Hubungan antara konsumsi makanan
teroksidasi dengan penyakit kronis
Makanan dengan kadar lemak tinggi
merupakan salah satu sumber LDL (lebih sering disebut kolesterol jahat) LDL
mudah teroksidasi oleh radikal bebas dan sangat berbahaya karena apabila LDL
teroksidasi dapat memicu berbagai mekanisme terbentuknya benjolan pada dinding
pembuluh darah karena radikal bebas mengubah sifat kolesterol yang pada awalnya
cair menjadi lengket. Dalam perjalanannya kolesterol yang telah teroksidasi
tersebut menempel pada dinding pembuluh darah dan pada akhirnya dapat
menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah. Kondisi ini biasanya dikenal dengan
istilah Plak aterosklerosis yang merupakan penyebab utama penyakit jantung
koroner dan stroke. Kalau makanan sudah teroksidasi maka radikal bebas akan
mudah terbentuk. Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan
penuaan dini. Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segara berubah
menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas, sehingga
mempercepat penuaan. Kanker pun disebabkan oleh reaktif yang intinya memacu zat
karsinogenik, sebagai faktor utama kanker. Radikal bebas dapat menghancurkan
DNA dalam sel-sel sehingga menyebabkan kanker dan banyak masalah kesehatan
lainnya.
Proses penuaan dan penyakit degeneratif
seperti kanker kardiovaskuler, penyumbatan pembuluh darah yang meliputi
hiperlipidemik, aterosklerosis, stroke, dan tekanan darah tinggi serta
terganggunya sistem imun tubuh dapat disebabkan oleh stress oksidatif.
Stress oksidatif adalah keadaan tidak
seimbangnya jumlah oksidan dan prooksidan dalam tubuh. Pada kondisi ini,
aktivitas molekul radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) dapat
menimbulkan kerusakan seluler dan genetika. Kekurangan zat gizi dan adanya
senyawa xenobiotik dari makanan atau lingkungan yang terpolusi akan memperparah
keadaan tersebut.
2. Pengertian radikal bebas dan
pembentukannya
Radikal bebas merupakan suatu senyawa
atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada
orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa
tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat
elektron molekul yang berada di sekitarnya. Jika elektron yang terikat oleh
senyawa radikal bebas tersebut bersifat ionik, dampak yang timbul memang tidak
begitu berbahaya. Akan tetapi, bila elektron yang terikat radikal bebas berasal
dari senyawa yang berikatan kovalen, akan sangat berbahaya karena ikatan
digunakan secara bersama-sama pada orbital terluarnya. Umumnya, senyawa yang
memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar (biomakromolekul), seperti
lipid, protein, maupun DNA.
Dalam tubuh kita terbentuk radikal
bebas secara terus-menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal,
peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar
tuubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok, dan lain-lain.
Dari pernyataan ini dapat diyakini bahwa dengan meningkatnya usia seseorang,
pembentukan radikal bebas juga makin meningkat. Secara endogenus, hal ini
berkaitan dengan laju metabolisme seiring bertambahnya usia. Bertambahnya
glikolisis juga akan menyebabkan peningkatan oksidasi glukosa dalam siklus asam
sitrat sehingga radikal bebas akan terbentuk lebih banyak. Secara eksogenus,
kemungkinan tubuh terpapar dengan polutan juga semakin tinggi, seiring dengan
meningkatnya umur seseorang. Kedua faktor tersebut secara sinergis meningkatkan
jumlah radikal bebas dalam tubuh
Radikal bebas terbentuk melalui dua
cara yaitu:
1. Secara endogen radikal bebas
dihasilkan sebagai respon normal dari reaksi biokimia dalam tubuh berupa hasil
sampingan dari proses oksidasi sel yang belangsung pada saat metabolisme tubuh.
Beberapa radikal yang terdapat didalam
tubuh manusia yaitu:
• Hidroksi (OH), merupakan radikal
bebas yang sangat reaktif yang diproduksi oleh sel-sel dalam netrofil dan
monosit tubuh.
• Nitrit Oksida (NO), dihasilkan dari
sel endotelium vaskular.
• Super Oksida (O2*), juga dihasilkan
dari sel endotelium vaskular.
2. Secara eksogen radikal bebas
dihasilkan dari beberapa polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan
industri, asap rokok, dan limbah ), makanan, paparan zat kimia dan radiasi
sinar UV yang masuk ke dalam tubuh melalui jalan inhalasi (terhirup), mulut,
dan penyerapan melalui kulit.
Tahap-tahap reaksi radikal bebas
didalam tubuh) :
1. Tahap inisiasi, yaitu tahapan awal
yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
RH → R˙ + H˙
DPPH – H → DPPH˙ + H˙
2. Tahap propagasi, yaitu tahap dimana
radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan membuat reaksi berantai dengan
molekul lain.
R˙ + O2 → ROO˙
DPPH˙ + RH → R˙ + ROOH
DPPHOO˙ + DPPH → DPPH˙ + DPPHOOH
3. Tahap terminasi, yaitu apabila
terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara
radikal bebas dengan senyawa antioksidan sehingga membentuk produk yang non
radikal.
R˙ + R˙ → R:R
DPPH˙ + DPPH˙ → Produk non radikal
3. Cara makanan yang mengandung
antioksidan dalam mencegah terjadinya reaksi berantai radikal bebas
Dalam makanan terdapat senyawa
antioksidan seperti flavonoid, tokoferol, vitamin C, betakaroten, asam urat,
billirubin dan albumin. Jika terdapat radikal bebas maka senyawa antioksidan
yang terdapat pada makanan tersebut akan melakukan mekanisme pemutusan rantai
reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid
yang radikal. Selain itu senyawa antioksidan yang terdapat dalam makanan
tersebut dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun nitrogen radikal atau
bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi reaksi radikal, antara
lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau
mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies radikal yang reaktif.
4. Peranan antioksidan dan mekanisme
antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai
senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid.
Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah
terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Selain itu
antioksidan dapat dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat
oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan
dengan substrat yang dapat dioksidasi.
Definisi lain menyatakan antioksidan
adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada
radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam.
Antioksidan sangat bermanfaat bagi
kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan.
Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna
dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat
dihambat oleh antioksidan ini.
Fungsi utama antioksidan adalah sebagai
berikut :
1. Mencegah terjadinya penyakit
degeneratif
2. Mencegah atau menghambat proses
penuaan dini
3. Memperkecil terjadinya proses
oksidasi dari lemak dan minyak
4. Memperkecil terjadinya proses
kerusakan bahan makanan
5. Memperpanjang masa pemakaian suatu
produk makanan
6. Meningkatkan stabilitas lemak yang
terkandung dalam makanan
Antioksidan sangat beragam jenisnya.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan
sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan
alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami)
Sistem antioksidan dalam tubuh secara
alami telah terdapat dalam tubuh manusia sebagai pelindung terhadap serangan
radikal bebas. Mekanisme kerja antioksidan dalam menyerang radikal bebas
terbagi menjadi 2 mekanisme, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder.
5. Metoda Pengujian Antioksidan
Terdapat beberapa metode pengujian
aktivitas antioksidan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji
kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan
dapat dilakukan dengan metode kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau
kromatografi kertas. Metode ini dapat untuk memisahkan campuran antioksidan
yang kompleks sekalipun. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat
dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a) Senyawa-senyawa yang dapat
membentuk warna ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida,
ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);
(b) senyawa yang dapat berikatan dengan
senyawa fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid
aromatic-anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol
(akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa);
(c) radikal bebas stabil yang menerima
radikal hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil); dan
(d)senyawa-senyawa yang membentuk
senyawa adisi yang berwarna (palladium klorida dan pentadium klorida)
Uji aktivitas antioksidan dapat
dilakukan secara spektrofotometri. Uji tersebut dilakukan secara in-vitro.
i. Metode conjugated diene
Metode ini mengukur absorbansi
konjugasi dari diena sebagai hasil dari oksidasi asam lemak tak jenuh pada
panjang gelombang UV 234 nm. Prinsip metode ini adalah selama oksidasi asam
linoleat, ikatan rangkap terkonversi ke bentuk ikatan rangkap terkonjugasi,
yang dikarakterisasi dengan absorpsi kuat pada panjang gelombang UV 234 nm.
Aktivitasnya diekspresikan dengan istilah inhibitory concentration (IC50).
ii. Metode penangkapan radikal
hidroksil
Kapasitas penangkapan radikal hidroksil
dari suatu ekstrak berhubungan langsung dengan aktivitas antioksidannya. Metode
ini memerlukan generation in-vitro dari radikal hidroksil menggunakan
Fe3+/ascorbate/EDTA/H2O2 menggunakan reaksi Fenton. Penangkapan radikal
hidroksil sebagai tanda adanya aktivitas antioksidan. Radikal hidroksil akan
bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk membentuk formaldehid.
Formaldehid akan menghasilkan warna kuning dengan reagen Nash (2M ammonium
asetat dengan 0,05M asam asetat dan 0,02M asetil aseton dalam air destilasi).
Intensitas warna kuning diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
412 nm. Aktivitas antioksidan diekspresikan dengan %penangkapan radikal
hidroksil.
2.Uji ABTS
Asam
2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat (ABTS) merupakan substrat dari
peroksidase, di mana ketika dioksidasi dengan kehadiran H2O2 akan membentuk
senyawa radikal kation metastabil dengan karakteristik menunjukan absorbansi
kuat pada panjang gelombang 414 nm. ABTS merupakan senyawa larut air dan stabil
secara kimia.
Akumulasi dari ABTS dapat dihambat oleh
antioksidan pada medium reaksi dengan aktivitas yang bergantung waktu reaksi
dan jumlah antioksidan. Kemampuan relatif antioksidan untuk mereduksi ABTS
dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 734 nm. Absorbansi
maksimal juga dapat terjadi pada panjang gelombang yang lain. Panjang gelombang
yang mendekati daerah infra merah (734 nm) dipilih untuk meminimalkan
interfensi dari absorbansi komponen lainnnya.
Hasil pengukuran dengan spektrofotometer
selanjutnya dibandingkan dengan standar baku antioksidan sintetik, yaitu trolox
yang merupakan analog vitamin E larut air. Hasil perbandingan ini diekspresikan
sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Activity). TEAC adalah konsentrasi (dalam
milimolar) larutan trolox yang memiliki efek antioksidan ekuivalen dengan 1,0
mM larutan zat uji. TEAC mencerminkan kemampuan relatif dari antioksidan untuk
menangkap radikal ABTS dibandingkan dengan trolox.
iii. Metode Ferric Reducing Ability of
Plasma (FRAP)
Metode FRAP (Ferric Reducing
Antioxidant Power) bekerja berdasarkan reduksi dari analog ferroin, kompleks
Fe3+ dari tripiridiltriazin Fe(TPTZ)3+ menjadi kompleks Fe2+, Fe(TPTZ)2+ yang
berwarna biru intensif oleh antioksidan pada suasana asam. Aktivitas
antioksidan diestimasi dengan mengukur peningkatan absorbansi dari pembentukan
ion-ion fero dari reagen FRAP yang mengandung 2,4,6- tri(2-piridil)-s-triazin
(TPTZ) dan FeCl3.6H2O. Absorbansi diukur secara spektrofotometri pada 595nm.
v. Metode DPPH.
DPPH atau 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(α,α-difenil-βpikrilhidrazil) merupakan suatu radikal bebas yang stabil dan
tidak membentuk dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh
molekul. Delokalisasi elektron bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya warna
ungu pada larutan DPPH sehingga bisa diukur absorbansinya pada panjang
gelombang sekitar 520 nm.
Ketika larutan DPPH dicampur dengan
senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan
hilang seiring dengan tereduksinya DPPH.
Uji aktivitas antioksidan dengan
menggunakan metode ini berdasarkan dari hilangnya warna ungu akibat
tereduksinya DPPH oleh antioksidan. Intensitas warna dari larutan uji diukur
melalui spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Hasil
dari uji ini diinterpretasikan sebagai EC50, yaitu jumlah antioksidan yang
diperlukan untuk menurunkan konsentrasi awal DPPH sebesar 50%. Pada metode ini
tidak diperlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih sederhana
dan waktu analisis yang lebih cepat.
Metode Nitrogen Oksida
Nitrit
oksida merupakan senyawa yang bersifat
toksik dan berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi ole inducible NO
synthase (iNOS) dengan cara mengubah asam amino L-ariginin menjadi NO dan citrulin.
NO dapat
dengan mudah berdifusi bebas melintasi membran sel menuju ke sel yang berasa
didekatnya, kemudian bereaksi dengan sulfur besi dari beberapa makromolekul dan
menghambat terjadinya ribonukleotida reduktase. Pada sintesis DNA ribonuklease diubah
menjadi DNA, maka sintesa terhambat dan poliferasi sel terhenti dan merupakan
mekanisme dari fagosit untuk menghambat inflamasi.
NO dalam
saluran pernafasan dihasilkan oleh berbagai jenis sel termasuk epitel saraf
saluran napas, sel-sel inflamasi (makrofag, neutrofil, sel mast) dan sel
endotel pembuluh darah. Setelah pembentukannya NO terurai menjadi oksida
nitrogen lain, yaitu nitrit dan nitrat .
NO juga bereaksi dengan anion superoksida dan menghasilakan peroxynitrit yang
merupakan mmolekul sitotoksik kuat dan kerusakan epitel, meningkatkan perekruta
sel inflamasi, dan menghambat surfaktan paru. NO dalam peradangan saluran
nafas, tidak hanya sebagai penanda tetapi memiliki antiinflamasi dan efek pro
inflamasi (Rozina, 2012).
Uji
aktivitas antioksidan dengan metoda nitrogen oksida dapat dijelaskan
dengan reaksi griess, dimana suaru
senyawa nitropurriside diketahui terurai didalm air dan dalm kondisi aerobic NO
bereaksi dengan oksigen menghasilkan nitrat dan nitrit. Pada saat anlisa sampel
terjadi reaksi pembentukan senyawa diazo berdasarkan mekanisme reaksi griess
(Susanto, 2004).
HNO2 + HO3S-C6H4-N+H3
→ HO3S-C6H4-N+N
+ H2O
Asam sulfanilat
HO3S-C6H4-N+N + C10H7-NH-CH2-CH2-NH2
→
N-(naphtyl)-ethylenediamine
dihydrochloride
HO3S-C6H4-N=N-C10H6-NH-CH2-CH2-NH2
Senyawa diazo
Senyawa diazo yang terbentuk merupakan senyawa berwarna
orange kememerah-merahan yang dapat dianalisa menngunakan spektropotometer pada
panjang gelombang 540 nm.
2.5.3.
Metode peroksidasi Lipid
Radikal
bebas dapat mengakibatkan lipid kehilangan ketidak jenuhan membentuk metabolit
reaktif yang mengubah fluiditas, permeabilitas membran, dan mempengaruhi enzim
yang terikat membran. Lipid tak jenuh merupakan target yang paling rentan
karena mengandung banyak ikatan rangkap.
Hati dan
ginjal merupakan tempat kegiatan oksigen radikal dan peroksida lemak terbanyak
peroksida lemak bersifat adesif terhadap molekul lain, memiliki potensial aksi
yang sedang, lama aksi yang panjang dalam sel, tetapi juga tidak dapat
dikeluarkan melalui ginjal dan tetap tinggal di dalam tubuh.
hidroperoksida
dapat terurai dan dikatalisis oleh logam
menghasilkan senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton
yang bersifat sitotoksik. Pemecahan ikatan karbon selama peroksidasi lipid menyebabkan
pembentukan alkanal seperti malonaldehida. Proses peroksidasi lipid hingga
terbentuknya malonaldehida.
Metode yang digunakan yaitu TBARS (thiobarbituric acid reactive subtance) dengan fluorofotometri.
Prinsip analisis ini yaitu pemanasan akan menghidrolisis peroksidasi lipid,
sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan akan bereaksi dengan TBA dalam
suasana asam membentuk kompleks MDA-TBA yang bewarna merah, dan diukur pada
panjang gelombamg 532 nm (Maria Bintang, 2010)
Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai
senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid
walaupun dalam konsenterasi yang sedikit (Sampels, 2005). Antioksidan adalah
substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan
lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif. Antioksidan
dapat berperan sebagai peredam radikal bebas (free radical scavenger),
dekomposer peroksida, mereduksi singlet oksigen dan menghambat enzim (Dean,
2003; Simpson, 2006).
Tubuh manusia memiliki aktivitas
antioksidan endogenus. Enzim-enzim antioksidan seperti superoksida dismutase
(SOD), katalase (CAT) dan glutation peroksidase (GPX) berperan dalam meredam
oksidan dan mencegah sel dari kerusakan. Disamping enzim-enzim tersebut molekul
non enzim dalam sel seperti thioredoksin, thiol dan ikatan disulfida berperan
dalam sistem pertahanan antioksidan tubuh. Hasil studi epidemilogi mekanisme
antioksidan endogenus ini tidak mampu mengimbangi jumlah radikal bebas yang
dihasilkan tubuh dan pada kondisi tertentu aktivitasnya menjadi tidak efisien
sehingga radikal bebas tersebut menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul
(Yang dkk., 2007; Aqil dkk., 2006; Mosquiera dkk., 2007).
Ketidakseimbangan jumlah radikal bebas
dan sistem antioksidan endogenus menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Untuk
mencegah stress oksidatif maka dibutuhkan antioksidan non enzimatis dari luar
tubuh. Substansi yang terkandung dari sayuran dan buah seperti α-tokoferol,
β-karoten asam askorbat, flavonoid dan senyawa fenolik, zink dan selenium
termasuk dalam kelompok antioksidan eksogenus (Simpson, 2006).
Sistem perlindungan dari dalam maupun
dari luar tubuh sering tidak memadai karena terlalu banyaknya radikal bebas
yang terbentuk sebagai akibat dari polusi udara, asap rokok, sinar ultra violet
yang diproduksi sinar matahari, pestisida dan senyawa xenobiotik di dalam
makanan, bahkan olah raga yang berlebihan. Zat pemicu yang diperlukan oleh tubuh
untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Kombinasi antara
antioksidan dari luar tubuh dan antioksidan dalam tubuh dapat menekan radikal
bebas. Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan glutation, salah satu
antioksidan yang sangat kuat, hanya saja tubuh memerlukan asupan vitamin C
sebesar 1000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutation ini. Keseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stres
oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkannya.
Metoda
Antioksidan
1
Metoda DPPH
Aktivitas antioksidan merupakan suatu
aktivitas senyawa yang bersifat untuk menghambat terjadinya pembentukan radikal
bebas di dalam tubuh. Antioksidan substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebas terhadap sel normal. Antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan
melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan dapat menghambat
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Han dkk., 2004).
Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).
Daya peredaman radikal bebas dilakukan dengan menghitung nilai EC50 (efficient concentration) atau disebut
nilai IC50 (inhibition
corelation), yakni konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas
DPPH. Penetapan daya peredaman radikal bebas manggunakan larutan standar adalah
larutan DPPH dalam metanol. Larutan uji adalah campuran larutan DPPH dalam
metanol dengan sampel yang konsentrasinya telah diketahui. Diukur penurunan
intensitas serapan pada λ 516-517 nm.
Senyawa 1,1–Difenil-2-Pikril Hidrazil (DPPH) adalah radikal bebas yang
stabil, berwarna ungu dan berupa kristal berbentuk prisma. Karena bersifat
stabil apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji peredaman radikal bebas
tidak perlu dibuat segar dan senyawa ini jika disimpan dalam kondisi
penyimpanan yang baik tetap stabil selama bertahun-tahun.
Dengan terjadinya reaksi antara senyawa peredam radikal bebas dengan DPPH
akan terjadi DPP Hidrazin yang stabil, sedangkan peredam radikal bebas yang
kehilangan H akan terjadi radikal baru, tetapi radikal ini kurang reaktif
(Martha, 2001).
2.
Metode ORAC (Oxygen Radical Absorbance
Capacity)
Metode ORAC menggunakan senyawa radikal peroksil yang
dihasilkan melalui larutan cair dari 2,2’-azobis-2-metil-propanimidamida.
Antioksidan akan bereaksi dengan radikal peroksil dan menghambat degradasi
pendaran zat warna (Teow dkk., 2007). Kelebihan metode pengujian ORAC adalah kemampuannya dalam menguji antioksidan
hipofilik dan lipofilik sehingga akan menghasilkan pengukuran lebih baik
terhadap total aktivitas antioksidan (Prior et
al. 2003 dalam Teow dkk., 2007).
Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan peralatan yang mahal (Awika dkk., 2003
dalam Thaipong dkk., 2005) dan metode ORAC hanya
sensitif terhadap penghambatan radikal peroksil (Cronin, 2004).
3.
Metode FTC (Ferric Thiocyanate)
Metode FTC merupakan metoda yang
digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu senyawa dengan mengukur
kandungan peroksidanya. Asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh dengan 2
buah ikatan rangkap yang mudah mengalami oksidasi membentuk peroksida. Radikal
bebas terbentuk karena oksidasi asam linoleat dalam kondisi buffer yang dapat
diukur bilangan peroksidanya dengan pereaksi FeCl2dan NH4SCN.
Peroksida ini akan mengoksidasi ion fero menjadi feri membentuk kompleks
feritiosianat karena adanya ion
tiosianat, yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.
Semakin tinggi absorbansi peroksida menunjukkan semakin tingginya jumlah
peroksida, yang berarti oksidasi asam linoleat semakin tinggi (Lestario dkk., 2005).
ROOH + Fe2+ → ROH + HO + Fe3+
Menurut Kikuzaki dan Nakatani (1993),
nilai absorbansi peroksida berbanding terbalik terhadap aktivitas
antioksidannya yaitu semakin tinggi nilai absorbansi berarti semakin rendah
aktivitas antioksidannya. Hal ini dapat dirumuskan dengan % aktivitas
antioksidan = 100 - % oksidasi.
2 komentar:
minta sumber pustaka buat uji kualitatifnya dunx (dr jurnal aslinya).. kirim ke e-mailku (unguenta9@gmail.com)
"Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini dapat untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);
(b) senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatic-anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa);
(c) radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil); dan
(d)senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna (palladium klorida dan pentadium klorida)"
maaf saya ingin bertanya kenapa sekarang banyak menggunakan metode dpph untuk antioksidan ??padahal metode tsb mahal kalau mau penelitian.padahal kalau dilihat metode frap lebih murah dan mudah..tolong berikan alasanya ya pak hehehe,kenapa peneliti2 skrng lbh memlilih metode dpph ketimbang metode frap ?
Posting Komentar