Kayu
terdiri atas berbagai komponen penting seperti senyawa ekstraktif, karbohidrat
dan lignin. Lignin berasal dari bahasa latin yaitu lignum yang berarti kayu. Lignin
adalah senyawa polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan selain selulosa
dan merupakan polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang
diikat dengan C-O-C dan C-C. Polimer lignin tidak dapat dikonversi ke
monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya. Lignin bersifat
tahan terhadap hidrolisa disebabkan oleh adanya ikatan arilalkil dan ikatan
eter. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan
membentuk asam format, metanol, asam asetat, aseton, vanilin dan lain-lain,
sedangkan bagian lainnya mengalami kondensasi (Ariani, 2007).
Lignin
mengisi ruang di dinding sel antara komponen selulosa, hemiseluosa dan pektin
terutama di tracheid dan sel-sel xylem clereid, sehingga lignin berperan
penting dalam sistem penyaluran air dan nutrisi pada sebuah tanaman (Vanholme
dkk, 2010). Pada batang tumbuhan, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat
komponen penyusun lainnya sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak (seperti
semen yang mengikat beton).
Struktur lignin
Menurut
Fengel dan Wegener (1995) dalam Herawati (2007) struktur molekul lignin sangat
berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem
aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propana. Selama perkembangan sel,
lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir dalam dinding sel, menembus
diantara fibril-fibril sehingga memperkuat dinding sel. p-koumaril alkohol,
koniferil alkohol dan sinapil alkohol merupakan senyawa induk (prekursor)
primer seperti pada gambar 2.2 dan prekursor tersebut merupakan unit pembentuk
lignin.
Lignin
terbagi atas 2 kelas menurut unsur strukturnya yaitu lignin guaiasil dan lignin guaiasil-siringil. Lignin guaiasil
terdapat pada kayu jarum dengan prekursor koniferil alkohol, sedangkan
lignin guaiasil-siringil terdapat
pada kayu berdaun lebar dengan prekursor koniferil alkohol dan sinapil alkohol
(Achmadi, 1990). Dalam tumbuhan berkayu, kandungan lignin bervariasi antar
jenis kayu dan antar kelompok kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Konsentrasi
lignin tertinggi terdapat pada lamela tengah dan dengan konsentrasi yang lebih
rendah terdapat dalam dinding sekunder sel serat. Akan tetapi, oleh karena
tebalnya dinding sekunder, paling sedikit 70% lignin kayu terdapat dalam
dinding sekunder (Sjöström, 1995).
Kayu
daun jarum (gymnospermae), kayu daun
lebar (dikotil, angiospermae) dan rerumputan (monokotil, angiospermae) berbeda dalam hal kandungan unit-unit guaiasil, siringil, dan p-hidroksifenil (Fengel & Wegener 1984). Kayu
daun jarum yang termasuk gymnospermae mengandung terutama lignin guaiasil, dan sedikit unit
p-hidroksifenil. Sementara itu, kayu daun lebar dari kelompok angiospermae
memiliki tipe lignin guaisil-siringil
yang mengandung unit siringil sebagai
tambahan dari unit guaiasil dan
p-hidroksifenil. Lignin guaiasil terutama merupakan polimer
koniferil alkohol sedangkan lignin guaiasil-siringil tersusun dari guaiasil dan
siringil dengan perbandingan tertentu, di samping sejumlah kecil unit p-hidroksifenil. Variabilitas komposisi
lignin jauh lebih besar pada jenis kayu daun lebar dibandingkan dengan jenis
kayu daun jarum.
Menurut
Fengel dan Wengener (1995) dalam Herawati (2007) bahwa di dalam kayu, kandungan
lignin berkisar antara 20-40%. Kayu lunak normal (softwood) mengandung 26-32% lignin, sedangkan kandungan lignin
kayu keras (hardwood) adalah 35-40%.
Tabel
2.1. Kadar Lignin (Metode Klason) dari Berbagai Bahan Baku
(Sumber
: Ariani, 2007)
No.
|
Bahan Baku
|
Kadar Lignin (%)
|
1
|
Eceng
Gondok
|
15,90
|
2
|
Damen
Giling
|
25,48
|
3
|
Bambu
Beru
|
20,78
|
4
|
Pinus
Merkuri
|
24,35
|
5
|
Eucalyptus
|
27,36
|
Sifat Lignin
Kirk
dan Othmer (1952) dalam Ariani (2007) menyatakan secara fisik lignin berwujud
amorf (tidak berbentuk), berwarna kuning cerah dengan bobot jenis berkisar
antara 1,3 - 1,4 bergantung pada sumber ligninnya. Indeks refraksi lignin
sebesar 1,6. Sifatnya yang amorf menyebabkan lignin sulit dianalisis dengan
sinar-X. Lignin juga tidak larut dalam air, dalam larutan asam dan larutan
hidrokarbon. Karena lignin tidak larut dalam asam sulfat 72%, maka sifat ini
sering digunakan untuk uji kuantitatif lignin. Lignin tidak dapat mencair,
tetapi akan melunak dan kemudian menjadi hangus bila dipanaskan. Lignin yang
diperdagangkan larut dalam alkali encer dan dalam beberapa senyawa organik.
Sjöström
(1995) menyatakan titik didih lignin secara pasti tidak dapat ditentukan.
Namun, pemanasan kayu secara bertahap dengan suhu tinggi dapat dilihat
penguraian thermal dari komponen kayu. Hemiselulosa terurai pada suhu 200-260 oC,
selulosa pada suhu 240-350 oC dan lignin terurai pada rentang
temperatur yang lebih luas yaitu 280-500 oC.
Salminah
(2001) dalam Ariani (2007) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi fungsi lignin adalah bobot molekul. Bobot molekul rata-rata lignin
tidak seragam karena beragamnya proses pembuatan pulp, proses isolasi lignin,
degradasi makromolekul selama isolasi, efek kondensasi terutama pada kondisi
asam dan ketidakteraturan sifat fisis lignin terlarut. Lignin umumnya tidak
larut dalam pelarut sederhana, namun lignin alkali dan lignin sulfonat larut
dalam air dan alkali encer. Lignin yang terlarut mempunyai distribusi bobot
molekul yang bersifat ganda. Beberapa dari komponennya memiliki bobot molekul
yang lebih tinggi. Lignin yang bobot molekulnya rendah, dalam larutan bobot
molekulnya menjadi lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lignin mempunyai
berat molekul yang lebih tinggi ketika terlarut.
Gugus–gugus fungsi lignin
Gugus
fungsi sangat mempengaruhi reaktivitas lignin. Teknik-teknik analisis modern
telah banyak dikembangkan untuk mengidentifikasi gugus fungsi lignin terutama
spektroskopi (UV, IR, 1H NMR dan 13C NMR). Sjöström
(1995) menyatakan bahwa perkusor-perkusor polimer lignin mengandung gugus-gugus
metoksil yang karaktersitik dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai
samping. Hanya relatif sedikit gugus hidroksil fenolik yang bebas, yakni yang
berikatan dengan unit-unit fenil propana yang berdekatan. Terutama unit-unit
siringil dalam lignin kayu keras teresterifikasi secara ekstensif.
Disamping
gugus-gugus tersebut, gugus-gugus hidroksil alkohol dan gugus-gugus karbonil
dimasukkan kedalam polimer akhir selama proses polimerisasi dehidrogenatif.
Dalam beberapa spesies kayu cukup banyak gugus hidroksil alkohol
teresterifikasi dengan asam p-hidroksibenzoat atau asam p-hidroksisinamat.
Ester-ester dari asam p-hidroksibenzoat adalah khas dalam lignin aspen,
sedangkan ester-ester dalam asam p-hidroksisinamat terdapat dalam lignin bambu
dan rumput. Asam-asam tersebut lebih suka membentuk ester-ester dengan gugus
γ-hidroksil dalam rantai samping lignin.
Tabel 2.2.
Gugus-gugus Fungsi Lignin (setiap 100 unit C6C3)
(Sumber :
Sjöström, 1995)
Gugus
|
Lignin
Kayu Lunak
|
Lignin
Kayu Keras
|
Metoksil
|
92-97
|
139-158
|
Hidroksil
Fenol
|
15-30
|
10-15
|
Benzil
alkohol
|
30-40
|
50-50
|
Karbonil
|
10-15
|
-
|
Aplikasi dan kegunaan lignin
Menurut
Sucipto (2009) secara garis besar kegunaan lignin dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok yaitu sebagai bahan bakar, sebagai produk polimer, dan sebagai
sumber-sumber bahan kimia dengan berat molekul rendah. Bahan-bahan kimia
berberat molekul rendah yang dapat dihasilkan dari lignin adalah vanilin,
aldehida, asam vanilat, fenol, asam karbonat, benzena dan sebagainya. Lignin
juga merupakan bahan mentah yang sangat baik untuk pembuatan serat sintetik
seperti nilon, bahan farmasi dan pewarna yang baik.
Menurut
Rudatin (1989) dalam Heradewi (2007), kemampuan lignin untuk meredam kekuatan
mekanis yang dikenakan pada kayu, memungkinkan usaha pemanfaatan lignin sebagai
bahan perekat (adhesive) dan bahan
pengikat (binder) pada papan partikel (particle
board) dan kayu lapis (plywood).
Ketahanan terhadap perlakuan biokimia (fisiologis) dan perlakuan kimia didalam
batang melalui mekanisme enzimatik dan reaksi redoks, memungkinkan lignin untuk
diolah lebih lanjut menjadi zat antioksidan. Pemanfaatan lainnya dari lignin
yaitu dapat dijadikan sebagai bahan bakar jika dibuat dalam jumlah besar dan
dalam keadaan benar-benar kering.
Lignin
relatif lebih tinggi kandungan atom C dan H-nya, namun kandungan O-nya lebih
rendah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa, dan lignin sebagai bahan bakar
lebih bernilai dibanding selulosa dan hemiselulosa karena nilai panas pembakarannya
lebih besar.
Pada
industri pulp dan kertas, lignin dipisahkan dari selulosa untuk menghasilkan
pulp. Lignin memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap pulp, yaitu warna
maupun sifat fisik pulp, lamanya waktu penggilingan pulp berbanding terbalik
dengan jumlah lignin yang dikandung oleh pulp. Apabila pulp mengandung kadar
lignin tinggi akan sukar digiling dan menghasilkan lembaran dengan kekuatan
rendah (Heradewi, 2007).
Degradasi Lignin pada Proses Pulp Kraft
Pulp
merupakan hasil pemisahan serat kayu atau tanaman berserat yang terdiri dari
komponen kimia, yaitu: selulosa, hemiselulosa, lignin ekstraktif, dan mineral
melalui bermacam- macam proses yang di sebut pulping. Pulp memiliki kandungan serat yang berasal dari kayu atau
bahan lignocellulosic lainnya yang
dipisahkan melalui aksi mekanis dan atau kimia (Kocurek, 1983).
Berdasarkan metodologi yang digunakan, secara garis
besar proses pembuatan pulp (pulping)
dibagi menjadi empat bagian :
a)
Kimia
b)
Semi
kimia
c)
Mekanis
kimia
d)
Mekanis
Proses kimia (kraft) memanfaatkan efek reaksi bahan kimia untuk memisahakan
serat sedangkan proses mekanis sepenuhnya menggunakan aksi fisik (mekanis).
Semakin banyak bahan kimia yang digunakan dalam proses pulping maka akan semakin rendah rendemen yang dihasilkan dan
semakin sedikit kandungan lignin dalam pulp, hal ini diakibatkan karena
banyaknya komponen kayu yang bereaksi dengan bahan kimia terutama lignin dan
hemiselulosa (Kardiyansyah, 2009).
Proses
pulping secara kimia (kraft) dapat
didefinisikan sebagai proses pemisahan serat menggunakan bahan kimia dengan
sedikit atau tanpa aksi mekanis, prinsip utamanya adalah dengan cara melarutkan
lignin sebanyak-banyaknya, oleh karena itu proses ini disebut juga proses
delignifikasi (Casey, 1980). Pulp yang dihasilkan memiliki rendemen rendah
karena sebagian besar lignin terlarut dan ada sebagian karbohidrat yang
terdegradasi. Proses ini menggunakan alat yang dinamakan digester baik itu
sistem batch maupun kontinyu, bahan
bakunya berupa serpih kayu (chips),
sedangkan bahan kimianya tergantung proses yang digunakan.
Proses
kraft ditemukan oleh C.F Dahl (Jerman) dimana ia menambahkan sodium sulfat (salt cake) kedalam recovery furnace sebagai pengganti bahan kimia yang hilang selama
operasi proses soda. Proses kraft disebut juga proses sulfat karena pemakaian
Na2SO4 sebagai make
up pada proses perolehan kembali bahan kimia pemasak yang menggantikan Na2CO3
pada proses soda (Kocurek, 1983). Komponen aktif dalam cairan pemasak adalah
ion OH- (hidroksil) dan ion SH- (hidrosulfida) yang
berasal dari NaOH dan Na2S.
Pada
proses kraft digunakan NaOH dan Na2S sebagai bahan pemasak dan
temperatur 165-170 0C. Tujuan pemasakan kraft adalah pemisahan serat
dari serpih kayu secara kimia dan melarutkan lignin semaksimal mungkin yang
terdapat pada dinding serat. Pemisahan serat dicapai dengan pelarutan lignin
pada lamella tengah serat yang mengikat serat satu sama lain. Bahan kimia dalam
cairan pemasak menembus dinding serat
dan melarutkan lignin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar