Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 38ยบ C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980),
kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang
tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam.1
Definisi ini
menyingkirkan kejang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis
atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile
convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan
karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya
epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.1
Kejang demam diklasifikasikan
atas:
1. Kejang
demam simplek (simple febrile seizure); yaitu kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
biasanya akan behenti sendiri. Sepertiga dari anak dengan kejang demam simplek
tidak mengalami perulangan kejang dalam waktu 24 jam. Faktor resiko kejadian berulang antara lain
pada kondisi kejang pertama terjadi saat usia muda dan adanya riwayat epilepsy.
Kejang demam simplek hanya membutuhkan penanganan sederhana dengan menurunkan
suhu tubuh.
2. Kejang
demam komplek (complex febrile seizure), yaitu kejang dengan salah satu ciri
sebagai berikut:
a. Jika
kejang berlangsung lebih lama dari 15 menit
b. Kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang
atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. 2
Patofisiologi
kejang demam 3
Pada keadaan
demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron sehingga dalam
waktu singkat terjadi difusi ion Kalium maupun Natrium melalui membran yang
mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Pelepasan muatan listrik
meluas ke membran sel tetangganya melalui neurotransmiter sehingga terjadi
kejang.
Setiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau
lebih.
Penatalaksanaan
Kejang Demam 1,2
Saat
kejang
Untuk pengobatan fase akut, pada
waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan.
Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi dapat
diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik.
Obat pilihan
untuk menangani kejang pada anak adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg
BB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg/hari. Bila
kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar,
dan apabila tidak timbul kejang lagi cabut jarum. Bila diazepam intravena tidak
tersedia dan pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5mg (BB <10kg)
atau 10 mg (BB >10 kg). Bila kejang tidak berhenti , diazepam dengan dosis
dan cara pemberian yang sama dapat diulang pemberiannya setelah 5 menit
kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau <50
mg/menit. Jika berhenti, fenitoin dilanjutkan dengan dosis 4-8
mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah
dosis awal.
Bila kejang berhenti dengan
pemberian diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah
kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30mg, anak < 1 tahun 50 mg dan
umur >1 tahun 75 mg secara intramuscular. 4
jam kemudian berikan phenobarbital dosis profilaksis. Untuk 2 hari
pertama dengan dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis, untuk hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Selama keadaan
belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik, diberikan
peroral. Dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari.
Pengobatan
profilaksis 1,2
Pengobatan
profilaksis dibagi 2 yaitu:
1. Profilaksis
intermitten saat demam
Untuk
pengobatan demam dapat diberikan paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali
diberikan 3-4 kali sehari atau Ibuprofen 5–10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali
sehari. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam terbukti menurunkan
resiko berulangnya kejang demam pada
30%- 60% kasus, begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu
> 38oC. Perlu diperhatikan efek samping ataksia dan sedasi berat
yang terjadi pada 25% - 39% kasus.
2. Profilaksis
jangka panjang
Pengobatan
profilaksis jangka panjang diberikan pada kondisi:
a.
Kejang berlangsung lama
>15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
b.
Ada kelainan neurologis
nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hidrosefalus.
c.
Ada riwayat kejang
tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
d.
Kejang demam terjadi
pada bayi <12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
Terapi profilaksis jangka panjang yang diberikan adalah fenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis, atau
asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2
bulan.
Efek samping yang
sering muncul pada pengunaan fenobarbital jangka panjang adalah gangguan perilaku berupa hiperkinesia dan kesulitan
belajar yang terjadi pada 40% - 50 % kasus. Sementara itu, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati pada sebagian kecil kasus terutama pada usia
< 2 tahun.
Penggunaaan
antiepileptik pada anak untuk mengurangi berulangnya kejang demam masih
kontroversial. Royal College of
Physicians and the British Paediatric Association melalui studi analisis
menyatakan bahwa penggunaan fenobarbital untuk profilaksis jangka panjang
sangat jarang diindikasikan. Sementara itu, beberapa kelompok juga melaporkan
profilaksis intermiten dengan fenobarbital atau diazepam pada saat demam dapat
mencegah berulangnya serangan, namun tidak merekomendasikan penggunaannya
secara rutin. Selain itu, American
Academy of Pediatrics melaporkan penggunaan parasetamol sebagai antipiretik
dan diazepam sebagai profilaksis intermiten gagal mencegah terjadinya kejang
berulang. Berikutnya suatu studi meta analisis menyimpulkan bahwa baik
profillaksis intermittent maupun jangka panjang tidak memberikan efek yang
lebih berguna dibandingkan potensi efek samping yang mungkin terjadi.
Terapi antikonvulsan hanya dipertimbangkan
untuk pasien dengan resiko mengalami kejang demam kompleks, atau kejang demam
berlanjut, yaitu pasien yang mengalami
kejang pertama pada usia kurang dari 14 bulan -18 bulan, atau pasien dengan
abnormal neurologis, atau pasien yang telah pernah mengalami kejang fokal atau
kejang berlanjut sebelumnya.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar