atau metalik, dengan berat jenis masing-masing 1.97 dan 5.73. Dipercayai Albertus Magnus menerima unsur ini di tahun 1250. Pada tahun 1649 Schroeder menerbitkan dua metode untuk mempersiapkan unsur ini. Mispickel, arsenopyrite, (FeSAs) merupakan mineral yang paling banyak ditemukan, yang jika dipanaskan, sublimasi arsen meninggalkan besi sulfida.
Sifat-sifat
Logam ini bewarna abu-abu, sangat rapuh, kristal dan semi-metal benda padat. Ia berubah warna dalam udara, dan ketika dipanaskan teroksida sangat cepat menjadi arsen oksida dengan bau bawang. Arsen dan senyawa-senyawanya sangat beracun.
Kegunaan
Arsen digunakan dalam pembuatan perunggu dan kembang api. Senyawanya yang paling penting adalah arsen putih, sulfida, Paris hijau, dan arsen timbal; tiga yang terakhir telah digunakan sebagai insektisida dan racun di bidang pertanian. Tes Marsh menggunakan formasi arsine. Arsen juga mulai banyak digunakan sebagai agen pendoping dalam peralatan solid-state seperti transistor. Galium arsen digunakan sebagai bahan laser untuk mengkonversi listrik ke cahaya koheren secara langsung.
§  Antimon (Sb)
Sejarah
(Yunani: anti plus monos, logam yang tidak ditemukan sendiri). Antimon telah diketahui dalam berbagai senyawa sejak zaman kuno. Ia juga diketahui sebagai logam pada awal abad ke-17.
Sumber
Unsur ini tidak banyak, tetapi ditemukan dalam 100 spesies mineral. Kadang-kadang ditemukan sendiri, tetapi lebih sering sebagai sulfide stibnite.
Sifat-sifat
Ia merupakan konduktor panas dan listrik yang buruk. Antimon dan banyak senyawanya sangat beracun.
Kegunaan
Antimon digunakan di teknologi semikonduktor untuk membuat detektor inframerah, dioda dan peralatan Hall-effect. Ia dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan timbal. Baterai, logam anti friksi, senjata ringan dan tracer bullets (peluru penjejak), pembungkus kabel, dan produk-produk minor lainnya menggunakan sebagian besar antimon yang diproduksi. Senyawa-senyawa yang mengambil setengah lainnya adalah oksida, sulfida, natrium antimonat, dan antimon tetraklorida. Mereka digunakan untuk membuat senyawa tahan api, enamel cat keramik, gelas dan pot.
  • Bismuth (Bi)
Sejarah
(Yunani: Weisse Masse, zat putih. Di kemudian hari disebut Wisuth dan Bisemutum). Pada masa awalnya, bismut sempat disangka sebagai seng dan timbal. Calude Geoffroy the Younger menunjukkan bahwa bismut beda dengan timbal pada tahun 1753.
Sifat-sifat
Unsur ini merupakan kristal putih, logam yang rapuh dengan campuran sedikit bewarna merah jambu. Ia muncul di alam tersendiri. Bismut merupakan logam paling diamagnetik, dan konduktor panas yang paling rendah di antara logam, kecuali raksa. Ia memiliki resitansi listrik yang tinggi dan memiliki efek Hall yang tertinggi di antara logam (kenaikan yang paling tajam untuk resistansi listrik jika diletakkan di medan magnet).
Sumber
Bijih yang terpenting adalah bismuthinite atau bismuth glance dan bismite. Negara-negara penghasil bismut terbesar adalah Peru, Jepang, Meksiko, Bolivia dan Kanada. Kebanyakan bismut yang diproduksi di Amerika didapatkan sebagai hasil produksi penyulingan timbal, tembaga, seng, perak dan bijih emas.
Kegunaan
â€Å“Bismanol” adalah magnet permanen yang terbuat dari MnBi dan diproduksi oleh US Naval Surface Weapons Center. Bismut mengembang 3.22% jika dipadatkan. Sifat ini membuat campuran logam bismut cocok untuk membuat cetakan tajam barang-barang yang dapat rusak karena suhu tinggi. Dengan logam lainnya seperti seng, kadmium, dsb. bismut membentuk campuran logam yang mudah cair yang banyak digunakan untuk peralatan keselamatan dalam deteksi dan sistim penanggulangan kebakaran. Bismut digunakan dalam memproduksi besi yang mudah dibentuk. Logam ini juga digunakan sebagai bahan thermocouple, dan memiliki aplikasi sebagai pembawa bahan bakar U235 dan U233 dalam reaktor nuklir. Garamnya yang mudah larut membentuk garam basa yang tidak terlarut jika ditambah air, suatu sifat yang kadang-kadang digunakan dalam deteksi. Bismut oksiklorida banyak digunakan di kosmetik. Bismut subnitrat dan subkarbonat diguanakan di bidang kedokteran.

Selasa, 29 September 2015

“PROSES GLUKONEOGENESIS”


       Proses sintesis glukosa dari prekursor bukan karbohidrat, yang terjadi  terutama di hati pada keadaan puasa dinamakan glukoneogenesis.  Pada  keadaan kelaparan yang ekstrim, korteks ginjal juga dapat membentuk  glukosa yang akan digunakan oleh medula ginjal dan sebagian glukosa akan  masuk ke dalam aliran darah. Diawali dengan piruvat, sebagian besar  langkah pada glukoneogenesis adalah hanya kebalikan dari reaksi pada  glikolisis dan menggunakan enzim yang sama. Aliran karbon adalah dalam  arah yang berlawanan (Murray R. K. et al., 2003).
Terdapat tiga urutan reaksi pada glukoneogenesis yang berbeda dengan  langkah padanan pada glikolisis. Ketiganya melibatkan perubahan piruvat  menjadi fosfoenolpiruvat (PEP)  dan reaksi yang mengeluarkan  fosfat dari  fruktosa 1,6-bifosfat untuk membentuk fruktosa 6-fosfat dan dari glukosa 6- fosfat untuk membentuk glukosa. Selama glukoneogenesis, serangkaian  enzim mengkatalis perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat. Reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,6 bifosfat dan dari glukosa 6-fosfat  masing-masing menggunakan enzim yang berbeda dengan enzim padanan pada glikolisis. Selama glukoneogenesis, fosfat dikeluarkan oleh fosfatase  yang membebaskan Pi. Prekursor glukoneogenesis adalah asam amino,  laktat, dan gliserol. Reaksi glukoneogenesis menghasilkan ATP (King M. W., 2010).
1. Pembentukan Zat Antara Glukoneogenik dari Sumber Karbon
A.   Laktat, asam amino, dan gliserol
Piruvat dibentuk di hati dari prekursor glukoneogenik. Laktat dehidrogenase mengoksidasi laktat menjadi piruvat dan menghasilkan  NADH. Asam amino seperti alanin dan serin dapat membentuk piruvat. Sebagian asam amino membentuk zat antara siklus trikarboksilat yang dapat masuk ke dalam jalur glukoneogenik (Diwan J. J., 2007).
B.    Propionat
Propionat, asam lemak dengan jumlah atom karbon ganjil, yang terutama diperoleh dari sayuran dalam makanan, menghasilkan propionil KoA. Propinil KoA diubah menjadi metilmalonil KoA, yang mengalami penyusunan ulang menbentuk suksinil KoA, suatu zat  antara 4-karbon pada siklus asam trikarboksilat yang dapat digunakan  untuk glukoneogenesis.  Oksidasi-β  asam  lemak  menghasilkan  asetil KoA. Asetil KoA tidak membentuk piruvat, asetil KoA akan masuk ke dalam siklus  asam trikarboksilat dan diubah menjadi malat. Untuk setiap 2 karbon pada asetil KoA yang diubah menjadi malat, dibebaskan 2 karbon sebagai karbon dioksida : satu dalam reaksi yang dikatalis oleh isositrat dehidrogenase dan yang lain dalam reaksi yang dikatalis oleh α-ketoglutarat dehidrogenase (Diwan J. J., 2007)
2. Jalur glukoneogenesis
Piruvat mengalami karboksilasi oleh piruvat karboksilase membentuk  oksaloasetat. Enzim ini memerlukan biotin, adalah katalisasi anaplerotik pada siklus asam trikarboksilat. Pada glukoneogenesis, reaksi ini melengkapi lagi oksaloasetat yang digunakan untuk sintesis glukosa. Karbon dioksida yang dibebaskan oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase (PEPCK)  ditambahkan ke piruvat untuk membentuk oksaloasetat. Oksaloasetat akan mengalami dekarboksilasi oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase menghasilkan fosfoenolpiruvat. Untuk reaksi ini, GTP merupakan sumber energi serta sumber gugus fosfat fosfoenolpiruvat. Enzim-enzim yang mengkatalisis kedua langkah ini terletak di dua kompartemen yang berbeda. Piruvat karboksilase dijumpai di mitokondria manakala fosfoenolpiruvat karboksikinase terletak di sitosol atau mitokondria (Diwan J. J., 2007). 
Oksaloasetat tidak mudah menembus membran mitokondria maka dapat diubah menjadi malat atau aspartat. Perubahan oksaloasetat menjadi malat memerlukan NADH. Fosfoenolpiruvat, malat, dan aspartat dapat dipindahkan ke dalam sitosol. Setelah menembus membran mitokondria dan masuk ke dalam sitosol, terjadi perubahan kembali malat kepada  oksaloasetat membebaskan NADH dan perubahan aspartat kepada oksaloasetat. Di sitosol, oksaloasetat diubah kembali menjadi fosfoenolpiruvat oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase sitosol. Langkah glukoneogenesis selanjutnya berlangsung di dalam sitosol. Fosfoenolpiruvat membentuk gliseraldehida 3-fosfat, berkondensasi untuk membentuk fruktosa 1,6-bifosfat. Enzim fruktosa 1,6-bifosfotase membebaskan fosfat inorganik dari fruktosa 1,6-bifosfat untuk membentuk fruktosa 6-fosfat. Dalam reaksi glukoneogenik berikutnya, fruktosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh isomerase (Diwan J. J.., 2007). 
Glukosa 6-fosfatase memutuskan Pi dari glukosa 6-fosfat, dan membebaskan glukosa bebas untuk masuk ke dalam darah. Glukosa 6-fosfatase terletak di membran retikulum endoplasma. Glukosa 6-fosfatase digunakan tidak saja pada glukoneogenesis, tetapi juga menghasilkan glukosa darah dari pemecahan glikogen hati (Murray R. K. et al., 2003).
Glukoneogenesis berlangsung selama puasa, juga dapat dirangsang olahraga yang lama, diet tinggi protein, dan keadaan stres. Faktor yang mendorong secara keseluruhan aliran karbon dari piruvat ke glukosa meliputi ketersediaan substrat dan perubahan aktivitas atau jumlah enzim kunci tertentu pada glukoneogenesis (Cranmer H. et al., 2009).
Selama reaksi glukoneogenik, terjadi penguraian 6 mol ikatan fosfat berenergi tinggi. Diperlukan dua mol piruvat untuk sintesis 1 mol glukosa. Sewaktu 2 mol piruvat mengalami karboksilasi oleh piruvat karboksilase, terjadi hidrolisis 2 mol ATP. Fosfoenolpiruvat karboksikinase memerlukan 2 mol GTP untuk mengubah 2 mol oksaloasetat menjadi 2 mol fosfoenolpiruvat. Digunakan tambahan 2 mol ATP untuk melakukan 2 mol fosforilasi 3-fosfogliserat yang membentuk 2 mol 1,3-bifosfogliserat. Diperlukan juga energi dalam bentuk ekuivalen  reduksi (NADH) untuk  perubahan 1,3-bifosfogliserat menjadi gliseraldehida 3-fosfat. Pada keadaan puasa, energi yang diperlukan untuk glukoneogenesis diperoleh dari oksidasi-β asam lemak (Murray R. K. et al., 2003).
Substrat untuk glukoneogenesis adalah :                     
Ø  Asam laktat yang berasal dari otot, sel darah merah, medulla dari glandula supra-renalis,retina dan sumsum tulang
Ø  Gliserol, yang berasal dari jaringan lemak
Ø  Asam propionat, yang dihasilkan dalam proses pencernaan pada hewan memamah biak.

Senin, 28 September 2015

Chemical Oxygen demand (COD)



       COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
            COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O72- + H+ CO­2 + H2O + Cr3+
Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg.
Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.
Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.
            KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm.
KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm.
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media. Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh permukaan genting.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga persentase penurunan CODnya meningkat seperti yang ada pada grafik 4.6. Karena dengan COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray akan memperbanyak jumlah ruang / tempat bagi mikroorganisme penurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh pada tray ke 3.
Permukaan media bertindak sebagai pendukung mikroorganisme yang memetabolisme bahan organik dalam limbah. Penyaring harus mempunyai media sekecil mungkin untuk meningkatkan luas permukaan dalam penyaring dan organisme aktif yang akan terdapat dalam volume penyaring akan tetapi media harus cukup besar untuk memberi ruang kososng yang cukup untuk cairan dan udara mengalir dan tetap tidak tersumbat oleh pertumbuhan mikroba. Media berukuran besar seperti genting (tanah liat kering) berukuran 2-4 in akan berfungsi secara maksimal. Media yang digunakan berupa genting dikarenakan lahan diatas permukaan genting cenderung berongga dibanding media lain yang biasa mensuplai udara dan sinar matahari lebih banyak daripada media lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba pada genting.
Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat menurunkan sampai 60% dikerenakan :
a. Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
b. Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air limbah tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu deras karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, SS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt terdegredasi secara biologis. EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus dilanjutkan karena peningkatan konsentrasi COD. Fenomena ini menunjukkkan bahwa EM4 tidak bisa eksis baik di kondisi ini air limbah, karena populasi yang kuat dan jumlah rendah mikroorganisme dalam air limbah.

Google Ads