Sumber pangan sangat beragam baik nabati
maupun hewani. Bahan pangan nabati dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan,
sedangkan bahan pangan hewani berasal dari makhluk hidup di air maupun di
darat. Bahan pangan nabati memiliki kandungan gizi yang lebih terutama
kandungan asam amino eesensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Daging sebagai salah satu sumber protein
hewani mempunyai harga yang relatif mahal, sehingga hanya sebahagian kecil
masyarakat yang dapat mengkonsumsi-nya. Bakso sebagai bahan pangan olahan
dengan bahan baku daging merupakan salah satu produk yang dapat meningkatkan
dan meratakan konsumsi protein hewani masyarakat. Kandungan gizi bakso tidak
sama dengan kandungan gizi daging segar. Bakso yang banyak beredar di Indonesia
adalah bakso yang terbuat dari daging sapi dengan bahan pengisi tepung
berkarbohidrat tinggi
Bakso banyak ditemukan di pasar
tradisional maupun di supermarket, bahkan banyak dijual oleh pedagang keliling.
Banyak orang menyukai bakso, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bola-bola
daging ini tidak saja hadir dalam sajian mie bakso atau mie ayam, juga biasa
dijadikan bahan campuran dalam beragam masakan seperti aneka sup, nasi goreng,
tahu bakso, mie goreng dan cap cay. Bakso memiliki tekstur yang kenyal setelah
dimasak, kualitas bakso bervariasi tergantung bahan baku dan proses
pembuatannya. Bakso daging merupakan makanan yang sudah populer, dibuat dari
daging giling dengan bahan tambahan tepung tapioka dan bumbu.
Bakso
Komposisi bakso selain terdiri dari
daging juga terdapat bahan penyusun lainnya yang berfungsi menstabilkan emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk,
dan dapat menekan biaya produksi. Bahan penyusun yang umum digunakan adalah
tepung tapioka. Tepung tersebut mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%,
protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi dalam
tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi
lemak. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) bakso yang baik memiliki
persyaratan sifat fisik meliputi bau normal khas daging, cita rasa gurih, warna
sesuai bahan baku, dan tekstur kenyal, serta sifat kimia meliputi kandungan air
maksimal 70%, kadar protein minimal 9%, kadar lemak maksimal 2%, kadar mineral
maksimal 3% dan tidak mengandung pengawet yang berbahaya
Salah satu masalah terbesar bagi
pengusaha bakso maupun makanan cepat saji adalah mencegah terjadinya
pembusukan, karena itu makanan-makanan cepat saji harus habis terjual sebelum
mengalami pembusukan. Masalah tersebut menyebabkan beberapa oknum penjual
makanan cepat saji berbuat curang. Salah satu caranya adalah dengan mengawetkan
makanan cepat saji tersebut yang umumnya mengandung protein dan lemak ataupun
bahan bakunya dengan menggunakan formalin. Formalin tersebut bersifat
mengkoagulasi protein yang terdapat dalam protoplasma dan nucleus sekaligus
membunuh semua bakteri pembusuk yang ada pada bahan-bahan makanan tersebut
Formalin
Formaldehid yang lebih dikenal dengan
nama formalin ini adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang.
Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini
berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun
namun malah semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah
dibanding pengawet yang tidak dilarang. Formalin sebenarnya bukan merupakan
bahan tambahan makanan, bahkan merupakan zat yang tidak boleh ditambahkan pada
makanan. Orang yang mengonsumsi bahan pangan (makanan) seperti tahu, mie,
bakso, ayam, ikan, dan bahkan permen, yang berformalin dalam beberapa kali
belum merasakan akibatnya Tapi efek dari bahan pangan (makanan) berformalin
baru bisa terasa beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi cepat dengan
lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat
teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah.
Pemakaian pada makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu
rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan
syaraf atau kegagalan peredaran darah. Formalin memiliki kemampuan yang sangat
baik ketika mengawetkan makanan, namun walaupun daya awetnya sangat luar biasa,
formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang
yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan
Menteri Kesehatan No722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan
No.68/Menkes/PER/X/1999 UU No7/1996 Tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang
ditinggalkannya.
Formalin merupakan larutan komersil
dengan konsentrasi10-40%dari formaldehyde. Bahan ini biasanya digunakan sebagai
antiseptic germisida dan pengawet. Formalin mempunyai banyak nama kimia diantaranya
adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane,
Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formic aldehyde,
Formalith, Tetraoxymethylene, Methyl oxide, Karsan, Trioxane, Oxymethylene dan
Methylene glycol. Di pasaran formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah
dienerkan, dengan kandungan formaldehyde 10-40%.
Formalin dalam Kehidupan
Sehari-Hari
Formalin
sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di sektor industri
sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya. Formaldehid memiliki banyak
manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai
serangga lain. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan pembuatan
produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk
insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur
minyak.. Di bidang industri kayu sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis
(plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di
industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa
hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam
pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir.
Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas
amannya sangat rendah, sehinggga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat
formalin daripada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam
pengawetan specimen ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia
kedokteran formalin digunakan untuk pengawetan mayat manusia untuk dipakai
dalam pendidikan mahasiswa kedokteran. Untuk pengawetan biasanya digunakan
formalin dengan konsentrasi 10%.
Besarnya
manfaat di bidang industri ini ternyata disalahgunakan untuk penggunaan
pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri
rumahan, karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan
Balai POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya
adalah mi basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya. Formalin
adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin
terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, sebagai bahan pengawet
biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen. Bila tidak diberi bahan pengawet
makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam lebih dari
12 jam.
Bahaya
Paparan Formalin
Formalin
masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yaitu mulut dan pernapasan.
Sebetulnya, sehari-hari kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar. Polusi
yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau
tidak mau kita hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Asap rokok atau air hujan
yang jatuh ke bumi pun sebetulnya juga mengandung formalin.
Formalin
sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa: luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran
pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan dalam
tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel,
sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
kerusakan pada organ tubuh. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik
atau bisa menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing
pemberian formalin dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna
mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic
hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan
pengingkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung)
pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
Dalam
jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar
bersama cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam
darah. Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di
dalam tubuh. Jika imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah,
sangat mungkin formalin dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap
kesehatan. Usia anak khususnya bayi dan balita adalah salah satu yang rentan
untuk mengalami gangguan ini. Secara mekanik integritas mukosa (permukaan) usus
dan peristaltik (gerakan usus) merupakan pelindung masuknya zat asing masuk ke
dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan
denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA (sekretori
Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat
menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Pada usia anak, usus imatur (belum
sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi
sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit untuk
dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran
cerna yang kronis seperti pada penderita Autism, penderita alergi dan
sebagainya
Menurut
IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas
aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus
dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan
pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh
melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan
system tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam
waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui
hirupan, kontak langsung atau tertelan
Akibat
jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam jumlah yang
banyak, tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah
bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah,
jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare dan muntah. Pada konsentrasi yang
sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
Bila
terhirup formalin mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan
pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan
jaringan sistem saluran pernafasan bisa mengganggu paru-paru berupa pneumonia
(radang paru) atau edema paru ( pembengkakan paru).
Bila
terkena kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras,
mati rasa dan ada rasa terbakar. Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi
mata sehingga mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan
mengeluarkan air mata. Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin
dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada
lensa mata.
Apabila
tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan , sakit perut yang
hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar
hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak,
limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
Meskipun
dalam jumlah kecil, dalam jangka panjang formalin juga bisa mengakibatkan
banyak gangguan organ tubuh. Apabila terhirup dalam jangka lama maka akan
menimbulkan sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan,
batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal
dan sensitasi pada paru. Gangguan otak mengakibatk efek neuropsikologis
meliputi gangguan tidur, cepat marah, gangguan emosi, keseimbangan terganggu,
kehilangan konsentrasi, daya ingat berkurang dan gangguan perilaku lainnya.
Dalam jangka panjang dapat terjadi gangguan haid dan kemandulan pada perempuan.
Kanker pada hidung, ronggga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak juga bisa
terjadi.
Penanganan
Bila Terpapar Formalin
Bila
terkena hirupan atau terkena kontak langsung formalin, tindakan awal yang harus
dilakukan adalah menghindarkan penderita dari daerah paparan ke tempat yang
aman. Bila penderita sesak berat, kalau perlu gunakan masker berkatup atau
peralatan sejenis untuk melakukan pernafasan buatan. Bila terkena kulit
lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkena formalin. Cuci kulit selama
15-20 menit dengan sabun atau deterjen lunak dan air yang banyak dan dipastikan
tidak ada lagi bahan yang tersisa di kulit. Pada bagian yang terbakar, lindungi
luka dengan pakaian yag kering, steril dan longgar.
Bilas
mata dengan air mengalir yang cukup banyak sambil mata dikedip-kedipkan.
Pastikan tidak ada lagi sisa formalin di mata. Aliri mata dengan larutan dengan
larutan garam dapur 0,9 persen (seujung sendok teh garam dapur dilarutkan dalam
segelas air) secara terus-menerus sampai penderita siap dibawa ke rumah sakit
atau ke dokter. Bila tertelan segera minum susu atau norit untuk mengurangi
penyerapan zat berbahaya tersebut. Bila diperlukan segera hubungi dokter atau
dibawa ke rumah sakit.
Yang
lebih menyulitkan adalah pemantauan efek samping jangka panjang. Biasanya hal
ini terjadi akibat paparan terhadap formalin dalam jumlah kecil. Dalam jangka
pendek akibat yang ditimbulkan seringkali tanpa gejala atau gejala sangat
ringan. Jangka waktu tertentu gangguan dan gejala baru timbul.
Analisis
Kualitatif Formalin
Untuk mengetahui suatu bahan pangan
mengandung formalin atau tidak dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda fisik
makanan tersebut. Namun, tanda-tanda tersebut tidak akan terdeteksi bila
kandungan formalin terlalu rendah. Karena itu uji laboratorium perlu dilakukan
untuk memastikannya. Senyawa Fluoral P dapat digunakan untuk menguji adanya
formalin dalam bahan makanan karena senyawa tersebut bereaksi dengan formalin
menghasilkan suatu senyawa kompleks yang berwarna ungu. Metode ini sangat
sensitif karena dapat mendeteksi adanya formalin dalam konsentrasi yang sangat
rendah yaitu 30 mikrogram per liter. Formalin juga bereaksi dengan asam
kromotropik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan.
Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen
peroksida.
Secara
sederhana formalin dapat diuji dengan menggunakan kalium permanganat. Serbuk
kalium permanganat dilarutkan dengan air hingga berwarna pink (merah jambu).
Sampel bakso dihancurkan ditambahkan 30 ml akuades. Kemudian disaring,
filtratnya diambil 2 mL dan ditambahkan 1 tetes larutan KMnO4. Hilangnya
warna dari KMnO4. menunjukkan sampel
tersebut positif mengandung formalin
Pengganti
Formalin dan Boraks pada Bakso
Formalin dan boraks tidak diperlukan
dalam pembuatan bakso bila bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan,
proporsi daging dengan tapioka dan proses pembuatannya benar. Daging segar yang
tdak berlemak, merupakan bahan yang baik untuk membuat bakso. Daging yang
berkadar lemak tinggi mengakibatkan tekstur bakso menjadi kasar. Selain daging,
bakso memebutuhkan bahan lainnya. Bahan penting adalah tepung tapioka. Kualitas
bakso akan semakin baik, bila komponen daging lebih banyak dari tapioka. Bakso
yang berkualitas biasanya mengandung 90 persen daging dan 10 persen tapioka.
Supaya bakso terasa lebih lezat, perlu
ditambahkan bumbu seperti bawang putih, merica bubuk, dan garam. Ada pula yang
menambahkan telur saat membuat bakso. Telur akan membuat adonan bakso menjadi
lebih halus dan rasanya lebih enak. Namun, penggunaan telur bukan merupakan
keharusan. Selain bumbu, bahan lain yang dapat ditambahkan dalam membuat bakso
adalah pengenyal. Bahan pengenyal yang aman digunakan adalah sodium Tri Poli
phospat ( STPP ). Sodium Tri Poli phospat ( STPP ) adalah bahan tambahan yang
aman dan berfungsi sebagai pengemulsi. STPP juga dapat mempertahankan
kelembaban, integritas urat daging, meningkatkan keempukan, daya ikat partikel
daging, tekstur, gelatinisasi pati-protein, menstabilkan flavor, aroma, dan
warna. STPP juga dapat menurunkan aktivitas air ( Aw ) sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan pada bakso.
Penggunaan STPP 0,25 % dari berat adonan
bakso ternyata dapat meningkatkan kekenyalan bakso yang dihasilkan dan tekstur
bakso menjadi halus. Penggunaan STPP pada bakso juga dapat meningkatkan
keawetan bakso, pada penyimpanan hari ketiga baru mulai berlendir.
Bagaimana
Menyikapinya Adanya Formalin
Isu
adanya formalin yang terdapat dalam bahan makanan dan alat makan seharĂ-hari
ini memang harus diwaspadai. Tetapi sebaiknya tidak harus disikapi secara
berlebihan. Bukan berarti kita harus sama sekali tidak makan tahu, bakso, mi
basah atau ikan asin. Atau kita tidak harus menghindari bahan plastik atau
melamin untuk alat makan kita. Karena tidak semua bahan makanan atau alat makan
tersebut mengandung formalin. Yang penting konsumen harus jeli dengan
memperhatikan kualitas makanan dan alat makan yang dibeli atau dipakai.
Dalam
mengkonsumsi bahan makanan kita harus mencermati makanan yang menngandung
formalin. Kalau mengetahui makanan tersebut tahan sampai berhari-hari, kenyal
dan padat kemungkinan makan tersebut mengandung formalin. Sebetulnya makan yang
mengandung formalin memiliki bau yang khas sehingga bisa dideteksi oleh orang
awam sekalipun
Bagi
masyarakat awam, tak mudah mengenali ciri-ciri bakso berkualitas rendah ataupun
mengandung unsur berbahaya.
Ciri – ciri makanan apabila
mengandung formalin:
·
Makanan seperti tahu, jika mengandung formalin, teksturnya
keras.
·
Tekstur lebih kenyal
·
Makanan bisa bertahan 15 hari lebih
·
Tidak mudah membusuk
·
Bau yang sangat menusuk
·
Pada mie, kandungan formalin membuat mie menjadi tidak mudah
menjadi lengket
·
Warna makanan terlihat mengkilap dibandingkan jika makanan
tidak mengandung formalin
Meskipun
dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, sangatlah tidak
bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industri memerlukan
formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling utama adalah
dengan tidak menggunakannya pada makanan, karena masih ada pengawet makanan
yang aman. Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait harus mengawasi
secara ketat dan terus menerus dalam masalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar