Google ads

Rabu, 26 Agustus 2015

Pengolahan Limbah Pulp


Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia di era tahun 1990 an di samping industri manufaktur lainnya seperti tekstil, perajutan, dan elektronik. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pentingnya sumbangan industri pulp dan kertas terhadap sektor industri manufaktur di Indonesia, seperti produk pulp dan kertas harganya banyak ditentukan dalam nilai dolar dengan potensi pasar internasional yang cukup besar (Purwanto, 2008).
          Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat. Pulp dapat dibuat dari bahan kayu, non kayu, dan kertas bekas (waste paper). Pulp merupakan bubur kayu sebagai bahan dasar dalam pembuatan kertas. Bahan baku pulp biasanya mengandung tiga komponen utama, yaitu: selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Secara umum prinsip pembuatan pulp merupakan proses pemisahan selulosa terhadap impurities bahan-bahan dari senyawa yang dikandung oleh kayu di antaranya lignin.  Proses pembuatan pulp di antaranya dilakukan dengan proses: mekanis, kimia, dan semikimia. Proses pembuatan pulp dengan proses kimia ini akan menghasilkan pulp dengan kekuatan tarik lebih tinggi daripada proses mekanis dan semikimia (Paskawati dan Susyana, 2010).
           Proses pembuatan pulp dipengaruhi oleh kondisi proses antara lain:
1. Konsentrasi larutan pemasak
Dengan konsentrasi larutan pemasak yang makin besar, maka jumlah larutan pemasak yang bereaksi dengan lignin semakin banyak. Akan tetapi, pemakaian larutan pemasak yang berlebihan tidak terlalu baik karena akan menyebabkan selulosa terdegradasi. Asam asetat bisa digunakan sebagai larutan pemasak sampai dengan konsentrasi 100%.
2. Suhu
Dengan meningkatnya suhu, maka akan meningkatkan laju delignifikasi (penghilangan lignin). Namun, Jika suhu di atas 160oC menyebabkan terjadinya degradasi selulosa.
3. Waktu pemasakan
Dengan semakin lamanya waktu pemasakan akan menyebabkan reaksi hidrolisis lignin makin meningkat. Namun, waktu pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan selulosa terhidrolisis, sehingga hal ini akan menurunkan kualitas pulp. Waktu pemasakan yang dilakukan sebelum 1 jam pulp belum terbentuk. Untuk waktu pemasakan di atas 5 jam selulosa akan terdegradasi.
4. Ukuran bahan baku
Ukuran bahan baku yang berbeda menyebabkan luas kontak antar bahan baku dengan larutan pemasak berbeda. Semakin kecil ukuran bahan baku akan menyebabkan luas kontak antara bahan baku dengan larutan pemasak semakin luas, sehingga reaksi lebih baik.
5. Kecepatan pengadukan
Pengadukan berfungsi untuk memperbesar tumbukan antara zat-zat yang bereaksi sehingga reaksi dapat berlangsung dengan baik (Judi, 2000).
Limbah industri pulp dan kertas terdiri dari tiga fase yaitu limbah padat, cair dan partikel debu (fly ash). Ketiga jenis limbah tersebut harus dikelola dengan cara yang tepat. Pengelolaan limbah bertujuan untuk mengurangi kadar zat yang berlebihan, sehingga bahan yang dibuang ke lingkungan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (Susanti, 2014). Salah satu limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan pulp yaitu limbah cair (Thernando, 2013). Limbah proses pulp adalah limbah pemasakan yang merupakan serat yang masih berwarna coklat dan mengandung sisa cairan pemasak aktif. Serat ini masih mengandung mata kayu dan serat-serat yang tidak dikehendaki (reject) (Risalina dan Purwaningrum, 2014).
Menurut Agustiningsih (2014) limbah cair dari industri pulp dan kertas biasanya memiliki kandungan senyawa anorganik (seperti Na2CO3, Na2S, NaOH dan NaCl) dan organik (seperti lignin, polisakarida, alkohol dan asam karboksilat) yang tinggi.
Enzim 
Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh sel. Enzim berfungsi seperti katalisator anorganik, yaitu untuk mempercepat reaksi kimia tanpa mempengaruhi keseimbangan reaksi. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi.Energi aktivasi adalah energi yang diperlukan untuk mengaktifkan suatu reaktan sehingga dapat bereaksi untuk membentuk senyawa lain (Chafid dan Kusumawardani, 2010).
Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhennius berikut ini:
K = Ae -E/RT
Keterangan:           k : konstanta kecepatan reaksi
A : faktor tumbukan
E : energi aktivasi (cal/grmol)
T : suhu (K)
R : tetapan gas ideal (cal/grmol.K)
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat bahawa penurunan energi aktivasi akan mengakibatkan harga konstanta kecepatan reaksi meningkat.  Setelah reaksi berlangsung, enzim tidak mengalami perubahan jumlah karena enzim tidak ikut bereaksi. Sehingga jumlah enzim sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap. Begitu pula dengan strukturnya. Enzim mempunyai selektivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi.
E + S                     ES     E + P
Keterangan:           E : enzim
S : substrat (reaktan)
ES : ikatan sementara enzim dan substrat
P : produk
Saat reaksi enzimatis berlangsung, terjadi ikatan sementara antara enzim dan substratnya (reaktan). Ikatan sementara ini bersifat labil dan hanya untuk waktu yang singkat saja. Selanjutnya ikatan enzim-substrat tersebut akan pecah menjadi enzim dan produk. Enzim yang terlepas kembali setelah reaksi dapat berfungsi lagi sebagai biokatalisator untuk reaksi yang sama (Chafid dan Kusumawardani, 2010).
    Enzim digunakan dalam sebagian besar sektor industri, terutama industri makanan. Selain itu, enzim juga digunakan dalam industri deterjen, farmasi, dan tekstil. Lebih dari 2000 enzim telah diisolasi, tetapi hanya 14 enzim yang diproduksi secara komersial. Kebanyakan dari enzim ini adalah hidrolase, misalnya amilase, protease, pektinase, dan selulase. Alasan digunakannya enzim dalam industri adalah enzim mempunyai kelebihan antara lain :
1.      Kemampuan katalitik yang tinggi, mencapai 109-1012 kali laju reaksi non-aktivitas enzim
2.     Spesifikasi substrat yang tinggi
3.     Reaksi dapat dilakukan pada kondisi yang lunak, yaitu pada tekanan dan temperatur rendah (Sa’adah dkk, 2010).
Ada tiga sumber enzim, yaitu dari hewan, tumbuhan, dan sel mikroba. Dahulu hewan dan tumbuhan merupakan sumber enzim tradisional, namun dengan berkembangnya ilmu bioteknologi, masa depan terletak pada sistem mikrobial. Tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber enzim dalam skala industri adalah mikroorganisme. Beberapa alasan digunakan mikroba adalah :
1.     Sistem produksi mikrobial dapat diperoleh di bawah kontrol tertutup
2.    Level/tingkat enzim, sehingga produktivitas enzim dapat dimanipulasi secara lingkungan dan genetika
3.    Metode pengayakan untuk sistem mikrobial cukup sederhana
Kebanyakan enzim mikroba yang digunakan secara komersial adalah ekstraseluler, dimana enzim diproduksi dalam sel kemudian dikeluarkan atau berdifusi keluar sehingga memungkinkan untuk direcovery. Seleksi organisme produser adalah kunci dalam pengembangan proses sistem mikrobial. Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih mikroorganisme :
a.    Sumber organisme stabil
b.    Mudah tumbuh dan berkembang sehingga biaya produksi rendah
c.    Produktivitas enzim tinggi
d.    Tidak mengeluarkan racun
Dari semua hal tersebut, yang paling penting adalah stabilitas strain dan produktivitas enzim yang tinggi (Sa’adah dkk, 2010).
Lignin
Lignin adalah heteropolimer amorf yang terdiri dari tiga unit fenilpropan (p-coumaryl, coniferil dan sinapyl alkohol) yang terikat dengan ikatan yang berbeda. Fungsi utama lignin adalah memperkuat struktur tanaman dalam menahan terhadap serangan mikroba dan tekanan oksidasi. Di dalam jaringan tanaman, lignin sulit didegradasi karena mempunyai struktur yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa (Anindyawati, 2010).
Molekul lignin memiliki derajat polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamela pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan menambah kekuatan struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada dinding sel, lignin bersama-sama dengan hemiselulosa membentuk matriks (semen) yang mengikat serat-serat halus selulosa. Lignin di dalam kayu memiliki persentase yang berbeda tergantung dari jenis kayu (Wibisono dkk, 2011).
Menurut Sekatresna( 2008) Lignin merupakan komponen di dalam pulp yang mengandung gugus kromofor, yaitu gugus penyebab warna dan sering terikat pada hemiselulose. Senyawa ini mengurangi tingkat keputihan dan dapat mempengaruhi warna produk akhir kertas.
Tidak seperti selulosa dan hemiselulosa, lignin merupakan heteropolimer aromatic non-karbohidrat yang berasal dari kopling oksidatif dari tiga monomer dasar fenilpropana yang berbeda (monolignol) yaitu p-coumaryl alkohol, coniferyl alcohol, dan sinapyl alcohol  . Unit monomer fenilpropanoid yang sesuai dalam polimer lignin dikenal sebagai unit p-hidroksifenil (H), guaiacyl (G), dan syringyl (S) (Hamid et, al., 2013). Struktur kimia dari tiga monomer dasar fenilpropana dan Unit monomer fenilpropanoid yang sesuai
  Lignin Peroksidase
Lignin peroksidase (EC.1.11.1.14; diarilpropan: oksigen, hydrogen peroksidase oksidoreduktase; berat molekul antara 38 dan 43 kDa) merupakan glikoprotein yang membutuhkan hidrogen peroksida sebagai oksidan.  Enzim ektraseluler LiP memiliki peranan yang sangat penting dalam proses biodelignifikasi. LiP memiliki kemampuan mengkatalis beberapa reaksi oksidasi antara lain pemecahan ikatan Cα-Cβ rantai samping propil non fenolik komponen aromatik lignin, oksidasi benzil alkohol, oksidasi fenol, hidroksil benzylic methylene groups dan pemecahan cincin aromatik komponen non fenolik senyawa lignin (Supriyanto, 2009).
Lignin peroksidase (Lip) adalah enzim peroksidase ekstraseluler yang aktivitasnya bergantung pada H2O2. LiP mengoksidasi senyawa aromatik (phenolik dan non fenolik) dengan memindahkan 1 elektron, menghasilkan phenoxy radical dan kation radikal. Kemudian bereaksi secara spontan dengan nukleofil (bagian utama air) dan molekul oksigen. Hasilnya sebuah “enzymatic combustion” (pembakaran secara enzimatik) yang memecah ikatan C-C dan C-O, mendepolimerasi senyawa polimer dan membuka cincin aromatik.  Kebanyakan produk aromatik dan alifatik terbentuk dengan cara demikian. Veratril alkohol merupakan produk metabolit sekunder. VA merupakan substrat untuk LiP dan menstimulasi kerjanya, kemungkinan bukan sebagai mediator elektron akan tetapi dengan mendonasikan elektron ke LiP, sehingga akan membuat siklus katalitiknya menjadi lengkap (Ilmi dan Kuswytasari, 2013).
Enzim lignin peroksidase  mempunyai peluang besar untuk diaplikasikan dalam bidang industri, seperti industri pulp dan kertas (Astin, 2007).  Enzim lignin peroksidase juga berperan untuk degradasi polutan seperti pewarna yang dihasilkan oleh industri tekstil dan biokonversi lignin yang memanfaatkan bagase tanaman tebu untuk bioethanol (Samsuri dkk, 2004).
Menurut Supriyanto (2009), kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu substrat, suhu, pH, kofaktor dan inhibitor. Penggunaan limbah organik lignoselulosa sebagai substrat mikroba dalam produksi enzim lignin peroksidase akan meningkatkan nilai ekonomis dari limbah, sekaligus dapat mempercepat daur biomasa limbah tersebut di lingkungan. Limbah organik lignoselulosa mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa yang berperan sebagai induser enzim lignin peroksidase (Risdianto dkk, 2008).

1 komentar:

Akhbar Sanusi mengatakan...

Penyablonan , Alat dan bahan pada proses penyablonan terdiri dari alat pencetak sablon, bahan sablon dan proses penyablonan. Untuk mencetak dasar sablon menggunakan computer untuk merancang desain ,motif yang akan digambar/dibuat sesuai dengan motif yang diinginkan Jasa Penulis Artikel pabrik penerima limbah kardus

Google Ads