Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urine yang di produksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah
untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat
penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu :
1) Diuretik osmotik
2) Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam
tubuli ginjal
Obat
yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal adalah :
1. Penghambat karbonik anhidrase
2. Benzotiadiazid
3. Diuretik hemat kalium
4. Diuretik kuat
Tabel tempat dan cara kerja diuretik
Obat
|
Tempat kerja Utama
|
Cara Kerja
|
Diureti osmotik
Penghambat enzim karbonik
anhidrase
Tiazid
Diuretik hemat kalium
Diuretik kuat
|
1.
Tubuli proksimal.
2.
Ansa henle
3.
Duktus koligentes
Tubuli proksimal
Hulu tubuli distal
Hilir tubuli distal dan duktus
koligentes daerah korteks
Ansa henle bagian asenden pada
bagian dengan epitel tebal
|
Penghambat reabsorpsi natrium dan
air melalui daya osmotiknya.
Penghambatan reabsorpsi natrium
dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
Penghambatan reabsorpsi natrium
dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang
tinggi, atau adanya faktor lain.
Penghambatan terhadap reabsorpsi
bikarbonat.
Penghambatan terhadap reabsorpsi
natrium klorida.
Penghambatan reabsorpsi natrium
dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (spironolakton) atau
secara langsung (triamteren dan amilirid).
Penghambatan terhadap transport
elektrolit Natrium, Kalium, Klorida.
|
A. DIURETIK OSMOTIK
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang
mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai
diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1) Di filtrasi secara bebas oleh glomerulus
2) Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli
ginjal
3) Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4) Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan
metabolik
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat diberikan dalam jumah
cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolaritas plasma filtrat
glomerulus dan cairan tubuli. Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena
manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali
direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan secara IV, jadi
obat ini tidak praktis untuk pengobatan udem kronik. Pada penderita payah
jantung pemberian manitol berbahaya, kerana volume darah yang beredar meningkat
sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal.
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria akut akibat syok
hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi transfusi atau sebab lain yang
menimbulkan nekrosis tubuli, karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya
mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif.
Manitol digunakan
misalnya untuk :
1) Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang
dapat timbul akibat operasi jantung, luka traumatik berat, atau tindakan
operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat.
2) Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler
atau cairan serebrospinal.
EFEK NONTERAPI
Manitol di distribusikan ke cairan ekstra sel, oleh karena itu pemberian
larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan meningkatkan osmolaritas cairan
ekstraseluler, sehingga secara tidak diharapkan akan terjadi penambahan jumlah
cairan ekstraseluler.
Urea lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan dapat menimbulkan
trombosis atau nyeri bila terjadi eksravasasi. Gliserin dimetabolisme dalam
tubuh dan dapat menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Manitol. Untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25%
dengan volume antara 50-1000ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g
yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam dengan kecepatan infus
sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk
penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200mg/kgBB yang
diberikan melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis percobaan
diuresis masih kurang dari 30ml per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien harus
di evaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.
Manitol dikokntraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti
atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali
bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila
terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau
kongesti paru.
Urea. Suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah
larut dalan air. Sediaan intravena mengandung urea sampai 30% dalam dekstrose
5% (iso-osmotik) sebab larutan urea murni dapat menimbulkan hemolisis. Pada tindakan
bedah saraf, urea diberikan intravena dengan dosis 1-1,5g/kgBB. Sebagai
diuretik, urea potensinya lebih lemah dibandingkan dengan manitol, karena
hampir 50% senyawa urea ini akan direabsorbsi oleh tubuli ginjal.
Gliserin. Diberkan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi
dengan tujuan menurunkan tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam
sesudah pemberian obat dan menghilang sesudah 5 jam.
Isosorbid. Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan
gliserin. Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih
besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara
1-3g/kgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.
B.
PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE
Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam sel korteks renalis,
pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam
plasma.
Karbonik anhidrase merupakan protein dengan berat molekul kira-kira 30.000
dan mengandung satu atom Zn dalam setiap molekul. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh sianida, azida, dan sulfida. Derivat
sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini adalah asetazolamid dan diklorofenamid.
FARMAKODINAMIK. Efek farmakodinamikyang utama dari asetozolamid
adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi
perubahan sistemik dan perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut
berada.
1. Ginjal.
2. Susunan cairan plasma.
3. Mata.
4. Susunan Saraf Pusat.
5. Pernafasan.
FARMAKOKINETIK. Asetazolamid mudah diserap melalui saluran cerna,
kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal
sudah sempurna dalam 24 jam.
EFEK NONTERAPI DAN KONTRAINDIKASI. Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis
tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid
mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya ekskresi sitrat, kadar
kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan, kerena pada hewan
cobra obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
INDIKASI. Penggunaan asetazolamid yang utama ialah untuk menurunkan tekanan
intraokuler pada penyakit glaukoma.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat
untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat
asam lemah.
SEDIAAN DAN POSOLOGI. Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan
250 mg untuk pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari. Natrium
asetazolamid untuk pemberian parenteral hendaknya diberikan satu kali sehari,
kecuali bila dimaksudkan untuk menimbulkan asidosis metabolik maka obat ini
diberikan setiap 8 jam.
Dosis dewasa untuk acute mountain
sickness yaitu 2 kali sehari 250 mg, dimulai 3-4 hari sebelum mencapai
ketinggian 3000 m atau lebih, dan dilanjutkan untuk beberapa waktu sesudah dicapai ketinggian tersebut.
Dosis untuk paralisis periodik yang bersifat familier (familial periodic
paralysis) yaitu 250-750 mg sehari dibagi dalam 2 atau 3 dosis, sedangkan untuk
anak-anak 2 atau 3 kali sehari 125 mg.
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg, efek optimal dapat dicapai dengan
dosis awal 200 mg sehari, serta metazolamid
dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis 100-300 mg sehari, tidak terdapat
dipasaran.
C. BENZOTIADIAZID
Sintesis golongan ini merupakan hasil dari penelitian zat penghambat enzim
karbonik anhidrase.
Prototipe golongan benzotiadiazid ialah klorotiazid, yang merupakan obat
tandingan pertama golongan Hg-organik, yang telah mendominasi diuretik selama
lebih dari 30 tahun.
KIMIA DAN HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR DAN AKTIFITAS.
Sebagaian besar senyawa benzotiadiazid merupakan analog dari
1,2,4-benzo-tiadiazin-1, 1-dioksida. Golongan ini biasa disebut sebagai
benzotiadiazid atau tuazid saja. Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis efek
yang sejajar dan daya kloruretik maksimal yang sebanding.
FARMAKODINAMIK
Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium,
klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh
penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early
distal tubule).
Zat yang aktif sebagai penghambat karbonik anhidrase, dalam dosis yang
mencukupi, memperlihatkan efek sama seperti asetazolamid dalam ekskresi
bikarbonat. Efek penghambatan enzim karbonik anhidrase di luar ginjal praktis
tidak terlihat karena tiazid tidak ditimbun di sel lain.
Pada penderita hipertensi,
tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja efek diuretiknya, tetapi juga karena
efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus,
tazid justru mengurangi diuresis. Mekanisme antidiuretiknya belum diketahui
dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik pada diabetes insipidus nefrogen,
maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior.
FUNGSI GINJAL.
Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus, terutama bila
diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran
darah ginjal. Namun berkurangnya filtrasi ini sedikit sekali pengaruhnya terhadap
efek diuretik tiazid, dan hanya mempunyai arti klinis bila fungsi ginjal memang
sudah kurang. Seperti kebanyakan asam organik lain, tiazid disekresi secara
aktif oleh tubuli ginjal bagian proksimal. Sekresi ini dapat berkurang dengan
adanya antagonis kompetitif misalnya probenesid. Dalam keadaan tertentu,
probenesid dapat menghambat efek diuresis tiazid, hal ini menandakan bahwa
untuk menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada didalam cairan tubuli.
Tempat kerja utama tiazid adalah dibagian hulu tubuli distal (early distal
tubules). Seperti diketahui mekanisme reabsopsi Na+ di tubuli distal masih
belum jekas benar, maka demikian pula cara kerja tiazid. Laju ekskresi Na+
maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih rendah dibandingkan dengan
apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan 90% Na+ dalam
cairan filtrat telah direabsopsi lebih dahulu sebelum ia mencapai tempat kerja
tiazid.
Pada manusia tiazid menghambat ekskresi
asam urat sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Ada 2 mekanisme yang
terlibat dalam hal ini :
1. Tiazid meniggikan reabsopsi asam uart di tubuli
proksimal
2. Tiazid mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat
oleh tubuli.
Peninggian kadar asam urat ini kurang begitu berarti karena insidens
serangan gouth akut terutama berhubungan dengan kadar asam urat dalam plasma
sebelum pengobatan dengan tiazid.
Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama dengan ekskresi klorida.
Diuretik yang menyebabkan kloruresis juga akan meningkatkan ekskresi kedua ion
halogen yang lain. Dengan demikian semua obat yang bersifat kloruresis dapat
digunakan untuk menanggulangi keracunan bromida. Selain itu, penggunaan
diuretik yang berkepanjangan dapat meningkatkan ekskresi yodida dengan akibat
dapat terjadinya deplesi yodida yang ringan. Berbeda dengan natriuretik lain,
tiazid menurunkan ekskresi kalsium sanpai 40%, karena tiazid tidak dapat
menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg++ meningkat,
sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.
CAIRAN EKSTRASEL.
Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama pada pemberian jangka
pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya berlangsung dalam
jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air yang
sebanding, dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila
penderita tersebut mendapat diet rendah garam. Namun demikian secara
keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan gangguan komposisi cairan
ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan diuretik kuat, karena
intensitas diuresis yang ditimbulkan nya relatif lebih rendah.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak
setelah satu jam. Klorotiazid didistribusikan krseluruh ruang ekstrasel dan
dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal
saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal
kedalam cairan tubuli. Jadi bersihan ginjal obat ini besar sekali, biasanya
dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan. Bendroflumetiazid, politiazid, dan
klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang karena ekskresinya lebih
lambat.
Klorotiazid dalam badan tidak mrngalami perubahan metabolik, sedang
politiazid sebagian dimetabolisme dalam badan.
EFEK SAMPING
Intoksikasi dalam klinik jarang terjadi, biasanya reaksi yang timbul
disebabkan oleh reaksi alergi atau karena penyakitnya sendiri. Telah dibuktikan
pada hewan cobra bahwa besarnya dosis toksik beberapa kali dosis terapi. Reaksi
yang telah dilaporkan adalah berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis
disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia,
terutama pada penderita diabetes yang laten.
Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid
plasma dengan mekanisme yang tidak diketahui, tetapi tidak jelas apakah ini
meninggikan resiko terjadinya aterosklerosis.
Kadar natrium, kalium, klorida dan bikarbonat plasma sebaiknya diperiksa
secara berkala pada penggunaan tiazid jangka lama walaupun perubahannya tidak
menonjol. Kombinasi tetap tiazid dengan Hcl tidak digunakan lagi karena
menimbulkan iritasi lokal di usus halus. Suplemen KCl sebagai sediaan terpisah
atau penberian tiazid bersama diuretik hemat kalium dapat mencegah hipokalemia.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena
tiazid langsung mengurangi aliran darah ginjal.
INDIKASI
Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah
jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasikan dengan diuretik
hemat kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk
mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi
digitalis. Hasil yang baik juga didapat pada pengobatan tiazid untuk udem
akibat penyakit hati dan ginjal kronis.
Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik
sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau hipertensi yang disertai
gangguan fungsi ginjal harus
dilakukan dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat memperhebat gangguan
tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan hilangnya natrium,
klorida dan kalium yang terlalu banyak. Pengobatan lama udem kronik dengan obat
ini, hendaknya diberikan dalam dosis yang cukup untuk mempertahankan berat
badan tanpa udem. Penderita jangan terlalu dibatasi makan garam.
Penderita yang tidak responsif terhadap suatu jenis tiazid, kadang-kadang
dapat diobati dengan jenis tiazid lain. Hal ini umumnya disebabkan karena
potensi antar jenis tiazid bereda-beda. Ada baiknya sesekali pengobatan
diselingi dengan diutetik lain, misalnya diuretik antagonis aldosteron.
Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus terutama
yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada penderita dengan
batu kalsium pada saluran kemih.
POSOLOGI
Sediaan dan dosis
golongan tiazid dapat dilihat pada tabel
D. DIURETIK HEMAT KALIUM
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya
tidak sekuat golongan diuretik kuat.
ANTAGONIS ALDOSTERON
Aldosteron adalah mineralokortikoid
endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron adalah memperbesar
reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar ekskresi kalium.
Jadi pada hiperaldosteronisme, akan terjadi penurunan kadar kalium dan
alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3- dan sekresi H+ yang bertambah.
Tabel 25-2,
SEDIAAN DAN DOSIS TIAZID DAN SEYAWA SEJENIS
Obat
|
Sediaan
|
Dosis
(mg/hari)
|
Lama kerja
(jam)
|
Klorotiazid
Hidroklorotiazid
Hidroflumetiazid
Bendroflumetiazid
Politiazid
Bendztiazid
Siklotiazid
Metiklotiazid
Klortalidon
Kuinetazon
Indapamid
|
Tablet 250 dan 500 mg
Tablet 250 dan 50 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2,5; 5 dan 10 mg
Tablet 1,2 dan 4 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2 mg
Tablet 2,5 dan 5 mg
Tablet 25, 50 dan 100 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2,5 mg
|
500-2000
25-100
25-200
5-20
1-4
50-200
1-2
2,5-10
25-100
50-200
2,5-5
|
6-12
6-12
6-12
6-12
24-48
6-12
18-24
24
24-72
18-24
24-36
|
Kadar kalium dan alkalosis metabolic karena reabsorpsi
HCO3- dansekresi H+ yang bertambah.
Keadaan
dan tindakan yang dapat menyebabkan bertambahnya sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal adalah sekresi glukokortikoid yang meninggi misalnya
membedakan, rasa takut, trauma fisik dan peredaran, asupan kalim yang tinggi,
asupan natrium yang rendah, bendungan pada vena kava inferior, sirosis hepatis,
nefrosis dan payah jantung akan meningkatkan sekresi aldosteron tanpa
peningkatan sekresi glukokortikoid. Keadaan tersebut diatas sering disertai
adanya udem, sehingga pemberian antagonis aldosteron yaitu spironolakton
sebagai deuretik sangat bermanfaat.
Mekanisme
kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap aldosteron.
Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila terdapat
aldosteron baik endogen ataupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat
dihilangkan dengan meniggikan kadar adosteron. Jadi dengan pemberian antagonis
aldosteron, reabsorpsi Na+ di hilir tubuli distal dan duktus
koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga berkurang.
FARMAKOKINETIK.
Tujuh puluh persen spironolakton oral diserap di
saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas
pertama. Ikatan dengan protein cukup tinggi. Metabolit utamanya,kanrenon,
memperlihatkan aktivitas antagonis aldosteron dan turut berperan dalam
aktivitas biologi spironolakton. Kanrenon mengalami interkonfersi menjadi
kanrenoat yang tidak aktif.
EFEK
SAMPING.
Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah
hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan
asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila
dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal yang berat.
Efek
samping lain yang ringan dan reversible diantaranya ginekomastia, efek samping
mirip androgen dan gejala salura cerna.
INDIKASI.
Antagonis
aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem yang
refraktor. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretic lain dengan maksud
mengurangi efek kalium, disamping memperbesar diuresis.
Hasilnya
pada pengobatan payah jantung, sirosis hepatis dan sindrom nefrotik sukar
diperkirakan karena interaksi yang terlalu kompleks dari penyakit primernya,
hiperaldosteronisme sekunder dan efek deuretik lain yang diberikan bersamaan.
SEDIAAN DAN
DOSIS.
Spironolakton terdapat dlam bentuk tablet 25,50
dan 100 mg. dosis dewasa berkisar antara
25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari-hari rata-rata 100 mg dalam dosis
tunggal atau terbagi.terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara
sprironolakton 25 mg dan hidroklorotiazid 25 mg dan, serta antara spironolakton
25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
TRIAMETEREN
DAN AMILORID
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi
natrium dan klorida, sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi
bikarbonat tidak mengalami perubahan. Efek penghambatan reabsorpsi natrium dan
klorida oleh triameteren agaknya suatu efek langsung, tidak melalui
penghambatan aldosteron, karena obat ini memperlihatkan efek yang sama baik
pada keadaan normal, maupun setelah adrenalektomi. Triameren menurunkan
ekskresi K+ dengan menghambat
sekresi kalium di sel tubuli distal. Berkurangnya reaabsorpsi natrium di tempat tersebut mengakibatkan
turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan adanya perbedaan potensial listrik
transtubular ini diperlukan untuk
berlangsungnya proses sekresi K+ oleh sel tubuli distat. Secara
eksperimental, obat ini efektif dalam keadaan asidosis maupun alkalosis.
Beberapa pengalaman klinik menunjukkan bhwa
kedua obat ini terutama bermanfaat bila diberikan bersama diuretic lain,
misalnya hidroklorotiazid. Dengan kombinasi ini efek natriuresisnya lebih besar
dan ekskresi kalium oleh tiazid dikurangi.
Dibandingkan oleh trimteren, amilorid jauh lebih
mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti. Pengalaman klinik dengan
triamteren pun masih sangat kurang sehingga msih banyak hal-hal yang belum
diketahui mengenai obat ini.
Absorpsi triameteren melalui saluran cerna baik
sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak
setelah 1 jam. Amilorid dan triametern per oral diserap kira-kira 50% dan efek
diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berakhir sesudah 24 jam.
EFEK
SAMPING.
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat
ini yaitu hiperkalemia. Triameteren juga dapat menimbulkan efek samping yang
berupa mual, muntah, kejang kaki dan pusing.azotemia yang ringan sampai xedang
sering terjadi dan bersifat reversible. Pada penderita dengan sirosis hati
akibat alcohol yang mendapat triameteren pernah dilaporkan terjadi nemia
meloblastik, tetapi hubungan sebab-akibat belum pasti. Hal ini mungkin akibat
terjadinya penghambatan terhadap enzim hidrofolat reduktase, terutama pada
penderita dengan penurunan cadangan dan masukan asam folat.
Efek samping amilorid yang paling sering selain
hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala.
INDIKASI
Diuretic
hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan udem.
Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan
diuretic golongan lain. Misalnya dari golongan tiazid. Mengingat kemungkinan
dapat terjadi efek samping hiperkalemia yang membahayakan,, maka pasien-pasien
yang sedang mendpatkan pengobatan dengan diuretic hemat K+ sekali-kali
jangan diberikan suplemen K+. juga harus waspada bila memberikan
diretik ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi
sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hipovolemi dan
hiperkalemiamenjadi besar. Selain itu perlu diingat pula bahwatriameteren atau
amilorid sekali-kali jangan diberikan bersama spironolaktn mengingat bahaya
terjadinya hiperkalemia.
SEDIAAN DAN
POSOLOGI.
Triameteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg.
dosisnya 100-300 mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis
penunjang tersendiri.
Amilorid
dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Sediaan
kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklorotiazid 50 mg dan
hidroklorotiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara
1-2 tablet.
E.
DIURETIK KUAT
Diuretik
kuatv(high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretic yang efeknya sangat
kuat dibandingkan dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagi epitel
tebal ansa henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai
loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid.
Asam
etakrinat termasuk deuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral
dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil
antranilat masih tergolong derivate asam bumetamid merupakan derivate asam
3-aminobenzoat yang lebih poten daripada furosemid, tetapi dalam hal lain kedua
senyawa ini mirip satu dengan yang lain.
CARA KERJA
Secara
umu dapat dikatakan bahwa diuretic kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja
yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh faktor
farmokokinetik dan adanya mekanisme kompensasi.
Diuretic
kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit di ansa
henle asenden bagian epitel tebal: tempat kerjnya dipermukaan sel epitel bagian
luminal (yang menghadap ke lumel tubuli). Pada pemberian secara IV obat ini
cederung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi
glomerulus. Perubahan hemodiamik ginjal ini mengakibatkan menurunya reabsorpsi
cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal
dieresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative hanya berlangsung
sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrases akibat dieresis, maka aliran
darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan peningkatan reabsorpsi
cairan dan elektrolit di tubuli poksimal. Hal yang terakhir ini agaknya
merupakan suatu mekanisme konpensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang
mencapai bagian epitel tebal henle asenden, dengan demikian akan mengurangi
dieresis.
Masih
ipertentangkan apakah diuretic kuat juga bekerja di tubuli proksimal. Furosemid
dan bumetamid mempunyai daya hambat
enzim karbonik anhidrase karena
keduanya merupakan derivate sulfonamide, seperti juga tiazid dan asetazolamid,
tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk menebabkan diuresis di tubuli
proksimal. Asam etakrinat tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek
deuetik kuat terdapak segmen yang lebih distal dari ansa henle asendens epitel
tebal , belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya dieresis yang terjadii,
diduga obat ini bekerja juga di segmen tubui lain.
Ketiga
obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam
urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca++
dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian
ekskresi Na+. berbed dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan
re-absorpsi Ca++ di tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsinuria
ini, golongan deuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik
hiperkalsemi.
Deuretik
kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (titratable acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karna
eeknya di nefron distal ini merupakan saah satu faktor penyebab terjadinya
alkalosis metabolic.
Bila
mobilisasi cairan udem terlalu cepat, alkalosis metabolic oleh deuretik kuat
ini terutama terjadi aakibat penyusutan volume cairan ekstrasel.sebaliknya pad
penggunaan yang kronik , faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan
garam dan ekskresi H+ dan K+. alkalosis ini sering sekali
disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh mekanisme
yang berbeda.
FARMAKOKINETIK
Ketika
obat mudah diserap melalui saluran cerna dengan derajat yang agak berbeda-beda.
Bioavailabilitas fursemid 65% sedangkan bumetanid hamper 100%. Deuretik kuat terikat pada protein plasma secara
ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi
melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat
terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang
lebih distal lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid dan interaksi
antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat sekresi tubuli dan tidak pada
tempat kerja deuretik.
Kira-kira
2/3 dari asam etrakinat yang diberika secara IV diekskresi melalui ginja dalam
bntuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan
N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar
furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk
glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya
sebagai metabolit.
EFEK SAMPING
Efek
samping asam atakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas: (1) reaksi toksik
berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi dan (2)
efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.
Hiperuresemia relative sering terjadi, namun pada kebanyakan penderita hal ini
hanya merupakan kelainan biokimia. Dapat pula terjadi reajksi berupa gangguan
saluran cerna, depresi elemen darah, rash
kulit, parestesia dan difungsi hati. Gangguan saluran cerna lebih sering
terjadi dengan asam etakrinat daripada furosemid. Sensivitas mungkin terjadi
antara furosemid dan sulfnamid yang lain. Furosemid dan tiazid diduga dapat
menyebabkan nefritis interstisialis
alergik yang menyebabkan gagal ginjal reversibel juga terjadi penurunan
konsentrasi karbohidrat, tetapi lebih ringan daripada tiazid. Pada dosis yang
berlebihan pernah dilaporkan terjadinya hipoglikemia akut dengan mekanisme yang
tidak dikeahui. Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretic kuat
ini tiidak dianjurka pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam
etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal ini
merupakan efek samping yang serius.
Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada
bumetanid. Ketulian mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi
elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik
kelompok obat ini. Bila karena suatu hal diperlukan pemberian obat yang juga
bersifat ototoksik misalnya aminoglikosid, maka sebaliknya dipilih diuretic yang
lain, misalnya tiazid.
Deuretik
kuat dapat berinteraksi dengan warfarin klofibrat melalui penggeseran ikatannya
dengan protein. Pada penggunaan kronis diuretic kuat ini dapat menurunkan
bersihan litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan
nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan
kortikosteroid melawan kerja furosemid.
PENGGUNAAN
KLINIK
Furosemid
lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna
yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya kurang curam deuretik kuat
merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati atau
ginjl. Sebaiknya diberikan secara oral, kecuali bila diperlikan dieresis yang
segera, maka dapat diberikan secara IV atau IM. Pemberian parenteral ini
diperlukan untuk mengatasi udem paru akut. Pada keadaan ini perbaikan klinik
dicapai karena terjadi perubahan hemodenamik dan penurunan volume cairan
ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan berkurang.
Untuk mengatasi udem refrakter, diuretic kuat biasanya diberiikan bersama
deuretik lain, misalnya tiazid atau diuretic hemat K+ . Pemakaian
dua macam obat deuretik kuat secara bersama merupakan tindakan yang tidak
rasional.
Bila
ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh
lebih besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyakya
protein dalam caira tubuli yang akan mengikat furosemid sehingga menghamba
diuresis. Pada penderita dengan uremia,
sekresi furosemid melalui tbuli meurun. Diuretic juga digunakan pada penderita
gagal ginjal akut yang masih awal (baru terjadi), namun hasilnya tidak
konsisten. Deuretik kuat dikontraindikasikan pada keadaan gagal ginjal yang
disertai anuria. Deuretik kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada
penderita hiperkalsemia simtomatik dengan cara meningatkan ekskresi kalsium
melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini, maka perlu pula diberian
suplemen Na+ dan Cl- untuk menggatikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui
urin.
SEDIAAN DAN
POSOLOGI
Asam
etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg
per hari. Sediaan IV berupa Na-etakrinal, dolsisnya 50mg atau 0,5-1 mg/kgBB
Furosemid. Obat ini
tersedia dalam bentuk tabletb20, 40, 80 mg dan preparat suntikan. Umumnya
pasien membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari.
Dosis anak 2 mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid. Tablet 0,5
dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0,5-2 mg sehari. Dosis maksimal perhari
10mg. obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM
dosis awal atara 0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum 10 mg/hari
F.
XANTIN
Xantin
ternyata juga mempunyai efek dieresis. Efek stimulasinya pada funsi jantung,
menimbulkan dugaan bahwa deuresis sebagai disebabkan oleh meningkatnya aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Namun semua derivate xantin ini
rupanya juga berefek langsung pada tubuli ginjal, yaitu menyebabkan peningkatan
ekskresi Na+ dan Cl- tanpa disertai perubahan yang nyata
pada pengasaman urin. Efe deuresis ini hanya sedikit dipengaruhi oleh
keseimbangan asam basa, tetapi mengalami potensiasi bila diberikan bersama
penghambat karbonik anhidrase. Diantara kelompok xantin teofilin memperlihatkan efek
deuresis yang paling kuat. Xanting sangat jarang digunakan sebagai diuretic
utama, namun bila digunakan untuk tujuan lain terutama sebagai
nbronkokodilator, adanya efek deuresis harus tetap diingat.
G.
PENGOBATAN DENGAN DEURETIK
INDIKASI
Deuretik
digunakan untuk menurunkan volume dan cairan interstisialdengan cara yang
meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Bila deuretik diberikan secar
akut, akan terjadi kehilangan natrium lebih banyak daripada jumah natrium yang
masik dan makanan. Tetapi pada penggunaaan kronis akan dicapai keseimbangan,
sehingga natrium yang keluar sama dengan diet rendah garam.
KEADAAN YANG
MEMERLUKAN DIURESIS CEPAT.
Pada udem paru, pemberian furosemid atau asam
etakrinat IV dapat menyebabkan dieresis cepat. Perbaikan yang terjadi sebagian
mungkin disebabkan oleh adanya perubahan hemodiamik yaitu perubahan pada daya
tamping vena (venous capacintance); tetapi efek duresisnya tetap diperlukan
untuk mempertahnkan hasil tersebut.
UDEM.
Semua diuretic dapat digunakan untuk keadaan
udem. Seringkalii udem ini disertai hiperaldonsteronisme dan karena itu
penggunaan deeuretika cenderung disertai kehilangan kalium. Penyebab utama uden
adalah payah jantung ; penyebab lainnya antara lain penyakit hati dan sindrom
nefrotik. Pada semua keadaan ini harus diusahakan meningkatkan kadar kalium
dalam serumdengan pemberian suplemen kalium atau dengan penggunaan bersama
deuretik hemat kalium. Pada penderita sirosis hati yang disertai asites dan
udem, sebaiknya digunakan dahulu diuretic hemat kalium, kemudian disusul dengan
diuretic yang lebih kuat.
Pada
udem yang disertai gagal ginjal penggunaan tiazid kurang bermanfaat, sebaliknya
diuretic kuat sangat bermanfaat. Dalam hal ini perlu dosis besar untuk
mendapatkan efek pada tubuli proksimal; furosemid lebih disukai dibandingkan
dengan asam etakrinat karena asam etakrinat lebih besar atotoksisitasnya. Diuretic hemat kalium sama sekali tidak boleh diberikan pada gagal ginjal,karena
ada bahaya terjadi karena hiperkalemia yang fatal.
HIPERTENSI.
Dasar penggunaan diuretic pada hipertensi
terutama karena efeknya terhadap keseimbangan natrium dan terhadap resistensi
perifer.
Furosemid
dan asam etakrinat mempunyai natriuresus lebih kuat disbanding dengan tiazid;
tetapi keduanya tidak mempunyai efek fasedilatasi arteriol langsung seperti tiazid.
Oleh karena itu tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan
pertimbangan efektivitas maupun besarnya
biaya.
Tabel 25-3,
PENGGUNAAN KLINIK DIURETIK
Penyakit
|
Obat
|
Komentar/keterangan
|
Hipertensi
Payah
jantung kronik kongestif
Udem paru
akut
Sindrom
nefrotik
Payah
ginjal akut
Penyakit
hati kronik
Udem otak
Hiperkalsemia
Batu
ginjal
Diabetes
insipidus
Open agle
glaucoma
Acute
angle closure glaucoma
|
Tiazid
Diuretic
kuat (biasanya furosemid)
Diuretic
hemat kalium
Tiazid
Diuretic
kuat (furosemid)
Diuretic
hemat kalium
Diuretic
kuat (furosemid)
Tiazid
atau diretik kuat bersama dengan spironolakton
Manitol
dan/atau furosemid
Spironolakton
(sendiri atau bersama tiazid atau diuretic kuat)
Diuretic
osmotic
Furosemid
Tiazid
Tiazid
Asetazolamid
Diuretic
osmotic atau asetazolamid
|
Merupakan
pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderia
Digunakan
bila terdapat gangguan fungsi ginjal atau apabila diperlukan efek diuretic
yang segera
Digunakan
bersama tiazid atau diuretic kuat, bila ada bahaya hipokalemia
Digunakan
bila fungsi ginjal normal. Terutama bermanfaat pada penderita deengan
gangguan fungsi ginjal
Digunakan
bersama tiazid atau diuretic kuat bila ada bahaya hipokalemia.
Bila
dieresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang harus diganti dengan
hati-hati
Diuretic
kuat harus digunakan dengan hati-hati. Bila ada gangguan funsi ginjal, jangan
menggunakan spironolakton
Diberikan
bersama infuse NaCL hipertonis
Disertai
diet rendah garam
Penggunaan
jangka panjang
Prabedah
|
DIABETES
INSIPIDUS.
Diuretic
tiazid dapat mengurangi ekskresi air pada penderita diabetes insipidus mungkin
sekali melalui mekanisme konpensasi intrarenal
BATU GINJAL.
Tiazid menurunkan ekskresi kalium dalam urin.
Hal ini munkin sebagai akibat adanya konpensasi intrarenal yang menyebabkan
reabsorpsi kasium ditubuli proksimal bertambah atau akibat adanya pengmambatan
lamgsung sekresi kalsium.
HIPERKALSEMIA.
Furosemid dosis tinggi yang diberikan secara IV
(100 mg) dalam infuse larutan angaram faal dapat menhambat reabsorpsi latihan,
air dan kalsium di tubuli proksimal sehingga digunakan untuk pengobatan
hiperkalsemia.
EFEK SAMPING
Hipokalemia Diuretik dengan tempat kerja di
segmen dilusi distal, ansa henle bagian asenden dari tubuli proksimal dapat
menyebabkan kehilangan kalium. Rasio kehilangan kalium dan natrium lebih besar
pada penggunaan tiazi dari pad furosemid, mungkin karena furosemid tidak
mempunyai aktivitas penghambat karbonak anhidrase. Tetapi furosemid mempunyai
efek natriuresis lebih kuat, sehingga biasanya akan diikuti deplesi kalium
Penggunaan
tiazid dosis kecil pada hipertensi, misalnya dengan klorotiazid 500 mg/hari
atau klortaidon 25 mg/hari tidak akn banyak mempengaruhi kadar kalium atau asam
urat plasma. Tetapi dengan dosis lebih besar pada pengobatan udem, perlu
diadakan pemantauan kadar kalium dalam serum
Hiperurisemia. Hamper
semua diurretik menyebabkan peningkatan kadar asamurat dalam serum melalui
pengaruh langsung terhadap sekresi asam urat dan efek ini berbanding lurus
dengan dosis diuretic yang digunakan. Pada penggunaan diuretic dapat terjadi
penyakit pirai, baik pada orang normal maupun mereka yang rentan terhadap gout.
Hiperurisemia dapat diperbaiki
dengan pemberian alopurinol atau probenesid
Gangguan
toleransi glukosa dan diabetes. Tiazid dan furosemid dapat menyebabkan gangguan
toleransi glukosa terutama pada penderita diabetes laten, sehingga manifestasi
diabetes. Mekanisme pasti penyebab keadaan ini belum jelaskarena menyangkut
berbagai macam faktor, antara lain berkurangnya sekresi inslin dari pancreas ,
meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis. Bila keadaan ini
terjadi maka penggunaan diuretic harus dihentian.
Hiperkalesemia. Tiazid
dapat mengakibatkan peninggian kadar kalsium serum.
Hiperkalesemia. Diuretic
hemat kalium dapat mengakibatkan hiperkalemia yang dapat merupakan komplikasi
yang fatal. Oleh karena itu obat golonga ini tidak boleh diberikan dengan dosis
berlebihan dan juga tidak boleh diberikan pada penderita gagal ginjal
Sindrom udem
idiopatik. Penggunaan diuretic kuat pada keadaan ini kadang-kadang justru menyebabkan
retensi garam dan air. Dengan menghentikan pemberian diuretic, biasanya dalam
waktu 5-10 hari akan timbul dieresis
Volume
depletion. Pemberian dieretik kuat pada penderita gagal jantung berat dapat
mengaibatkan berkurangya volume darah yang beredar secara akut. Dan ha ini
ditandai dengan turunnya tekanan darh, rasa lelah dan lemah. Biasanya dieresis
jstru akan terjadi setela pemberian diuretic dihentiakn.
Hiponatremia.
Hiponatremia ringan yang sering kali terjadi tidak menimbulkan masalah. Hiponatremia mudah terjadi pada
penggunaan furosemid dosis besar bersama deuretik lain yang bekerja di tubuli
distal; keadaan ini akan lebih berat bila penderita juga dianjurkan pantang
garam tetapi bebas minum air.
INTERAKSI
Pada
penggunaan diuretic bersama obat-obat lain, hars selal dipikirkan adanya
interaksi yang mungkin terjadi. Beberapa contoh penting tertera alam Tabel 25-5
Tabel 25-5.
INTERAKSI KLINIS YANG PENTING PADA PENGGUNAAAN DIURETIK
Obat
|
Diuretik
|
Efek
|
Kortikosteroid
Aminoglikosid
Aminoglikosidsefalospori
Antikolvunsan
Diazoksid
Digitalis
Indometasin
Indometasin
dan penghambat prostaglandin yang lain
Litium
Antikoagulan
oral
Suplemen
kalium
Suksinilkolin
Tetrasiklin
Tubokurarin
Vitamin D
dan produk-produk kalsium
|
Tiazid
Diuretic
kuat
Diuretic
kuat
Diuretic
kuat
Furosemid
Tiazid
Furosemid
Tiazid
Diuretic
kuat
Triamteren,
amilorid
Tiazid
Diuretic
kuat
Tiazid
Tiazid
(kemungkinan diuretik yang lain)
Diuretic
hemat kalum
Diuretic
kuat
Kemungkinan
semua diuretic
Tiazid
Diuretic
kuad
Tiazid
|
Meningkatkan
hipokalemia
Menambah
ototoksisitas
Menambah
nefrotoksisitas
Menurunkan
efek natriuretik
Hiperglikemia
Meningkatkan
intoksikasi digitalis, bila terjadi hipokalemai
Payah
ginjal akut
Menurunkan
efek natriuretik dan atau efek antihipertensinya
Meningkatkan
kadar litium dalam serum
Menurunkan
efek koagulan akibat kosentrasi faktor-faktor pembekuan
Hiperkalemia
Efek blockade
saraf-otot meningkat
Meningkatkan
azotemia pada penderita gagal ginjal
Blockade
di lempeng saraf meningkat
hiperkalsemia
|
Mekanisme kerja
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi
reabsorbsi natrium , sehingga pengeluarannya dengan kemih dan demikian juga
dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus dengan tubuli tetapi di
tempat-tempat yang berlainan, yakni :
·
Tubuli proksimal. Disini lebih kurang 70% dari
ultrafitrat diserap kembali secara aktif dengan antara lain glukosa, ureum,
ion-ion Na+ dan Cl-. Filtrasii tidak berubah dan tetap
isotonic terhadap plasma. Diuretika
osmotic (mannitol, sorbitol, gliserol) bekerja di tempat ini dengan
mengurangi reabsorpsi Na+ dan air.
·
Lengkung henle (henle;s loop). Di segmen ini
lebih kurang 20% dari Cl- diangkut secara aktif di sel-sel tubuli
dengan disusul secara pasif oleh Na+, tetapi tanpa air, sehingga
filtrasi menjadi hipotonik. Diuretika
lengkungan (furosemida, bumetamida dan etakrinat) bekerja terutama disini
dengan merintangi transport Cl-
·
Tubuli distal bagian depan. Di ujung atas henle’s loop
yang terletak dalam kortex, Na+ di serap kembali secara aktif tanpa
penarikan air pula, sehingga filtrate menjadi lebih cair dan lebih hipotonik. Saluretikan (zat-zat thiazida ,
klortalidon, mefrusida dan klopamida) bekerja di tempat ini dengan merintangi
reabsorpsi Na+ dan Cl-
·
Tubuli distal bagian belakang. Di sini Na+ diserap
kembali secara aktif pula dan berlangsung penukaran dengan ion-ion K+,
H+ Dan NH4+ . Proses ini dikendalikan oleh
hormone anak ginjal aldosteron. Zat-zat
penghemat kalium (spironolakton, triameteren, amilorida) bekerja di semen
ini dengan jalan mengurangi penukaran Na+ dengan K+ ,
dengan demikian mengakibatkan retensi kalium .
Penyerapan
kembali dari air terutama terjadi di saluran
pengupul (duktus colligens) dan di sinilah bekerja hormone anti diuretic
vasopressin (ADH).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar