Google ads

Selasa, 24 November 2015

Proses Pembuatan Minyak (CPO) Kelapa Sawit



Proses Pembuatan CPO Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Komoditas  perkebunan kelapa sawit  menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Pengolahan Kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh ialah minyak sawit, inti sawit, sabut, cangkang dan tandan kosong. Pabrik kelapa sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit ekstraksi crude palm oil (CPO) dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. PKS tersusun atas unit-unit proses yang memanfaatkan kombinasi perlakuan mekanis, fisik, dan kimia. Kualitas hasil minyak CPO yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh kondisi buah (TBS) yang diolah dalam pabrik. Sedangkan proses pengolahan dalam pabrik hanya berfungsi menekan kehilangan dalam pengolahannya, sehingga kualitas CPO yang dihasilkan tidak semata-mata tergantung dari TBS yang masuk ke dalam pabrik.
Pada prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO secara mekanis dari tandan buah segar kelapa sawit (TBS) yang diikuti dengan proses pemurnian. Secara keseluruhan proses tersebut terdiri dari beberapa tahap proses yang berjalan secara sinambung dan terkait satu sama lain. Kegagalan pada satu tahap proses akan berpengaruh langsung pada proses berikutnya. Oleh karena itu setiap tahap proses harus dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan norma-norma yang ada.
Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari kawasan tropis Afrika, tersebar di hutan hujan Sierra Leone hingga Kongo, Republik Demokratis Kongo. Spesiesnya dikenalkan pada Malaysia pada awal abad ke-20 dan pertama kali ditanam untuk tujuan komersial pada tahun 1917. 
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda (Indonesia) merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Manfaat Kelapa Sawit
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya Sebagai Energi Alternatif
Bahan bakar nabati dalam bentuk biofuel, sebagai sumber energi dewasa ini telah manjadi trend bagi negara-negara maju untuk menekan ketergantungan negara-negara tersebut terhadap bahan bakar fosil yang harganya semakin meroket dan jumlahnya semakin terbatas. Salah satu bentuk biofuel yang dimanfaatkan adalah biodisel. Sumber utama biodisel adalah minyak kelapa sawit dan minyak jarak. Tapi karena faktor efektifitas, kelapa sawit menjadi pilihan utama dalam pembuatan biodisel, mengingat dengan luas areal yang sama, kelapa sawit mampu menghasilkan biodisel dua kali lipat lebih banyak daripada minyak jarak.
Pada umumnya, biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit bisa diturunkan tingkatannya dan saat terbakar, memiliki emisi yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar petroleum tradisional. Biasanya, biofeul ini dicampur dengan bahan bakar petroleum tradisional.

Dampak Negatif Industri Kelapa Sawit bagi Ekologi      
Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit bagi ekologi diantaranya:
a.  Keanekaragaman Hayati: persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi yang mengancam keanekaragaman hayati karena pengembangan perkebunan kelapa sawit.
b.  Kerusakan Hutan: pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
c.  Pohon Neraka: Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter air tanah (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau-T. Ariful Amri MSc). Oleh karena itu, kelapa sawit kadang disebut sebagai pohon neraka oleh para pemerhati lingkungan hidup.
 d.   Emisi Karbon: CPO yang digunakan untuk biodisel akan menyebabkan kerusakan hutan akibat konversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
e.   Seleksi Alam: munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya.
f.  Konflik Sosial: terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.
g.   Bencana Alam: selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
h.   Langkanya Makanan dan Naiknya Harga Komoditas: program bahan bakar nabati diperkirakan akan menyebakan naiknya harga komoditi pertanian tertentu, yang akhirnya berdampak pada meningkatnya harga produk pangan yang berbahan baku komoditi tersebut.
i.    Polusi: permasalahan utama dengan minyak kelapa sebagai biodiesel terletak pada bagaimana tanaman tersebut diolah.
j.    Kerusakan Tanah: perkebunan di Indonesia sangat merusak karenanya setelah 25 tahun masa panen, lahan kelapa sawit kebanyakan ditinggalkan dan menjadi semak belukar.

Gagasan Solutif dari Dampak negatif yang Ditimbulkan Industri Kelapa Sawit
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran industri perkebunan kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia sangat strategis, dan para pengusahanya mendapatkan keuntungan besar. Disamping itu, industri perkebunan kelapa sawit mampu menciptakan lapangan kerja baru, sementara permintaan dunia terhadap minyak nabati dan berbagai produk turunan yang berasal dari minyak kelapa sawit semakin meningkat. Namun demikian, apakah arti semuanya itu bila kehidupan kita terancam akibat semakin rusaknya hutan alam Indonesia? Apakah berbagai kerugian yang terjadi (biaya lingkungan dan biaya sosial yang timbul) dapat dibayar dengan keuntungan yang diperoleh?
Penulis merekomendasikan kepada pemerintah agar segala bentuk konversi hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit agar segera dihentikan karena menimbulkan dampak negatif yang lebih mahal harganya dibandingkan manfaat yang didapat. Selanjutnya proses konversi bisa dilakukan dengan memanfaatkan lahan tidur atau lahan kritis yang cukup luas yaitu sekitar 30 juta Ha. Sehingga lahan kritis tersebut bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitar tanpa menimbulkan kerusakan yang besar.
Pemanfaatan CPO sebagai energi alternatif juga malah bisa menjadi bumerang bagi negara Indonesia jika sarana pendukung pengolahan energi alternatif belum memadai. CPO yang dihasilkan hanya akan dimanfaatkan oleh negara maju karena mereka telah memiliki teknologi yang mencukupi untuk mengolahnya.
Seharusnya pemerintah sadar jika mereka telah dibohongi. Oleh karena itu perlu sanksi yang tegas bagi para pengusaha yang hanya ingin memanfaatkan kayu dari hutan alam. Sanksi juga harus dilakukan bagi para pengusaha yang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Selain itu, mekanisme konsultasi publik dengan masyarakat adat perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah konflik lahan.

Minyak Kelapa Sawit
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % 2,1 % (terendah).

Standar Mutu Mnyak Kelapa Sawit
Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benarbenar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifatsifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masingmasing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.
Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :
a.    Crude Palm Oil
b.    Crude Palm Stearin
c.    RBD Palm Oil
d.   RBD Olein
e.    RBD Stearin
f.     Palm Kernel Oil
g.    Palm Kernel Fatty Acid
h.    Palm Kernel
i.      Palm Kernel Expeller (PKE)
j.      Palm Cooking Oil
k.    Refined Palm Oil (RPO)
l.      Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
m.  Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
n.    Palm Kernel Pellet
o.    Palm Kernel Shell Charcoal
Mutu minyak kelapa sawit yang baik, umumnya mempunyai:
1.      Kadar air  < 0,1%
2.      Kadar kotoran  <  0,01%
3.      Kandungan asam lemak bebas, serendah mungkin yaitu < 2%
4.      Bilangan peroksida < 2
5.      Bebas dari warna merah & kuning, tidak berwarna hijau, harus berwarna pucat dan jernih
6.      Kandungan logam berat serendah mungkin, bahkan bebas dari ion logam.

Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan dari fatty acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya. Didalam keduanya tinggi serta penuh akan fatty acids, antara 50% dan 80% dari masingmasingnya. Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh asam lemak palmitic acid berdasarkan dalam minyak kelapa minyak kelapa sawit sebagian besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari vitamin E. Minyak kelapa sawit didalamnya banyak mengandung vitamin K dan magnesium.

Ukuran dari asam lemak (Fas) dalam minyak kelapa sawit sebagai acuan:
a.    Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Sawit
      Palmitic C16 􀔜 44.3%
      Stearic C18 􀔜 4.6%
      Myristic C14 􀔜 1.0%
      Oleic C18 􀔜 38.7%
      Linoleic C18 􀔜 10.5%
      Lainnya 􀔜 0.9%
b.   Asam Lemak Dalam Minyak Inti Sawit
      Lauric C12 48.2%
      Myristic C14 16.2%
      Palmitic C16 8.4%
      Capric C10 3.4%
      Caprylic C8 3.3%
      Stearic C18 2.5%
      Oleic C18 15.3%
      Linoleic C18 2.3%

PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO

PKS ( Pabrik Kelapa Sawit ) pada umumnya mengolah bahan baku berupa Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Kernel). Proses pengolahan kelapa kelapa sawit sampai menjadi minyak sawit (CPO) terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

3.1.1. Jembatan Timbang
Hal ini sangat sederhana, sebagian besar sekarang menggunakan sel-sel beban, dimana tekanan dikarenakan beban menyebabkan variasi pada sistem listrik yang diukur. Pada Pabrik Kelapa Sawit jembatan timbang yang dipakai menggunakan sistem computer untuk meliputi berat. Prinsip kerja dari jembatan timbang yaitu truk yang melewati jembatan timbang berhenti ± 5 menit, kemudian dicatat berat truk awal sebelum TBS dibongkar dan sortir, kemudian setelah dibongkar truk kembali ditimbang, selisihberat awal dan akhir adalah berat TBS yang ditrima dipabrik.

3.1.2. Penyortiran
Kualitas buah yang diterima pabrik harus diperiksa tingkat kematangannya. Jenis buah yang masuk ke PKS pada umumnya jenis Tenera dan jenis Dura. Kriteria matang panen merupakan faktor penting dalam pemeriksaan kualitas buah distasiun penerimaan TBS (Tandan Buah Segar). Pematangan buah mempengaruhi terhadap rendamen minyak dan ALB (Asam Lemak Buah) yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Kematangan buah
Rendamen minyak (%)
Kadar ALB (%)
Buah mentah
14 – 18
1,6 – 2,8
Setengah matang
19 – 25
1,7 – 3,3
Buah matang
24 – 30
1,8 – 4,4
Buah matang
28 – 31
3,8 – 6,1

Setelah disortir TBS tersebut dimasukkan ketempat penimbunan sementara ( Loding ramp ) dan selanjutnya diteruskan ke stasiun perebusan ( Sterilizer ).

3.1.3. Proses Perebusan (Sterilizer)
Lori yang telah diisi TBS dimasukan kedalam sterilizer dengan menggunakan capstand.
Tujuan perebusan :
1.Mengurangi peningkatan asam lemak bebas.
2.Mempermudah proses pembrodolan pada threser.
3.Menurunkan kadar air.
4.Melunakan daging buah, sehingga daging buah mudah lepas dari biji.
Bila poin dua tercapai secara efektif maka semua poin yang lain akan tercapai juga. Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam sterilizer dilapisi Wearing Plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air condesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang. Dalam proses perebusan minyak yang terbuang %7,0±. Dalam melakukan proses perebusan diperlukan uap untuk memanaskan sterilizer yang disalurkan dariboiler. Uap yang masuk ke sterilizer 2,8 - C140,cmkg302dan direbus selama 90 menit.

3.1.4. Proses Penebah (Thereser Process)
§ Hoisting Crane
Fungsi dari Hoisting Crane adalah untuk mengangkat lori dan menuangkan isi lori ke bunch feeder (hooper). Dimana lori yang diangkat tersebut berisi TBS yang sudah direbus.
§ Thereser
Fungsi dari Theresing adalah untu memisahkan buah dari janjangannya dengan cara mengangkat dan membantingnya serta mendorong janjang kosong ke empty bunch conveyor.
3.1.5. Proses Pengempaan (Pressing Process)
Proses Kempa adalah pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah Kelapa Sawit dengan jalan pelumatan dan pengempaan. Baik buruknya pengoperasian peralatan mempengarui efisiensi pengutipan minyak. Proses ini terdiri dari :
§ Digester
Setelah buah pisah dari janjangan, maka buah dikirim ke Digester dengan cara buah masuk ke Conveyor Under Threser yang fungsinya untuk membawa buah ke Fruit Elevator yang fungsinya untuk mengangkat buah keatas masuk ke distribusi conveyor yang kemudian menyalurkan buah masuk ke Digester. Didalam digester tersebut buah atau berondolan yang sudah terisi penuh diputar atau diaduk dengan menggunakan pisau pengaduk yang terpasang pada bagian poros II, sedangkan pisau bagian dasar sebagai pelempar atau mengeluarkan buah dari digester ke screw press.
Fungsi Digester :
1.Melumatkan daging buah.
2.Memisahkan daging buah dengan biji.
3.Mempersiapkan Feeding Press.
4.Mempermudah proses di Press.
5.Menaikkan Temperatur.
§ Screw Press Fungsi dari Screw Press adalah untuk memeras berondolan yang telah dicincang, dilumat dari digester untuk mendapatkan minyak kasar. Buah – buah yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau – pisau pelempar dimasukkan  kedalam feed screw conveyor dan mendorongnya masuk kedalam mesin pengempa (twin screw press). Oleh adanya tekanan screw yang ditahan oleh cone, massa tersebut diperas sehingga melalui lubang – lubang press cage minyak dipisahkan dari serabut dan biji. Selanjutnya minyak menuju stasiun clarifikasi, sedangkan ampas dan biji masuk kestasiun kernel.

3.1.6 Proses Pemurnian Minyak ( Clarification Station )
Setelah melewati proses Screw Press maka didapatlah minyak kasar / Crude Oil dan ampas press yang terdiri dari fiber. Kemudian Crude Oil masuk ke stasiun klarifikasi dimana proses pengolahannya sebagai berikut :
§ Sand Trap Tank ( Tangki Pemisah Pasir)
Setelah di press maka Crude Oil yang mengandung air, minyak,lumpur masuk ke Sand Trap Tank. Fungsi dari Sand Trap Tank adalah untuk menampung pasir. Temperatur pada sand trap mencapai 95’C
§ Vibro Seperator / Vibrating Screen
Fungsi dari Vibro Separator adalah untuk menyaring Crude Oildari serabut – serabut yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Sistem kerja mesin penyaringan itu sendiri dengan sistem getaran – getaran pada Vibro kontrol melalui penyetelan pada bantul yang di ikat pada elektromotor. Getaranyang kurang mengakibatkan pemisahan tidak efektif.
§ Vertical Clarifier Tank (VCT)
Fungsi dari VCT adalah untuk memisahkan minyak, air dan kotoran (NOS) secara gravitasi. Dimana minyak dengan berat jenis yang lebih kecil dari 1 akan berada pada lapisan atas dan air dengan berat jenis = 1 akan berada pada lapisan tengah sedangkan NOS dengan berat jenis lebih besar dari 1 akan berada pada lapisan bawah. Fungsi Skimmer dalam VCT adalah untuk membantu mempercepat pemisahan  minyak dengan cara mengaduk dan memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak dengan Sludge. Temperatur yang cukup (950C) akan memudahkan proses pemisahan ini. Prinsip kerja didalam VCT dengan menggunakan prinsip keseimbangan antara larutan yang berbeda jenis. Prinsip bejana berhubungan diterapkan dalam mekanisme kerja di VCT.
§ Oil Tank
Fungsi dari Oil Tank adalah untuk tempat sementara Oil sebelum diolah oleh Purifier. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan Steam Coil untuk mendapatkan temperature yang diinginkan yakni 95oC. Kapasitas Oil Tank10 Ton / Jam.
§ Oil Purifier
Fungsi dari Oil Purifier adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak dengan cara sentrifugal. Pada saat alat ini dilakukan proses diperlukan temperatur suhu 95oC.
§ Vacuum Dryer
Fungsi dari Vacuum Dryer adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak produksi. Sistem kerjanya sendiri adalah minyak disimpan kedalam bejana melalui Nozel. Suatu jalur resirkulasi dihubungkan dengan suatu pengapung didalam bejana, sehingga bilamana ketinggian permukaan minyak menurun pengapung akan membuka dan mensirkulasi minyak kedalam bejana.
§ Sludge Tank
Fungsi dari Sludge Tank adalah tempat sementara sludge ( bagian dari minyak kasar yang terdiri dari padatan dan zat cair) sebelum diolah oleh sludge seperator. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan sistem injeksi untuk mendapatkan temperatur yang dinginkan yaitu 95oC.
§ Sand Cyclone / Pre- cleaner
Fungsidari Sand Cyclone adalah untuk menangkap pasir yang terkandung dalam sludge dan untuk me mudahkan proses selanjutnya.
§ Brush Strainer ( Saringan Berputar )
Fungsi dari Brush Strainer adalah untuk mengurangi serabut yang terdapat pada sludge sehingga tidak mengganggu kerja Sludge Seperator. Alat ini terdiri dari saringan dan sikat yang berputar.
§ Sludge Seperator
Fungsi dari Sludge Seperator adalah untuk mengambil minyak yang masih terkandung dalam sludge dengan cara sentrifugal. Dengan gaya sentrifugal,minyak yang berat jenisnya lebih kecil akan bergerak menuju poros dan terdorong keluar melalui sudut – sudut ruang tangki pisah.
§ Storage Tank
Fungsi dari Storage Tank adalah untuk penyimpanan sementara minyak produksi yang dihasilkan sebelum dikirim. Storage Tank harus dibersihkan secara terjadwal dan pemeriksaan kondisi Steam Oil harus dilakukan secara rutin, karena apabila terjadi kebocoran pada pipa Steam Oil dapat mengakibatkan naiknya kadar air pada CPO.

3.1.7. Proses Pengolahan Biji ( Kernel Station )
Telah dijabarkan bahwasanya setelah pengepresan akan menghasilkan Crude Oil dan Fiber. Fiber tersebut akan masuk kestasiun Kernel dan akan dijabarkan proses pengolahannya.
§ Cake Breaker Conveyor (CBC)
Fungsi dari Cake Breaker Conveyor adalah untuk membawa dan memecahkan gumpalan Cake dari stasiun Press ke depericarper.
§ Depericarper
Fungsi dari Depericarper adalah untuk memisahkan fiber dengan nut dan membawa fiber untuk menjadi bahan bakar boiler. Fungsi kerjanya adalah tergantung pada berat massa, yang massanya lebih ringan (fiber) akan terhisap oleh fan tan. Yang massanya lebih berat (nut) akan masuk ke Nut Polishing drum.
Fungsi dari Nut Polishing Drum adalah :
1.Membersihkan biji dari serabut – serabut yang masih melekat.
2.Membawa nut dari Depericarper ke Nut transport.
3.Memisahkan nut dari sampah.
4.Memisahkan gradasi nut.
§ Nut Silo
Fungsi dari Nut Silo adalah tempat penyimpanan sementara nut sebelum diolah pada proses berikutnya. Bila proses pemecahan nut dengan menggunakan nut Craker maka nut silo harus dilengkapi dengan sistem pemanasan (Heater).
§ Riplle Mill
Fungsi dari riplle Mill adalah untuk memecahkan nut. Pada Riplle Mill terdapat rotor bagian yang berputar pada Riplle Plate bagian yang diam. Nut masuk diantara rotor dan Riplle Plate sehingga saling berbenturan dan memecahkan cangkang dari nut.
§ Claybath
Fungsi dari Claybath adalah untuk memisahkan cangkang dan inti sawit pecah yang besar dan beratnya hampir sama. Proses pemisahan dilakukan berdasarkan kepada perbedaan berat jenis. Bila campuran cangkang dan inti dimasukan kedalam suatu cairan yang berat jenisnya diantara berat jenis cangkang dan inti maka untuk berat jenisnya yang lebih kecil dari pada berat jenis larutan akan terapung diatas dan yang berat jenis nya lebih besar akan tenggelam. Kernel memiliki berat jenis lebih ringan dari
pada larutan calcium carbonat sedangkan cangkang berar jenisnya lebih besar.
§ Hydro Cyclone
Fungsi dari Hydro Cyclone adalah :
1.Mengutip kembali inti yang terikut kecangkang.
2.Mengurangi losis (inti cangkang) dan kadar kotoran.
§ Kernel Dryer
Fungsi dari Kernel Dryer adalah untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti produksi. Jika kandungan air tinggi pada inti akan mempengaruhi nilai penjualan, karena jika kadar air tinggi maka ALB juga tinggi.Pada Kernel Silo ada 3 tingkatan yaitu atas 70 derajat celcius, tengah 60 derajat,bawah 50 derajat celcius. Pada sebagian PKS ada yang menggunakan sebaliknya yaitu atas 50 derajat, tengah 60 derajat, dan bawah 70 derajat celcius.
§ Kernel Storage
Fungsi dari Kernel ini adalah untuk tempat penyimpanan inti produksi sebelum dikirim keluar untuk dijual. Kernel Storage pada umumnya berupa bulksilo yang seharusnya dilengkapi dengan fan agar uap yang masih terkandung dalam inti dapat keluar dan tidak menyebabkan kondisi dalam Storage lembab yang pada akhirnya menimbulkan jamur kelapa sawit.
Detail Kerja Screw Press
Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yeng berputar sehingga minyak akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris dan tergantung dari volume bahan yang di press. Alat ini terdiri dari sebuah selinder yang berlubang lubang didalam terdapat sebuah ulir yang berputar. Tekanan kempa diatur oleh dua buah kerucut (conus) berada pada kedua ujung pengempa, yang dapat digerakkan maju mundur secara hidrolik. Tekananhidrolik pada komulator 50 – 70 kg / cm3 mengakibatkan ampas basah. Kehilangan minyak pada ampas dan biji tidak sempurna karena akan mempengaruhi pada proses stasiun selanjutnya, ampas yang basah akan mengakibatkan pembakaran didalam dapur tidak sempurna. Tekanan yang terlampau tinggi misalnya 70 kg / cm3 akan mengakibatkan kehilangan inti yang begitu tinggi sehingga keseimbangan dalam mesin ini sangat diperlukan. hal yang perlu deperhatikan adalah ampas kempa yang keluar harus merata dalam arti tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering, bila terjadi gangguan / kerusakan, sehingga screw press harus berhenti untuk waktu yang lama maka untuk mencegah hal - hal yang tidak diiginkan screw press harus selalu di periksa, untuk perbaikan pada screw press maka ampas yang tertinggal didalam mesin pengempa harus dikosongkan, sehingga dapat diperbaiki. Kecepatan putar mesin pengempa harus disesuaikan dengan kapasitas Tanda Buah Segar yang akan dipress, dengan tujuan agar efesinsi proses pressing lebih optimal, sehingga target yang diiginkan perusahaan dapat tercapai sesuai dengan
ketentuan - ketentuan yang diterapkan oleh perusahaan. Screw Press dipakai untuk memisahkan minyak kasar dari daging buah yang telah dicabik dengan Oil Losses dan nut pecah menimum pada ampas press. Alat ini terdari sebuah selinder yang berlubang - lubang dan di dalamnya terdapat 2 buah ulir yang berputar berlawanan arah. tekanan Press diatur oleh 2 buah konus berda pada bagian ujung press, yang dapat digerakanmaju mundur secara hidrolic. Masa yang keluar dari ketel adukan melalui, feeder Screw bagi Press yang memakainya (sebahagian minyak keluar) masuk kedalam main screw untuk dipress lebih lanjut. Minyak yang keluar dari Feeder Screw dan main Srew ditampung dalam talang minyak (oil getter). untuk mempermudah pemisahan dan pengaliran minyak pada Feeder Screw dilakukan injeksi uap dan penambahan air panas.

Pengolahan Buah Sawit menjadi CPO, pengolahan buah sawit menjadi CPO dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penerimaan tandan buah segar (TBS), perebusan, perontokan, pelumatan, ekstraksi minyak dan klarifikasi.
1. Penerimaan Tandan Buah Segar
Tandan Buah Segar ( TBS ) dikelola dengan baik untuk menghindari kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas minyak yang dihasilkan (Bas iron 2005).
2. Perebusan
Perebusan dilakukan menggunakan uap pada tekanan 3 kg/cm2 pada suhu 143’C selama 1 jam. Proses ini dilakukan untuk mencegah naiknya jumlah asam lemak bebas karena reaksi enzimatik, mempermudah perontokan buah, dan mengkondisikan inti sawit untuk meminimalkan pecahnya inti sawit selama pengolaban berikutnya.
3. Perontokan
Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu penggoyangan dengan cepat dan pemukulan.
4. Pelumatan
Pelumatan dilakukan untuk memanaskan buah kembali, memisahkan perikrap dari inti, dan memecah sel minyak sebelum mengalami ekstraksi. Kondisi terbaik pelumatan ada pada suhu 95-100 ‘C selama 20menit.
5. Ekstraksi minyak
Ekstraksi minyak biasanya dilakukan dengan mesin pres akan menghasilkan dua kelompok produk yaitu ( 1) campuran antara air, minyak dan padatan, (2) cake yang mengandung serat dan inti.
6. Klarifikasi
Minyak kasar hasil ekstraksi akan memiliki komposisi 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan bukan minyak (nonoily solids, NOS). Karena kandungan padatannya
cukup tinggi, maka harus dilarutkan dengan air untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah dilarutkan, minyak kasar disaring untuk memisahkan bahan berserat. Produk kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dan endapan. Minyak pada bagian atas diambil dan dilewatkan pada pemumi setrifugal yang diikuti oleh pengering vakum. Selanjutnya didinginkan sebelum disimpan dalam tangki penyimpan.
Standar Mutu Olahan Kelapa sawit (Crude Palm Oil)
No.
Komponen CPO
Satuan
Mutu I
Mutu II
1.
Asam lemak bebas (ALB)
%
Maks. 3
maks. 5
2.
Air
%
Maks. 0,2
maks. 0,2
3.
Kotoran
%
Maks. 0,02
maks. 0,02
4.
Peroksida (mek/gram)
%
Maks. 0,50
maks. 0,50
5.
Besi
ppm
Maks. 5
maks. 5
Sumber : SNI (Standar Nasional Indonesia) – DSN, 1995


Pemurnian CPO
CPO yang diekstrak secara komersial dari TBS walaupun dalam jumlah kecil mengandung komponen dan pengotor yang tidak diinginkan. Komponen ini termasuk serat mesokrap, kelembaban, bahan-bahan tidak larut, asam lemak bebas, phospholipida,logam, produk oksidasi, dan bahan-bahan yang memiliki bau yang kuat. Sehingga diperlukan proses pemumian sebelum digunakan (Basiron 2005). Pemurnian CPO dapat dilakukan dengan dua metode yaitu pemurnian fisik dan pemurnian kimiawi. Perbedaan utama dua jenis pemurnian ini ada pada cara menghilangkan asam lemak bebas. Akan tetapi kedua metode dapat menghasilkan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang memiliki kualitas dan stabilitas yang diinginkan.Metode pemurnian yang pertama adalah pemumian fisik yang merupakan metode pemumian yang lebih popular karena lebih efektif dan efisien.



3.2 PENGOLAHAN MINYAK GORENG

lndustri minyak goreng di Indonesia sebagian besar menggunakan bahan baku kelapa sawit dan kelapa atau kopra. Hal ini disebabkan oleh karena bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat minyak goreng seperti kacang kedelai, kacang tanah, jagung, biji bunga matahari, biji kapok dianggap masih kecil dan belum ekonomis untuk dibuat menjadi minyak goreng (Indocommercial 1997). Industri minyak goreng yang menggunakan bahan baku kelapa sawit umumnya diusahakan oleh perkebunan milik negara dan swasta baik industri skala besar maupun menengah, sedangkan yang menggunakan kelapa sebagian besar diusahakan oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Untuk minyak goreng dari kelapa sawit, bahan baku yang digunakan adaiah CPO (crude palm oil) dan PKO yang merupakan produk akhir dari perkebunan kelapa sawit. Sedangkan bahan baku untuk pembuatan minyak goreng dari kelapa adalah kopra dan crude coconut oil (CCO), yang merupakan produk dari perkebunan rakyat.            Pada umumnya industri pengolahan minyak goreng yang berasal dari kelapa dibangun dekat dengan konsumen minyak goreng. Lain halnya dengan industri pengolahan kelapa sawit (TBS) menjadi CPO dan PKO, industri ini diusahakan dekat dengan bahan bakunya dengan tujuan untuk menghemat ongkos angkut karena mempertimbangkan berat TBS ( Tandan Buah Segar) disamping mempertimbangkan rusak komponen tandan buah segar (TBS) itu sendiri (perishable).
Proses pengolahan minyak kelapa sawit menjadi minyak goreng secara garis besar dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu proses pemerasan dan ekstraksi daging buah(excocarp) hingga dihasilkan crude oil (CPO) dan inti sawit (palm kernel). Selanjutnya intisawit ini dipisahkan dari daging buahnya dan diperas untuk menghasilkan minyak sawit (palm kernel oil, PKO). Dari kedua bahan ini nantinya dapat proses lebih lanjut menjadi minyak goreng. Untuk mendapatkan minyak goreng dari crude palm oil (CPO), lakukan proses fraksinasi yaitu pemisahan stearin dalt oiein dalam CPO. selanjutnya untuk memperoleh minyak goreng sawit, olein direfinasi melalui proses penetralan dengan alkali lemah, proses penggelantangan (bleaching) dan proses deodorizing. Proses penetralan dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan berbagai fosfatida, dan proses bleaching yang menggunakan bleaching earth dimaksudkan untuk mendapatkan minyak goreng yang berwarna jernih.Sedangkan proses deodorizing diperlukan untuk menghilangkan bau yang keras yang tidak disukai. Sehingga mendapatkan minyak goreng yang lembut dan lebih disukai. Sedikit berbeda dengan proses pembuatan minyak goreng dari bahan baku CPO yang menggunakan proses fraksinaksi dan refinasi, proses pembuatan minyak goreng dari kelapa kopra yang banyak dipakai oleh industri minyak goreng besar di Indonesia hanya menggunakan proses refinasi.
Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Fungsi minyak goreng pada umumnya bukan sebagai bahan baku, namun sebagai bahan pembantu. Fungsinya sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga untuk peningkatan gizi. Oleh karena itu, minyak goreng dapat dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup 3 berarti bagi perekonomian nasional (http://www.mb.ipb.ac.id).

Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI - 3741- 1995
Kriteria Persyaratan
1.    Bau dan Rasa Normal
2.    Warna Muda Jernih
3.    Kadar Air  max 0,3%
4.    Berat Jenis 0,900 g/liter 
5.    Asam lemak bebas Max 0,3%
6.    Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg
7.    Bilangan Iod 45 – 46
8.    Bilangan Penyabunan 196 – 206
9.    Index Bias 1,448 - 1,450
10.  Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg\

Perbandingan antara Minyak Filma, Bimoli dan Minyak Curah
1.    Minyak Filma
Minyak filma ini mengandung 3 Nutrisi di dalamnya yaitu : Omega 6 Omega 9 Vitamin E. Filma mengandung asam lemak tak jenuh, Omega 9 dan Omega 6. Asam lemak tak jenuh dapat membantu menjaga kadar kolesterol sebagaimana adanya. Omega 6 adalah asam lemak esensial yang diperlukan tubuh.Filma berwarna kuning keemasan berasal dari kandungan Beta Karoten alami (Pro Vitamin A).Filma diproses dari buah sawit segar pilihan dengan Sistem Pemurnian Terintegrasi Penuh sehingga menghasilkan minyak goreng berkualitas jernih bernutrisi

2.    Minyak Bimoli
Beberapa keunggulan minyak Bimoli diantaranya :
o  Mengandung Omega 9 (sekitar 40-45%) dan Omega 3 cis.
o  Bebas kolesterol.
o  Proses produksi yang digunakan adalah Pemurnian Multi Proses (PMP) yang meliputi 6 tahap pemurnian
o   Aman untuk dikonsumsi.
o  Penyusunan maksimum adalah lima karton. Jauhkan dari panas dan sinar matahari. Dapat disimpan selama 24 bulan.

3.    Minyak Curah
Minyak goreng curah berbeda dengan minyak goreng bermerek, seperti filma, bimoli dan sebagainya. Karena minyak goreng bermerek dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah proses penyaringan hanya satu kali,'' terangnya. Sehingga dari warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih jernih dibanding minyak goreng curah. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah dan minyak kemasan. Dari segi kandungan minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan,'' tuturnya. Namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak berlebihan dan tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat tidak baik bagi kesehatan. Sekedar diketahui, minyak curah hanya mengalami penyaringan sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft stearin (minyak fraksi padat) pada tingkat tertentu. Oleh karena itu minyak curah biasanya lebih keruh dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan kebersihannya kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Oleh karena itu, kalau ada minyak curah yang bening dan bersih sebenarnya lebih aman karena tidak mengandung antioksidan. Tetapi jenis itu jarang dijumpai di pasar.



3.3 PENGOLAHAN MINYAK INTI SAWIT
Minyak Mentah Inti Sawit (PKO), SNI 0003-1987
Kriteria Uji :
No.
Kriteria
Satuan
Pesyaratan
1.
Asam lemak bebas (sbg asam laurat)
%  (w/w)
Maks 5,0
2.
Kandungan benda asing
%  (w/w)
Maks 0,05
3.
Kadar air
%  (w/w)
Maks 0,45


1.         CAKE BREAKER CONVEYOR
Ampas press yang berasal dari Screw Press terdiri dari serat halus (Vibre) dan biji (Nut) dengan kandungan air yang masih tinggi dan menggumpal, oleh sebab itu gumpalan serat halus ini perlu diuraikan dan dikeringkan dengan alat pemecah ampas yang disebut dengan Cake Breaker Conveyor ( CBC ). Alat ini berperan memecahkan gumpalan ampas, mengeringkan dan mengangkut ke alat Fibre Cyclone. Untuk mempermudah pemecahan gumpalan dan mempersiapkan ampas kering agar mudah diproses lebih lanjut pada Depericarper dan sesuai dengan persyaratan bahan bakar untuk Boiler, maka pemanasan pada CBC dilakukan dengan pemanas mantel (Steam Jacket)..
Ampas press yang terlalu basah akibat pengee-press-an yang tidak sempurna pada alat press akan dapat menyebabkan kerusakan alat CBC yaitu  patah poros dan setidaknya akan mempersulit pemisahan serat dengan biji, yang pada akhirnya dapat mengurangi kalori bakar pada Boiler. Semakin tinggi kadar air dalam serat akan menyebabkan kalor bakar yang rendah dan berakibat langsung pada pencapaian tekanan kerja dan kapasitas uap yang dihasilkan boiler.
Pemecahan gumpalan ampas press yang sempurna dapat mendukung proses pemisahan serat dengan biji dalam Depericarper, yang merupakan penentu dalam efisiensi pemecahan biji dalam alat pemecah biji. Penguapan air pada CBC dilakukan dengan pemanasan ampas disepanjang mantel CBC. akan tetapi cara pengeringan ini sering kurang sempurna, karena panjang CBC yang terlalu pendek. Akibatnya hisapan fibre cyclone menjadi kurang kuat dan proses evaporasi uap disini menjadi tidak sempurna sehingga kelembaban udara diatas permukaan ampas akan tetap tinggi, dan hanya akan menghasilkan serat basah yang dapat menurunkan kalor bakar serat. Untuk mengatasi ini CBC dibuat dalam keadaan terbuka.


2.       POLISHING DRUM
Ampas press yang telah diurai oleh Cake Breaker perlu dipisah antara fraksi ringan dan fraksi berat dengan cara di tiup oleh blower. Fraksi ringan terdiri dari serat, inti pecah halus, pecahan tempurung tipis dan debu. Fraksi berat terdiri dari biji utuh, biji pecah, inti utuh dan inti pecah. Pemisahan fraksi ini tergantung dari efisiensi penggunaan blower.
Fraksi berat akan di proses lanjut dalam Depericarper, untuk menghilangkan serat – serat yang masih melekat pada cangkang biji. Semua serat yang ada harus hilang, karena Serat yang masih terdapat dicangkang biji dapat mengganggu jalannya proses pemecahan biji oleh Nut Cracker. Biji yang masih berserat kurang daya pentalnya ( Collision ) , akibatnya proses pemecahan biji menjadi lebih lama, dan sekaligus juga mengurangi kapasitas unit.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI7hvpfyxENeT0cEirSojRef4O-4sVCuCdoI7t5VvUCHMzYdnTaCsSeCUoUrb9zYBeLlHRNVnmLcybLJTgvEXDc9UiKnV2xV_r7cXiG8WitEIOA02ij121ukzQOk7TyfH-GZGVdj1vAFo/s320/pks+polishing+drum.png

Beberapa factor yang mempengaruhi keberhasilan Polishing Drum antara lain :
a.    Kemiringan Drum Berputar,
Sudut kemiringan drum berputar akan menentukan lamanya biji di poles. Semakin lama biji dipoles dalam drum berputar maka mutu biji semakin baik yaitu serat yang terdapat dalam biji semakin sedikit.
b.   Kecepatan Putar Polishing Drum
Kecepatan Putar akan mempengaruhi gaya gesekan antara drum dan biji. Putaran yang diinginkan ialah putaran yang menyebabkan biji berguling guling pada bagian dinding drum dan tidak melebihi tinggi Tangkai poros drum.
c.   Kondisi Permukaan Dalam Drum.
Permukaan bagian dalam drum yang dibuat lobang halus dengan garis tengah 0,5 CM akan membuat proses pemolesan menjadi sempurna.
d.   Hisapan Angin
Bertujuan untuk membuang serat halus yang masih terdapat dipermukaan drum dan yang masih melekat pada biji akan dapat menghambat atau mengurangi gaya gesekan antara biji dengan drum.

3. FERMENTASI BIJI
Biji mengandung pectin, yang terdapat antara tempurung dengan inti. Untuk mempermudah proses pemecahan biji oleh Cracker, maka pectin yang berfungsi sebagai perekat inti pada tempurung perlu dirombak dengan proses kimia seperti fermentasi. Fermentasi ialah salah satu proses biokimia yang dikembangkan pada pengolahan biji sawit di dalam Nut Silo .
Waktu tunggu pemeraman di dalam Nut Silo berpengaruh langsung pada proses hidrolisa sebagai upaya menurunkan kadar air biji dan siap di umpan pada  Cracker. Lamanya pemeraman yang dianggap memenuhi kriteria ialah 24 – 48 jam, dengan kadar air biji sekitar 15 % ( 51 ).
Pemeraman biji sering dialiri dengan udara panas hingga suhu Silo berkisar antara 40 - 60°C. Pemanasan dengan suhu rendah bertujuan untuk membantu proses hidrolisa, bila suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan pectin mongering dan sulit dihidrolisa, sehingga pemecahan di Cracker kurang berhasil, yaitu meningkatnya inti pecah, inti lekat dalam tempurung  yang berarti menurunnya kualitas.

4. NUT GRADING
Alat pemecahan biji disebut dengan Nut Cracker. Biji yang telah diperam dalam Nut Silo akan dipecahkan dalam Nut Cracker. Sebelum proses pemecahan biji terlebih dahulu dilakukan seleksi berdasarkan ukuran biji dengan menggunakan alat “Nut Grading” yaitu drum berputar terdiri dari ukuran lobang yang berbeda – beda. Biji yang telah diseleksi terdiri dari tiga fraksi yaitu kecil ( 8 – 14 mm ), sedang ( 15 – 17 mm ) dan besar ( 18 mm ).
Variasi ukuran biji banyak tergantung kepada jenis tanaman. Faktor yang mempengaruhi variasi biji dalam kelompok fraksi tergantung pada :
a.   Retention time dalam proses pemisahan. Semakin lama biji berada dalam drum maka kesempatan biji untuk lolos dari lobang yang sesuai semakin tinggi.
b.   Semakin panjang ukuran nut grading pemisahan semakin sempurna, karena kesempatan memisah akan lebih banyak
c.   Perbandingan setiap kolom, yakni kolom fraksi kecil lebih panjang dari pada kolom untuk fraksi yang lebih besar. Hal ini berkaitan dengan volume umpan biji yang harus melalui kolom fraksi kecil dan berakhir pada kolom fraksi besar.
d.   Semakin cepat putaran Nut Grading maka kesempatan biji untuk keluar dari lobang disetiap kolom akan semakin kecil ( 68 ).

5. PEMECAHAN BIJI
5.1. Nut Cracker
Alat ini berfungsi memecahkan biji dengan system bentur biji ke di dinding yang keras. Mekanisme pemecahan ini didasarkan pada kecepatan putar, radius dan massa biji yang dipecahkan. Karena factor massa yang merupakan factor yang selalu berubah ubah maka perlu dilakukan penggelompokan biji, dan ini telah dimulai dari “Nut Grading”. Karena biji telah dikelompokkan menjadi tiga fraksi maka Cracker disediakan tiga unit. Ketiga Cracker tidak mempunyai putaran yang sama, sebab semakin kecil ukuran biji maka dibutuhkan putaran yang lebih tinggi. Penentuan kecepatan putaran mempengaruhi besarnya persentase inti pecah dan inti lekat.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemecahan biji antara lain :
a.   Karakter biji
Biji yang kecil akan lebih sulit dipecah dibanding dengan biji yang besar. Semakin banyak serat yang melekat dalam biji maka biji akan lebih sulit dipecahkan, dan sering menghasilkan biji pecah dan inti lekat. Kadar air biji yang rendah akan lebih mudah dipecah dan menghasilkan inti utuh. Kadar air yang diinginkan ialah 15 %. Kadar air tersebut dapat dicapai jika dilakukan pemeraman yang sempurna.
b.   Kapasitas olah
Pemecahan biji di atas kapasitas yang sudah ditetapkan akan menurunkan efisiensi pemecahan biji, yaitu sering ditemukan biji utuh dan inti lekat dengan persentase yang besar.
c.   Kelengkapan “nut cracker” dengan alat penangkap logam berat
Alat pemecah biji yang tidak dilengkapi dengan alat penangkap logam dapat menyebabkan kerusakan dinding nut cracker sehingga permukaan tidak rata dan menyebabkan biji tidak pecah sempurna.
5.2. Ripple mill
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5XjNcb4-amqXRYBJiLr49b207QnCnu8aiDuaaN-f9CVi8ZC9Dm2JPwiqxf-auT4OdIF1yDv9A3gnxkRwkh0d0uqmYsARSuN6pB1jkH8kefKxzSsr0fjqbNAJLkDodrVQjRxh0DHe_zgw/s320/pks+riplemill.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgd8_4nwqtUkBcsk0hxD8WnuGDhwLIWwdlypHf7gw73lr8VUiAWGbFLFLpp4TCsXk6gINyPFX6boPLUr98EDJWNJ2EQ3jwpudzzA8wF9UrvGA_VFKuwjecmgrcAyg0GXri0WEkygKyvQ0o/s320/pks+riplemill.png

Tahun 1979, Pellet Technology Australia PTY LTD mengembangkan pemakaian Ripple Mill, yang pada awalnya dimulai dari pemecahan biji bunga matahari, biji kapas, dan kacang kedelai. Ripple Mill terdiri dari dua bagian yaitu Rotating Rotor dan Sationary Plate.
Rotating Rotor terdiri dari 30 batang Rotor Rod yang terbuat dari High Carbon Steel yang terdiri dari 2 lapis yaitu 15 batang dipasang dibagian luar dan 15 batang dibagian dalam. Stationary Plate terbuat dari High Carbon Steel dengan permukaan bergerigi tajam.
Mekanisme pemecahan biji berbeda dengan Nut Cracker, yaitu dengan cara melemparkan biji dengan Rotor pada dinding bergerigi dan menyebabkan pecahnya biji. Efisiensi pemecahan biji dipengaruhi kecepatan putaran Rotor sebagai resultante gaya, jarak antara Rotor dengan plat bergerigi dan ketajaman gerigi plat disusun sedemikian rupa sehingga berperan sebagai penahan dan pemecah.
Biji yang berada dalam alat mengalami frekuensi benturan yang cukup tinggi baik dengan plat bergerigi maupun antar Rotor. Sehingga frekuensi pukulan ini dapat menembakan biji lebih mudah lekang. Untuk menjamin kontinuitas biji yang masuk dan tetap seimbang dengan kapasitas olah, maka alat ini dilengkapi dengan pengatur umpan serta dilengkapi dengan penangkap logam.
Alat ini dapat memecahkan biji tanpa melalui pemeraman dalam nut silo asalkan dalam proses perebusan dilakukan dengan sempurna yaitu tekanan rebusan 3kg/cm² dengan system 3 puncak selama 90 menit, yang setara dengan kadar air 15 %. Efisiensi pemecahan biji dipengaruhi :
a.    Kondisi Ripple Mill. Keadaan plat yang bergerigi tumpul dan rod yang bengkok akan menyebabkan pemecahan tidak efektif.
b.   Jarak Rotor dengan plat bergerigi. Jarak yang terlalu rapat akan menyebabkan persentase biji yang remuk cukup tinggi dan bila jarak terlalu renggang maka pemecahan biji tidak sempurna.
c.   Putaran Rotor. Putaran yang terlalu cepat akan menghasilkan biji yang hancur dan terlalu rendah menyebabkan banyak biji yang tidak pecah.
d.   Bentuk biji. Ukuran biji yang heterogen, bentuk biji yang gepeng dan lonjong akan menyebabkan efisiensi pemecahan biji yang rendah.
Oleh sebab itu untuk setiap penggunaan Ripple Mill oleh setiap PKS perlu dilakukan  penyesuaian terhadap biji yang diolah ( 80 ).

6. PEMISAHAN INTI DENGAN TEMPURUNG
6.1. Clay Bath
Tanah liat dapat tersuspensi dalam air dan memiliki berat jenis larutan di atas satu, tergantung dari konsentrasi tanah liat yang dilarutkan. Larutan ini disebut CLAY BATH yang dapat digunakan untuk memisahkan dua kelompok padatan yang memiliki berat jenis ( BJ ) yang berbeda. Inti sawit basah memiliki berat jenis 1.07 sedangkan cangkang 1.15 – 1.20. Maka untuk memisahkan inti dan cangkang dibuat BJ larutan 1.12 sehingga inti mengapung dan cangkang akan tenggelam.
Hasil gilingan pemecah biji masuk kedalam bak dan inti mengapung sedangkan cangkang bergerak kedasar bak. Inti yang mengapung ditangkap dengan menggunakan talang dan diayak serta disiram dengan air agar inti bebas tanah liat, sedangkan cangkang dihisap dari dasar bak dan dipompakan kedalam saringan kemudian dikirim ke Shell Hopper.
Agar sifat suspensi tanah liat dapat stabil maka dilakukan pompa sirkulasi agar tidak terjadi pengendapan tanah liat. Akibat pertambahan zat yang  tersuspensi seperti debu dari inti maka terjadi perobahan berat jenis cairan sehingga efisiensi pemisahan akan menurun oleh sebab itu perlu dilakukan kontrol setiap waktu secara terjadual.
Faktor yang mempengaruhi efisiensi pemisahan :
a.    Berat jenis suspensi. Pemisahan inti termasuk “Continuous Process”, dan berat jenis dapat berobah akibat pertambahan zat tersuspensi yang berasal dari pecahan biji yang memiliki berat yang berbeda dengan tanah liat. Akibatnya pemisahan inti dan cangkang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mempertahankan suspensi tersebut maka sering dilakukan penyesuaian BJ dengan penambahan tanah liat atau penggantian suspensi secara terjadwal.
b.    Kualitas tanah liat. Karena kesulitan memperolah tanah liat maka sering orang mencari tanah liat seperti kaolin. Kaolin memiliki warna dan sifat yang baik, akan tetapi harganya tinggi. Orang mencoba dengan menggunakan kapur ( CaCO3 ), akan tetapi akan diperoleh suspensi yang tidak baik dan hal ini dapat terlihat apabila pemompaan   berhenti kapur    mengendap dan sangat sulit untuk       mengaktifkan kembali. Juga kapur memiliki sifat yang tidak baik yaitu terjadinya pembentukan busa sehingga mempersulit pemisahan inti.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8y2RTB5xlS1GM2_Sjx3U86iop25pJvHZevYnkGkMlZj3F-RoJ7HZU3t1WfKBZV692jb6TssqvWqgSQFpbC3hR9HwJ1k9dZzrtRIuhMUVteMZRE68iJUmjD2GZ43cELIcf9w5X-dO8uy8/s320/pks+hydrocyclone.png
6.2. Hydro Cyclone
Hasil olahan cracker sebelum memasuki Hydro Cyclone mengalami pemisahan fraksi halus oleh Winnowing. Sampah halus akan terpisah dari fraksi berat akan dicampur dengan air yang kemudian inti dipisahkan dari tempurung berdasarkan berat jenis. Untuk memperbesar selisih berat jenis inti dengan tempurung maka campuran dilewatkan melalui Cyclone, sehingga inti akan keluar dari atas permukaan cyclone dan tempurung dari bagian bawah yang kemudian masing – masing fraksi diangkut ke pengolahan yang lebih lanjut.
Keberhasilan pemisahan tempurung dari inti dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
a.   Tekanan pompa air yang melalui Cyclone, tekanan yang lebih tinggi akan mempercepat pemisahan inti dan cangkang. Semakin tinggi tekanan pompa maka pemisahan akan lebih sempurna, dan sebaliknya.
b.   Putaran Cyclone semakin baik jika permukaan bagian dalam lebih rata. Permukaan dalam yang tidak rata umumnya disebabkan oleh pukulan benda berat seperti logam dan batu yang akan menyebabkan pemisahan inti dan cangkang tidak sempurna. Hal inilah yang selalu menjadi masalah dalam pengoperasian Hydro Cyclone.
c.   Kebersihan umpan. Kandungan serat dan debu yang tinggi dalam cairan Hydro Cyclone akan mempengaruhi pemisahan inti dan cangkang. Oleh sebab itu diperlukan pengoperasian Separating Collumn ( LTDS ) yang lebih sempurna. Selain untuk menghilangkan debu ( dust ) juga dapat berperan untuk
d.   menghilangkan inti pecah kecil yang dapt menggunakan kapasitas olah Hydro Cyclone.
e.   Rotasi penggantian air. Partikel halus dan atau debu yang terdapat pada cairan hydrocyclone akan mempengaruhi berat jenis cairan yang menyebabkan pemisahan inti  dan  cangkang   tidak  berlangsung  sebagaimana   mestinya.   Oleh   sebab   itu dilakukan  penggantian   air  Hydro Cyclone  secara  terjual dengan dasar viskositas.
f.       Biji bulat yang tidak terpecahkan dalam pemecah biji perlu dilakukan pemisahan dengan ayakan biji, sehingga biji dikembalikan ke Conveyor pengangkut  biji ke alat pemecah biji.
Keberhasilan pemisah inti dengan Hydro Cyclone dapat diketahui dari jumlah kandungan kotoran ( cangkang ) dalam inti sawit. Pemisahan inti yang dianggap cukup baik jika kadar cangkang < 6.0 % . Dan kadar inti dalam tumpukan cangkang tidak lebih dari 2 %. Kadar kotoran inti yang dipisahkan dengan menggunakan tanah liat memenuhi mutu standar mutu yakni < 6.0 %. Cara pemishan cangkang dengan tanah liat mengandung kelemahan  - kelemahan   yaitu :
1.      Keterbatasan persediaan tanah liat disekitar pabrik.
2.      Menimbulkan pengotoran disekitar lokasi pabrik, yaitu dalam proses pembuangan Lumpur.
6.3. Hisapan angin
Pemisahan cangkang dari inti dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan berat jenis  dari fraksi. Fraksi ringan umumnya lebih cepat dipisahkan dibanding dengan fraksi berat.Disamping massa dari materi yang dipisahkan juga dipengaruhi bentuknya. Materi yang berbentuk lempengan lebih mudah terhisap dan dapat dipisahkan.
Pemisahan inti cangkang dilakukan dengan beberapa tahap       :
Hisapan tahap pertama

Hisapan ini merupakan upaya untuk menghilangkan debu dan partikel halus seperti pecahan cangkang, inti dan serat. Alat penghisap ini disebut winnowing yang terdiri dari kolom dan dilengkapi dengan air ock. Hisapan ini umumnya agak lemah, sehingga hanya bertujuan untuk mengurangi volume campuran inti cangkang.
Hisapan tahap kedua
Hisapan ini bertujuan untuk memisahkan cangkang dari inti. Dalam hal ini terjadi pemisahan cangkang dengan hisapan, yaitu karena bentuknya yang lempeng dan tipis mudah terangkat keatas akibat hisapan sedang inti yang umumnya bulat dan tebal jatuh ke bagian kolom bawah. Hisapan yang terlalu kuat akan menyebabkan inti ikut terangkut keatas dan menyebabkan efisiensi pengutipan inti turun, dan jika hisapan terlalu lemah maka dalam inti banyak dijumpai cangkang. Oleh sebab itu pada PKS yang memiliki Hydro Cyclone sering dibuat tekanan kuat sehingga diperoleh inti bersih. Sedangkan tumpukan cangkang yang masih banyak mengandung inti diolah dalam Hydro Cylone, sehingga diperoleh 3 jenis keluaran yaitu : inti kering, inti basah dan cangkang.
Hisapan tahap ketiga
Hisapan ini adalah untuk memisahkan inti yang terdapat dalam tumpukan cangkang hasil hisapan Tahapan Kedua. Daya hisap ketiga ( P³ ) disini lebih kecil dari hisapan kedua ( P² ) dan lebih besar dari hisapan pertama ( P¹ ). Dan juga dapat dilakukan pemisahan cangkang secara bertingkat dari tekanan hisapan yang paling rendah ke daya hisapan lebih tinggi ( P¹  <    <   P² ).
Faktor yang mempengaruhi efisiensi pemisahan inti dengan cara hisapan angin dapat dipengaruhi oleh :
1.      Kemampuan “Separating Column” untuk membuang debu dan partikel halus, sehingga mempermudah pemisahan inti dan cangkang.
2.      Stabilitas daya hisap alat yang ditantukan daya hisap blower yang dipengaruhi oleh variasi ampere arus listrik. Apabila hisapan terputus – putus atau daya bervariasi maka sering terjadi turbulensi dalam column alat dan inti yang dihasilkan tidak bersih. Stabilitas tersebut juga dipengaruhi apakah column penghisap bocor atau tidak.
3.      Pengaturan Air Lock, sebagai penentu terhadap daya hisapan, yang dihubungkan dengan kondisi umpan.
4.      Kontinuitas umpan yang masuk. Jumlah umpan masuk akan mempengaruhi efisiensi pengutipan dan pemisahan inti, semakin besar jumlah umpan maka daya hisap akan menurun dan menyebabkan penurunan efisiensi.
Hisapan dengan angin mempunyai keuntungan jika dibandingkan dengan pemisahan secara basah seperti “Claybath” dan “Hydrocyclone” yaitu inti yang dihasilan tidak basah sehingga keperluan energi untuk pengeringan inti hanya sedikit, dan kemungkinan kerusakan minyak dalam pengeringan semakin kecil. Juga dengan cara ini keadaan pabrik bersih tidak sekotor “Kernel Plant” yang menggunakan pemisahan inti system batas.

7. PENGERINGAN INTI
7.1. Umum
Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat, yang cukup banyak terkandung terutama dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara basah. Kandungan air dalam inti berkisar 15 – 25 % tergantung dari proses pengolahannya.Untuk mengawetkan inti sawit yang keluar dari alat pemisah biji perlu dilakukan usaha untuk menurunkan kandungan air sehingga tidak terjadi proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air inti.Kadar air inti yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6 – 7 %, karena pada kadar air tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup, dan kondisi ruangan penyimpanan dapat diatur pada kelembaban nisbi 70 %. Umumnya pada inti yang sudah kering tidak lagi ditemukan “plant enzim”, akan tetapi dijumpai enzim yang berasal dari mikroba yang terkontaminasi selama penanganan atau penyimpanan.Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuhan mikroba yang lebih baik, sehingga spora atau mycelium yang menempel pada permukaan tersebut lebih cepat tumbuh. Mikrobia tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak, protein, karbohidrat dan vitamin baik secara hydrolysa ataupun dengan oksidasi. Oleh sebab itu dalam pengawetan inti pertama – tama ditujukan untuk menurunkan air permukaan.Kadar air permukaan inti hasil pemisahan basah dapat diatasi dengan melewatkan inti pada ayakan getar sihingga air cepat kering dan ada baiknya jika dibantu dengan pemberian uap panas.Inti sawit dapat tahan lama disimpan selama 6 bulan dengan ALB akhir, jika kandungan air inti sangat rendah. Sedangkan inti sawit pecah menunjukkan kecepatan reaksi pembentukan ALB yang lebih cepat. Oleh sebab itu dengan kandungan air 7 % dan terdapat inti pecah 15 % menunjukkan kecepatan pembentukan asam lemak, dapat dicatat untuk beberapa PKS diperoleh hasil bahwa setelah penyimpanan 6 bulan diperoleh ALB antara 3 – 5 % ( 49 ).

7.2. Pengeringan Inti
Alat pengeringan inti terdiri dari Type Batch dan Continuous Process. Tipe Batch tidak lagi berkembang karena terdiri dari alat pengering yang menggunakan sinar matahari, ini banyak dilakukan di Arika. Dan yang berkembang dewasa ini ialah Contionuous Process yang disebut dengan silo inti.Pengering inti yang berkembang ialah tipe rectangulair dan tipe Cylindrical, keduanya hampir bersamaan prinsip kerjanya.
a.      Type Rectangulair
Alat ini mengeringkan inti dengan udara panas, yaitu mengalirkan udara melalui heater yang terdiri dari spiral berisi uap panas dengan suhu 130 ºC ( heater atas ), 85 ºC   ( heater tengah ) dari 60 ºC ( heater bawah ). Untuk memperoleh mutu inti yang sesuai dengan keinginan konsumen maka pemanasan pada ke tiga tingkat tersebut dibuat suhu
yang berbeda – beda yaitu suhu atas, tengah dan bawah untuk pengeringan inti basah berturut – turut 70, 80 dan 60 ºC. Udara panas dihembuskan dan keluar dari lobang yang sudah ada, sehingga pengeringan inti setiap lapisan dapat terjadi dengan baik. Masa pengeringan tergantung dari kadar air dalam inti, yang dipengaruhi oleh system perebusan buah, fementasi biji dan system pemisahan inti dan cangkang.Pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan penggosongan dan oksidasi pada minyak inti. Pengeringan inti yang baik ialah pengeringan dengan suhu rendah dengan tujuan agar penguapan berjalan lambat dan merata untuk permukaan dan bagian dalam inti, jika pengeringannya dengan suhu tinggi maka akan terjadi kerusakan inti. Penyimpangan pada pengeringan sering terjadi tanpa disadari oleh si operator. Pengeringan yang terlalu cepat dengan suhu yang tinggi dapat menyebabkan “Case Hardening” dan mutu minyak inti menurun.Pengeringan dengan alat ini sering mengalami penyimpangan yaitu terdapatnya inti yang dibagian sudut sering melekat dan tidak turun kebawah, dan bila diturunkan terdapat mutu inti yang tidak baik. Hal ini dapat terjadi apabila shaking grate tidak beroperasi dengan baik dan juga disebabkan inti yang kotor banyak mengandung sampah.


b.      Type Cylindrical
Silo inti berbentuk silinder yang dilengkapi dengan Heater berada diatas silinder. Udara dihembuskan dari atas ke bawah melalui pipa ditengah silinder kemudian disebarkan ke seluruh dinding silo. Keadaan suhu inti dalam silo tidak berbeda dengan suhu inti pada tipe Rectangulair, yaitu dengan pengaturan letak dari heater yang dibuat bertingkat dalam Column tengah silo.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8k0DQTdDxgS4CpqJCXNgwGqTJ2eAS0RG2GpD9RsBEQpuo7y47dosvesYJAAgYaE8FPJwqr6zu7AoVmsT54vorpIxJRArLTkhrOW_iRX7KKjhdIrBIyvjskwMBKR_R9iBKXZs1MaRZV4Q/s320/pks+kernel+silo.png

Alat pengering memiliki keuntungan yaitu inti tidak ada yang tertinggal dibagian dinding, karena jatuhnya inti kebawah berbentuk cincin ( 0 ), sedangkan pada tipe rectangular jatuhnya inti berbentuk cone ( V ) pada titik tengah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengeringan pada silo tipe silinder lebih homogen dibandingkan dengan tipe rectengulair.

8. POLA PENGOLAHAN INTI
Efisiensi Pengutipan Inti ( EPI ) ditinjau dari segi teknik dan ekonomis, EPI yang tinggi jika rendemen inti yang diperoleh mendekati rendemen teoritis, umumnya lebih besar dari 90%. Sedangkan kenyataannya bahwa realisasi di lapangan sekarang berkiksar antar 80 – 85 %. Angka ini perlu dinaikkan dengan merancang pabrik pengolah biji di PKS yang efisien dan ekonomis.
Berdasarkan pengamatan di beberapa PKS terlihat bahwa alat pengolah biji yang memiliki investasi yang tinggi dan perawatan yang efektif ialah Hidro Cyclone, sehingga alat ini tidak lagi ditempatkan dalam pola yang akan dikemukakan di bawah. Sedangkan antara Nut Cracker dan Ripple Mill masih terdapat keuntungan dan kelemahan kedua alat tersebut, akan tetapi ditinjau dari segi kebutuhan alat pendukung lainnya maka diusulkan memakai Ripple Mill.
8.1. Pola pertama “Sistem Basah”
            Pada pola pertama ini, pengolahan inti antara lain dari unit Fermentasi, Ripple Mill, Claybath dan Kernel Drier ( Type Cylindrical )

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiCa2SWzhk6sFucqtXQOTlbeexRbLtLxp5D-5uzNT9Fgl_hu0PP86KwUnByc3M_o0hDbxd1gVhnugvhyphenhyphenFWz5MOgcU8gtHT6f43FXDlP-UprB-Y2nnkxZSzX4A-I3k40Sb-H9sxbR3JbdU/s320/pks+kernel+proses.png

Pola pertama “Sistem Basah”

Pemeraman biji dengan silo biji yang dialiri dengan udara panas diatur suhu Silo berkisar antara 50º - 70ºC. Suhu Nut Silo bagian atas 70ºC, bagian tengah 60ºC, dan bagian bawah 50ºC. Pemanasan dengan suhu rendah bertujuan untuk membantu proses hidrolisa, bila suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan pectin mengering dan sulit dihidrolisa, sehingga pemecahan di Cracker kurang berhasil, yaitu meningkatnya inti pecah, inti lekat dalam tempurung yang dapat menurunkan kualitas.
Ripple Mill merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan Nut Cracker ( konvensional ) dalam proses pemecahan biji. Ripple Mill digunakan karena spesifikasi peralatan ( sederhana, lebih murah dan pemakaian energi lebih murah ), mutu produksi lebih baik, dan operasional lebih mudah. Kelemahannya Rotor Rod tidak tahan terhadap benturan benda keras, dan pengelasan ripple plate agak sulit. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memasang alat penangkap logam.
Kernel Drier Type Cylindrical dipilih karena pengeringan tipe ini lebih homogen dibandingkan dengan Type Rectangulair. Pola ini merupakan sistem basah, sehingga pada waktu mengeringkan inti sawit di Kernel Drier akan memerlukan energi yang sangat besar.
8.2. Pola kedua “Sistem Kering”
Pada pola kedua ini, pengolahan inti antara lain terdiri dari unit Fermentasi, Ripple Mill, Pneumatic I, Pneumatic II dan Kernel Drier ( Type Cylindrical ).
Pola ini merupakan sistem kering, karena tidak menggunakan Claybath maupun Hydro Cyclone. Hisapan dengan angin ( Pneumatic ) mempunyai keuntungan jika dibandingkan dengan pemisahan secara basah sehingga keperluan energi untuk mengeringkan inti hanya sedikit, dan kemungkinan kerusakan minyak dalam pengeringan semakin kecil. Dengan cara ini keadaan pabrik bersih tidak sekotor “kernel plant” yang menggunakan pemisahan inti system basah. Akan tetapi jumlah inti yang tidak terkutip sangat tinggi.Pada pola ini, Pneumatic I dan Pneumatic II berfungsi untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari debu dan partikel halus

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwXNAfNelUlkg5uoARb2t2s2BdwXorMOuzqXkhfMNlRk8AUvbZ-_taga4GbANKUBGB2CtcSamW3UwN0C4ScjXqeUpEiKotc8zHxBNjWIh_8iP-4ytw2PeD4MJIhT_UqcO_hYzr5es0_yw/s320/pks+kernel+proses+kering.png

Pola kedua “Sistem Kering”

( cangkang ), sehingga dalam pelaksanaannya perlu ditambah dengan Phneumatic III. Phneumatic III berguna untuk memisahkan inti dari tumpukan cangkang. Penambahan Phneumatic III akan menambah biaya investasi tetapi akan meningkatkan rendeman inti.
8.3. Pola ketiga “Gabung Sistem basah dan Sistem kering”
Pada pola ketiga ini, pengolahan inti antara lain terdiri dari unit Fermentasi, Ripple Mill, Phneumatic I, Phneumatic II, Claybath dan Kernel Drier ( type Cylindrical ). Pola ini merupakan gabungan antara system basah dan system kering, sehingga system ini memerlukan 2 unit Kernel Drier, satu unit untuk mengeringkan inti sawit yang berasal dari Claybath dan satu unit lagi untuk mengeringkan inti sawit yang berasl dari Phneumatic.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAS8GqoRT-LnxbBozJR2um1ToyF8YCR3QB56v-v_p2irJJNhQh4XBlXUh1jI98G1r5sv1WZeS5lgSapX-UvONw9m4vJVRGQhbksStau8rSwKUmHW_bydDBa07lwosyTkSbOy7oaWNgtKw/s400/pks+kernel+proses+combine.png

Pola ketiga “Gabungan Sistem Basah dan Sistem Kering”



3.4 INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT
Perkembangan Industri Hilir/Oleokimia Dasar di Kalimantan Timur
Kalimantan timur dengan kekayaan sumberdaya dan agroekologinya menyimpan potensi pengembangan komoditi perkebunan salah satunya adalah kelapa sawit. Produk olahan dari minyak sawit dapat diversifikasikan menjadi produk-produk oleokimia salah satunya adadalah oleokimia dasar.
            Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Untuk lebih meningkatkan peran kelapa sawit tersebut, berbagai usaha perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit, diantaranya adalah dengan melakukan diversifikasi produk menjadi produk-produk oleokimia seperti oleokimia dasar, pelumas, bahan kosmetik, surfaktan, plasticizer, sabun dan biolilin. Nilai tambah produk-produk tersebut berkisar antara 4-5 kali dari harga minyak sawit (PPKS, 2003). Industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit menjadi produk non pangan masih relatif kecil. Pada tahun 1996, dari total konsumsi minyak dunia yaitu 96,9 juta ton yang terdiri dari minyak sawit dan inti sawit sekitar 18,6% hanya 14 juta ton saja digunakan untuk bahan baku non pangan terutama oleokimia. Penggunaan tersebut antara lain untuk sabun 55%, fatty acids 15%, fatty alcohol 10%, gliserin 6%, methyl ester sulphonate 4% dan yang lainnya sekitar 10%. Produk hilir, non pangan mempunyai nilai tambah yang tinggi. Akan tetapi industri nonpangan/oleokimia indonesia kurang berkembang terutama apabila dbandingkan dengan Malaysia. Beberapa penyebab kurang berkembangnya industri oleokima Indonesia adalah karena besarnya investasi industri tersebut serta terbatasnya pasar oleokimia dunia. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah melihat potensi dan peluang pengembangan produk hasil tanaman sawit. Hal ini dapat dilihat adanya rencana Pemprov Kaltim untuk mengembangkan kluster industri dan pelabuhan internasional (KIPI) berbasis kelapa sawit di Maloy Katim untuk mendukung Indonesia sebagai Negara pengekspor CPO menuju penghasil berbagai produk turunan CPO dan meningkatkan berbagai nilai tambah produk turunan CPO melalui inovasi dan diversifikasi produk turunan CPO baik untuk bahan pangan maupun non pangan di wilayah timur Indonesia. Luas tanam kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Salah satu Provinsi yang mengalami peningkatan luas lahan sawit cukup besar adalah Provinsi Kalimantan Timur. Luas tanam perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jumlah luas tanam kelapa sawit tahun 2004 sebesar 171.580,50 ha dengan jumlah produksi 957.058 ton, tahun 2008 meningkat menjadi 409.564 ha dengan produksi 1.664.311 ton. Hasil produksi kelapa sawit yang semakin meningkat ini berpotensi untuk diolah menjadi produk yang lebih mempunyai nilai tambah seperti hasil industri oleokimia dari bahan kelapa sawit. Dalam upaya memberikan informasi yang benar dan tepat kepada investor, diperlukan profil proyek investasi yang menggambarkan sumberdaya dan prospektif pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur.
Oleokimia adalah penggunaan CPO untuk produk kimia. Kapasitas produksi industri oleokimia dasar di Indonesia masih relatif kecil, padahal mempunyai nilai tambah yang cukup besar. Oleokimia semula merupakan produk alternatif terhadap petrokimia, namun dalam perjalanannya oleokimia semakin mendominasi pasokan industri kimia lanjut tertentu khususnya industri toiletries dan personal care (hair care seperti shampoo, bahan pembersih seperti sabun dan deterjen). Industri oleokimia dasar yaitu fatty acid, glycerine dan fatty alcohol mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1988 produksi oleokimia dasar Indonesia baru mencapai 79,50 ribu ton, naik menjadi 217,70 ribu ton pada tahun 1993 dan menjadi 652 ribu ton pada tahun 1998 atau tumbuh dengan laju sekitar 23,50 persen per tahun. Industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki backup bahan baku yang sangat melimpah karena Indonesia merupakan produsen bahan baku bagi industri ini yakni CPO terbesar di dunia. Meskipun memiliki industri bahan baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai dua kali lipat dari Indonesia. Sebagai gambaran, Indonesia menguasai sekitar 12 persen permintaan oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik ton per tahun, sementara Malaysia mencapai 18,6 persen. Industri ini tidak lepas dari permasalahan di dalam negeri yang salah satunya adalah jaminan pasokan bahan baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi karena produksi CPO lebih banyak diekspor daripada dipasok ke industri dalam negeri. 2.1.2.1. Gambaran produk Oleokimia merupakan produk kimia yang berasal dari minyak atau lemak, baik nabati maupun hewani. Pembuatannya dilakukan dengan cara memutus struktur trigliserida dari minyak atau lemak tersebut menjadi asam lemak dan gliserin, atau memodifikasi gugus fungsi karboksilat dan hidroksilnya, baik secara kimia, fisika maupun biologi. Oleokimia dibagi menjadi dua yaitu oleokimia dasar dan turunannya atau produk hilirnya. Oleokimia dasar terdiri atas fatty acid, fatty methylester, fatty alcohol, fatty amine dan gliserol. Selanjutnya produk-produk turunannya antara lain adalah sabun batangan, detergen, sampo, pelembab, kosmetik, bahan tambahan untuk industri plastik, karet dan pelumas. Dalam perdagangan dikenal dua jenis oleokimia, yaitu oleokimia alami dan oleokimia buatan. Oleokimia alami diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewan dan bersifat mudah terurai. Industri oleokimia dapat mengkonversi minyak sawit menjadi oleokimia. Oleokimia buatan diperleh dari minyak bumi (petrokimia) seperti propilen dan etilen yang bersifat tidak mudah terurai. Tidak semua produk oleokimia dapat disubsitusikan oleh prosuk petrokimia. Hanya gliserol dan fatty alcohol yang dapat disubsitusi menggunakan propilen dan etilen sebagai bahan baku. Industri oleokimia yang dimaksud dalam tulisan ini adalah industri antara yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari kedua jenis produk ini dapat dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun non pangan. Diantara kelompok industri antara sawit tersebut salah satunya adalah oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Produk-produk tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri seperti farmasi, toiletries, dan kosmetik.
Fatty alcohol sebagian besar digunakan untuk produksi deterjen sebesar 48 persen dan pembersih kemudian disusul oleh penggunaan sebagai bahan antioksidan sebesar 11 persen. Sedangkan glycerin banyak digunakan antara lain untuk sabun, kosmetik dan obat-obatan yang mencakup 37 persen dari total konsumsi material ini.
Struktur Industri Industri Hilir/oleokimia dasar memiliki produk turunan dan aplikasi produk yang sangat beragam. Oleokimia dasar berupa Glycerol, fatty acid, fatty acid methyl ester dapat dibuat dari minyak dan lemak . Oleokimia dasar ini dapat diproses lebih lanjut menjadi produk-produk turunannya.


PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Kelompok produk lainnya yag cukup banyak menggunakan glycerin adalah Alkyd resin dan makanan masing-masing 13 dan 12 persen.
Asam lemak metil ester (Fatty methylester) mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida, a-sulfonat, metil ester, gliserol monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of Japan bahkan telah menggunakan metil ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif. Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak (fatty acid), diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas; 5) dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%; 6) metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi.

Kapasitas Produksi oleokimia
Perkembangan industri oleokimia di Indonesia masih belum semaju dibandingkan dengan negara Malaysia yang juga memiliki industri kelapa sawit. Kondisi ini tidak terlepas dari strategi pengembangan industri sawit Indonesia yang pada awalnya lebih ditekankan sebagai industri primer yakni CPO terutama untuk diekspor sebagai sumber devisa non migas. Berbeda dengan Malaysia yang PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR, mengembangkan industri sawitnya secara bersama dengan pengembangan industri hilir oleokimia. Industri oleokimia dasar Indonesia sendiri masih mengalami kendala dalam hal pemenuhan kebutuhan bahan baku. Industri oleokimia dasar Indonesia memiliki pangsa produksi sebesar 9 % produksi oleokimia dasar dunia dan 31,6 % produksi oleokimia dasar Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena kecenderungan untuk mengekspor CPO dalam bentuk primernya. Di wilayah ASEAN Indonesia di wilayah ASEAN merupakan produsen ketiga setelah Malaysia dan Filipina. Malaysia tercatat memilki pangsa produksi sebesar 18,6 % produksi oleokimia dasar dunia dan 65 % produksi oleokimia dasar Asia Tenggara.
Jenis oleokimia yang diproduksi oleh industri oleokimia di wilayah Jawa sudah sampai turunan tingkat II yaitu fatty acids dan fatty alcohol, dilain pihak di wilayah Jawa dan Batam telah memproduksi surfaktan. Untuk produksi Fatty Alcohol, industri oleokimia di wilayah Sumatera telah memproduksi produk turunan alcohol sulfat, etoksilat dan beberapa beberapa surfaktan primer lain ang berbasis alcohol yaitu alcohol etersulfat, sodium alkyl, eterosulfat, fatty alcohol sulfat dan metilester (Hadi Soebroto, dalam bisnis Indonesia, 2006).


3 komentar:

jual Thermal Oil mengatakan...

Posting yang sangat bagus. Saya baru saja menemukan weblog Anda dan ingin mengatakan bahwa
saya benar-benar suka berselancar di posting blog Anda.
Bagaimanapun saya akan berlangganan feed rss Anda dan
saya harap Anda menulis sekali lagi segera!
Jual Hot Thermal Oil - HTO
Jual Mesin Pemanas Asphalt
Fabrikasi Thermal oil
Jual Thermal Oil Heater
Jual Hot Thermal Oil
Jual Tangki Mixing Asphalt
Jual Thermal Oil untuk CPO

Dian Mitha Karlipah mengatakan...

Keren. Informasinya sangat lengkap.Ikut belajar dari tulisan ini. Terimakasih

Darma mengatakan...

Tentang proses atau pun cara sudah dijelaskan cukup detail. apakah bisa dijelaskan kembali komposisi bahanbaku dan bahanbaku penolong yang dibutuhkan dalam produksi? termasuk bahan-bahan kimia serta penjelasan kegunaan masing-masing bahan kimia tersebut.

Google Ads