Biologycal Oxygen Demand adalah
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa
kimia (Tchobanoglous, George dkk, 2003). Sedang angka BOD adalah jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua
zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam
air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain
sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut (Alaerts,
1984). Jasad renik yang ada di dalam air limbah akan menggunakan oksigen untuk
mengoksidasi benda organik menjadi energi, bahan buangan lainnya serta gas.
Jika bahan organik yang belum diolah dan dibuang ke badan air, maka bakteri
akan menggunakan oksigen untuk proses pembusukannya (Siregar, 2005). Untuk
oksidasi/penguraian zat organis yang khas, terutama di beberapa jenis air
buangan industri yang misalnya fenol, detergen, minyak dan sebagainya bakteri
harus diberikan adaptasi beberapa hari melalui kontak dengan air buangan
tersebut, sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa BOD air tersebut.
Sebaliknya, beberapa zat organis maupun inorganis dapat bersifat racun terhadap
bakteri dan harus dikurangi sampai batas yang diinginkan (Alaerts, 1984).
Berikut adalah bahan kimia
penunjang analisa parameter BOD:
1
|
kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4)
|
2
|
magnesium sulfat (MgSO4)
|
3
|
kalsium klorida (CaCl2)
|
4
|
Feri
klorida (FeCl3.6H2O)
|
5
|
glukosa-asam glutamate
|
6
|
asam sulfat
|
7
|
natrium hidroksida
|
8
|
natrium sulfit (Na2SO3)
|
9
|
Inhibitor nitrifikasi Allylthiourea (ATU)
|
10
|
asam asetat (CH3COOH)
|
11
|
indikator amilum
|
Tabel Bahan kimia penunjang analisa parameter
BOD
Sumber : SNI 6989.73-2009 Pengujian
Biologycal Oxygen demand (BOD) secara titrasi winkler
BOD
atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan
lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah
bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter).
Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang
digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon
terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian pengertian
ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi
untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah
urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.
Metode Pengukuran BOD
Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada
saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik
diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan
makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod, 1973).
Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran
pencemaran dari
tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya
penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut
pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme
tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi
yang hampir
sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang
diperiksa harus bebas dari udara luar untuk mencegah kontaminasi dari oksigen
yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus
berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat
kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C
(Sawyer & MC Carty, 1978).
Penguraian bahan organik secara biologis
di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi
dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O).
Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana
organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik
menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan
BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang
berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama
pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang merupakan suhu
yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi
yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O
adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung
selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup
besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan
nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (Sawyer & MC
Carty, 1978). Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi
kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi.
Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat
dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil
penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :
2 NH3 + 3 O2
2 NO2ˉ + 2 H+ + 2 H2O
2 NO2 + O2
2 NO3ˉ
Oksidasi nitrogen anorganik ini
memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan. Dalam praktek untuk
penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya
dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. Prosedur secara umum
adalah menyesuaikan 25 sampel pada suhu 20°C dan mengalirkan oksigen atau udara
kedalam air untuk memperbesar kadar oksigen terlarut dan mengurangi gas yang
terlarut, sehingga sampel mendekati kejenuhan oksigen terlarut. Dengan cara
pengenceran pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia bahan
organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi
pada saat tertentu. Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sampel
berbanding lurus dengan persentase sampel yang ada dalam pengenceran dengan
anggaapan faktor lainnya adalah konstan. Sebagai contoh adalah 10% pengenceran
akan menggunakan sepersepuluh dari kecepatan penggunaan sampel 100% (Sawyer
& MC Carty, 1978). Dalam hal dilakukan pengenceran, kualitas airnya perlu
diperhatikan dan secara umum yang dipakai aquades yang telah mengalami
demineralisasi. Untuk analisis air laut, pengencer yang digunakan adalah standard
sea water (SSW). Derajat keasaman (pH) air pengencer biasanya berkisar
antara 6,5 - 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya konstan bisa digunakan larutan
penyangga (buffer) fosfat. Untuk menentukan BOD, terlebih dahulu diukur
DO nya (DO 0 hari), sementara sampel yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada
suhu 20°C, selanjutnya setelah 5 hari diukur DO nya (DO 5 hari). Kadar BOD
ditentukan dengan rumus :
5
X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm
Selama penentuan oksigen terlarut, baik
untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang akan
diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk penentuan BOD,
sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua isinya
dititrasi secara langsung. Perhitungan kadar BOD nya :
BOD5 = (A1 – A2) – (BI-B2/Vb)Vc
P
Dengan pengertian
BOD5 adalah nilai BOD5 contoh
uji (mg/L) ;
A1 : adalah kadar oksigen terlarut contoh uji
sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L);
A2 : adalah kadar oksigen terlarut contoh uji
sebelum inkubasi 5 hari (mg/L);
B1 : adalah kadar oksigen terlarut blanko sebelum
inkubasi (0 hari) (mg/L);
B2 : adalah kadar oksigen terlarut blanko sebelum
inkubasi 5 hari (mg/L);
VB : adalah volume suspensi mikroba (mL) dalam botol
DO blanko;
Vc : adalah volume suspensi dalam botol contoh uji
(mL);
P : adalah perbandingan volume contoh uji (V1) per
volume total (V2).
Catatan bila contoh uji tidak ditambah bibit mikroba
VB = 0.
(Standart Nasional Indonesia 6989.72:2009).
Oksigen Terlarut (DO)
Pengertian
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen
= DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan
sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air.
Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan
mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin
banyak jumlah DO (dissolved oxygen)
maka kualitas air semakin baik.
Jika
kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak
sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO
dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua
jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang
kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan–bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen
dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan
hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut
akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
karena adanya proses difusi antar air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar
oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan–bahan
organik dan anorganik. Keadaan oksigen terlarut berlawanan dengan keadaan BOD,
semakin tinggi BOD semakin rendah oksigen terlarut. Keperluan organisme
terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada lems, stadium dan aktifitasnya.
Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam
keadaan diam relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan
tidak tercemar oleh senyawa beracun. Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan
tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada
tingkat kejenuhan sebesar 70% (Huet, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut
adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (Anonimous, 2004).
Oksigen memegang
peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut
berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain
itu, oksigen juga menentukan biologik yang dilakukan oleh organisme aerobik dan
anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi
bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang ada pada
akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen
yang dihasilkan akan mereduksi senyawa–senyawa kimia menjadi lebih sederhana
dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka
peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban
pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang
ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga.
b.
Metode
Pengukuran Oksigen Terlarut
Oksigen
terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
1.
Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda
titrasi dengan cara WINKLER secara
umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya
dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH - KI, sehingga akan
terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4
atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan
membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan
menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat
dirumuskan sebagai berikut :
MnCl2
+ NaOH
Mn(OH)2 + 2 NaCl
2 Mn(OH)2
+ O2 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2
+ 2 KI + 2 H2O H+
Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2
+ 2 Na2S2O3 Na2S4O6
+ 2 NaI
2.
Metoda elektrokimia atau
lebih dikenal pengukran dengan DO-meter
Cara penentuan oksigen
terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan
oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan
probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan
elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak
(Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan
membran plastik yang bersifat semi permeable
terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
Katoda :
O2 + 2 H2O + 4‾ 4
HO‾
Anoda : Pb + 2 HO‾ PbO
+ H2O + 2e‾
Aliran reaksi yang terjadi
tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel
ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Penentuan
oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila
dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam
titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan
tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang tepat. Dengan
mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara
analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat.
Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan
suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini
sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter.
Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di
lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat
penentuannya hanya bersifat kisaran (Salmin, 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar