Antimalaria
Anti
malaria adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang
disebabkan oleh parasit bersel tunggul (Protozoa) yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina yang menggigit pada malam hari dengan posisi
menjungkit. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit yang bernama
Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi
parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang
biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah. Pasien yang terinfeksi
oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai influenza, namun bila tidak
diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian. Penyakit ini
paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropics dimana parasit Plasmodium
dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Penyakit
malaria memiliki 3 jenis, dan masing–masing disebabkan oleh spesies parasit
yang berbeda. Gejala tiap–tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin,
menggigil dan keringat dingin. Adapun jenis penyakit malaria :
a.
Malaria
Tropika
Malaria tropika, disebabkan oleh plasmodium falcifarum merupakan penyebab sebagian besar kematian
akibat malaria. Gejala yang timbul adalah serangan demam tidak menentu disertai
nyeri kepala hebat, bila terjadi kerusakan eritrosit dalam jumlah besar dan
kemudian menyumbat pembuluh kapiler ke otak, maka dapat menimbulkan kematian
dalam beberapa hari. Sifat dari penyakit ini tidak residif (dapat sembuh total,
tidak berulang kambuh)
b. Malaria Tertiana
Malaria tertiana adalah jenis malaria yang paling ringan.
Malaria tertiana disebabkan oleh plasmodium
vivax dan ovale, dimana penderita
merasakan demam berkala yang timbul 3 hari sekali. Sifat dari penyakit ini
sering kambuh (residif) karena adanya bentuk exo eritrocyt sekunder
c. Malaria Kwartana
Malaria kwartana disebabkan oleh plasmodium malariae. Gejala yang timbul adalah demam berkala setiap
4 hari sekali. Sifat dari penyakit ini adalah residitif (sering kambuh) karena
adanya bentuk exo eritrosit sekunder.
Uji
antimalaria secara in vitro
Beberapa
metode telah dikembangkan untuk mengetahui pengaruh obat terhadap p. faciparum secara in vitro, antara lain metode yang dikembangkan oleh Rieckmann.
Dalam metode ini sampel darah penderita ditambahkan kedalam microplate yang
mengandung obat dengan beberapa dosis. Kerugian dengan teknik ini hanya dapat
mengamati parasit di dalam stadium cincin yang bersikulasi di dalam darah tepi
dan kesimpulan diambil dengan mengukur hambatan maturasi pada stadium schizon
dari parasit.
Metode
yang saat ini sering digunakan adalah yang dikembangkan oleh Desjardins et al, 1979 dengan mengukur inkorporasi
dari hipoksantin oleh parasit. Metode ini sangat cepat, sensitif dan objektif.
Metode lain ialah dengan mengidentifikasi produksi laktat dehidrogenase parasit
sebagai indikator pertumbuhan parasit. Metode ini tidak memerlukan radioisotop
dan dapat dipergunakan pada daerah endermik. Media kultur yang digunakan untuk
pengujian yaitu plasmodium falciparum.
Kultur terdiri atas sel darah merah dan medium komplit sehingga hematokrit
menjadi 2,5%. Pelarut yang digunakan biasanya etanol, air atau DMSO. Adapun
pengujian antimalaria secara in vitro yaitu
schizoni maturation test, metode up take 3H-Hipoksantin, dan metode PLDH
(Syamsudin, 2008).
Pengujian
secara in vivo menggunakan rodent sebagai hewan uji. Untuk
penapisan antimalaria banyak digunakan hewan coba mencit yang diinfeksi dengan plasmodium berghei. Adapun teknik
pengujian antimalaria secara in vivo yaitu primary
biological assessment, secondary biological assessment (dengan dose ranging test, onset of activity and
recrudescence, prophylactic test) dan tertiary
biological assessment (Syamsudin, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar