Google ads

Rabu, 23 Desember 2015

Bahan Baku Pulp



Pulp merupakan hasil pemisahan serat kayu atau tanaman berserat yang terdiri dari komponen kimia, yaitu: selulosa, hemiselulosa, lignin ekstraktif, dan mineral melalui bermacam- macam proses yang di sebut pulping. Pulp memiliki kandungan serat yang berasal dari kayu atau bahan lignocellulosic lainnya yang dipisahkan melalui aksi mekanis dan atau kimia. Berdasarkan metodologi yang digunakan, secara garis besar proses pembuatan pulp (pulping) dibagi menjadi empat bagian : kimia, semi kimia, mekanis kimia dan mekanis. Proses kimia memanfaatkan efek reaksi bahan kimia untuk memisahakan serat sedangkan proses mekanis sepenuhnya menggunakan aksi fisik (mekanis). Semakin banyak bahan kimia yang digunakan dalam proses pulping maka akan semakin rendah rendemen yang dihasilkan dan semakin sedikit kandungan lignin dalam pulp, hal ini diakibatkan karena banyaknya komponen kayu yang bereaksi dengan bahan kimia terutama lignin dan hemiselulosa.
Dengan adanya perbedaaan karakteristik bahan baku dan produk akhir dari pulp yang dihasilkan maka metode pulping banyak di gunakan. Berdasarkan produk akhir yang dihasilkan, pulp dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : pulp kertas, fluff pulp dan pulp larut (dissolving pulp).
Pulp kertas adalah pulp yang mengandung Holoselulosa (selulosa + hemiselulosa), digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas, serat dalam kertas dapat didaur ulang kembali menjadi pulp (recycleable).
Fluff pulp merupakan pengembangan pemanfaatan pulp kertas, digunakan sebagai medium penyerap pada Disposable diasper, Feminine Care Product dan Hospital Pads. Pulp larut (dissolving pulp) adalah pulp yang mempunyai kandungan α-selulosa sangat tinggi (± 92 %), digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk turunan selulosa seperti : Rayon, Cellophane, Cellulose Asetat, Cellulose Nitrat dan Carboxy Methyl Cellulose (CMC), setelah menjadi produk turunan tersebut pulp larut tidak dapat didaur ulang lagi.

Proses Mekanis
Proses mekanis (mechanical pulping) adalah proses pulping yang hanya menggunakan aksi mekanis untuk memisahkan serat, tidak ada penambahan bahan kimia (selain air dan atau steam). Pada pembuatan pulp mekanis lignin tidak dihilangkan atau hanya sebagian saja yang dihilangkan sehingga mempunyai kandungan serat utuh yang lebih sedikit, seratnya bersifat kaku dan lebih pendek karena sebagian besar putus oleh aksi mekanis. Pada umumnya bahan baku untuk pulp mekanis berasal dari kayu jarum (softwood).
Sifat-sifat pulp mekanis pada umumnya merupakan sifat-sifat asli yang diperoleh dari bahan bakunya.. Serat-serat pulp mekanis terdiri dari bundelan-bundelan serat dan fragmen-fragmen serat dari beberapa serat individu.. Jika dibuat kertas akan menghasilkan lembaran yang bersifat bulky dan mempunyai opasitas yang baik. Sifat bulky dapat memberikan efek bantalan dalam lembaran sehingga mempunyai sifat mudah menyerap tinta dan sifat cetak yang baik. Harga pulp mekanis umumnya rendah, selain karena sifat-sifatnya rendah dan rendemennya tinggi (90-95%), juga karena proses pembuatannya sederhana. Oleh karena itu pulp mekanis hanya dapat digunakan untuk kertas-kertas tertentu seperti kertas industri dan kertas koran. Beberapa jenis pulp mekanis diantaranya adalah :
a.      Stone Ground Wood (SGW)
Proses pembuatan pulp ini menggunakan alat berupa Gerinda dengan bahan baku berupa kayu gelondongan (log). Kayu gelondongan dipress pada permukaan Gerinda yang berputar dengan kecepatan 1000-1200 rpm, serat yang terlepas kemudian dicuci dari permukaan gerinda menggunakan air, bubur pulp kemudian disaring untuk menghilangkan pengotor, selanjutnya bubur pulp dikentalkan untuk memperoleh pulp yang siap digunakan. Pulp yang dihasilkan mempunyai banyak serat yang terputus (fines), akibatnya kekuatan pulp menjadi rendah, tetapi dengan banyaknya fines akan meningkatkan opasitas pada kertas yang dicetak. Energi yang digunakan dalam proses ini sekitar 1300 kWh/ton dengan rendemen berkisar antara 93-98 % (Biermann, 1996).

b.      Refiner Mechanical Pulp (RMP)
Prosesnya menggunakan alat berupa Refiner dengan bahan baku berupa serpih kayu (chips). Serpih kayu dilewatkan diantara disc yang berputar pada tekanan atmosfir, disc ini bisa berputar salah satu atau kedua-duanya, pola/alur pada disc mempengaruhi kualitas pulp yang dihasilkan. Perbedaan hasil pulp dengan SGW hanya pada serat panjang yang dihasilkan lebih banyak. Energi yang dibutuhkan sekitar 1600-1800 kWh/ton, diameter disc diatas 1,5 m, putaran disc 1800 rpm dengan 60 Hz power (Biermann, 1996).


c.       Thermo Mechanical Pulp (TMP)
Prosesnya merupakan pengembangan dari RMP, sebelum diolah dalam refiner chips terlebih dahulu dipanaskan dengan steam pada suhu 110-130o C, tujuannya adalah agar chips lebih lunak sehingga energi untuk refining lebih rendah. Pulp yang dihasilkan mempunyai serat panjang yang lebih banyak dan kekuatan yang lebih baik dibanding RMP.

Proses Mekanis Kimia
Proses ini menggunakan perlakuan awal (pretreatment) dengan bahan kimia untuk melunakan chips, bahan kimia yang digunakan umumnya adalah Na2SO3, Na2CO3 atau NaOH. Proses mekanis kimia menghasilkan rendemen antara 85-95 %, masih banyak kandungan lignin, sedangkan ekstraktif dan sedikit hemiselulosa terbuang. Contoh pulp mekanis kimia adalah Chemi Thermo Mechanical Pulp (CTMP), proses pembuatannya sama dengan TMP hanya saja pada pretreatment digunakan bahan kimia berupa Na2SO3 atau NaOH dalam jumlah kecil sekitar 2 % terhadap berat kering kayu. CTMP ini efektif untuk kayu daun (hardwood). Proses ini tidak banyak digunakan karena menghasilkan cairan sisa yang sulit diolah dengan warna yang gelap dan BOD yang tinggi sehingga akan mencemari lingkungan.

Proses Semi Kimia
Dalam proses ini digunakan dua tahap, tahap pertama chips diolah  dikurangi, kemudian diolah dengan aksi mekanis. Sebagian lignin dan hemiselulosa terdegradasi dalam proses ini. Rendemen yang dihasilkan mencapai 60-80 %. Contoh pulp semi kimia adalah Neutral Sulfite Semi Chemical (NSSC), proses ini paling banyak digunakan untuk pulp semi kimia yang dipakai untuk membuat kertas medium. Cairan pemasak untuk NSSC berupa Na2SO3 dan Na2CO3 (10-15 %), pHnya antara 7-10, waktu pemasakan 0,5-2 jam pada suhu 160-185o C. Pulp yang dihasilkan masih mengandung lignin sekitar 15-20 %, hal ini membuat kertas yang dihasilkan memiliki kekakuan yang tinggi.

Proses Kimia
Proses pulping secara kimia dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan serat menggunakan bahan kimia dengan sedikit atau tanpa aksi mekanis, prinsip utamanya adalah dengan cara melarutkan lignin sebanyak-banyaknya, oleh karena itu proses ini disebut juga proses Delignifikasi. Pulp yang dihasilkan memiliki rendemen rendah karena sebagian besar lignin terlarut dan ada sebagian karbohidrat yang terdegradasi. Proses ini menggunakan alat yang dinamakan Digester baik itu sistem Batch maupun Kontinyu, bahan bakunya berupa serpih kayu (chips), sedangkan bahan kimianya tergantung proses yang digunakan. Terdapat tiga proses utama untuk proses kimia, yaitu :
1.      Proses Soda
Proses ini dikembangkan di Inggris pada tahun 1851 oleh Burgess dan Watts, dan diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1854. Bahan kimia yang digunakan sebagai cairan pemasak adalah NaOH, temperatur pemasakan antara 165-170o C. Pulp yang dihasilkan mempunyai rendemen rendah sekitar 45-55 %, warna pulp gelap sehingga bila diputihkan akan mengkonsumsi banyak bahan kimia pemutih.

2.      Proses Sulfit
Proses soda digantikan oleh proses sulfit karena pulp sulfit lebih cerah, mudah digiling dan lebih simpel. Bahan kimia yang dipakai adalah campuran H2SO3 dan ion Bisulfit (HSO3-) dengan ion positif Ca, Mg, NH3, dan Na dimana lignin diubah menjadi garam dan Lignosulfonat. Pulp hasil proses sulfit mudah diputihkan dengan rendemen pemutihan tinggi. Rendemen pemasakan rendah tapi seratnya utuh dan stabil, mudah direfiner saat pembuatan kertas. Rendemen yang dihasilkan antara 45%-60%. Kekuatan pulp sulfit lebih baik dibandingkan pulp proses soda.
Sejak 1950 proses sulfit berkembang dalam hal peralatan, metode pengendalian dan basis bahan kimia yang digunakan. Dengan digunakannya kation berbasis Mg, Na, dan NH3 telah memperbaiki proses sulfit dan dimungkinkannya peningkatan efisiensi sistem recovery sehingga dengan sendirinya dapat memperbaiki pengendalian proses. Proses yang secara penuh menggunakan asam sulfit adalah netral sulfit dan alkali sulfit, tetapi proses ini dilakukan dengan dua tingkat atau dengan menambahkan antraquinon.
Pemasakan dengan kalsium asam sulfit harus dilakukan pada pH rendah sekitar 1,5 karena pada pH tinggi kalsium sulfit relatif tidak larut. Pada pH tinggi menyebabkan senyawa-senyawa tidak larut selama pemasakan dan kondisi ini dinamakan liming up pada digester. Pemasakan yang baik diatur pada suhu 130-1400C dan total waktu pemasakan 6-8 jam untuk mencegah reaksi rekondensasi lignin. Biasanya 80% dari SO2 adalah dalam bentuk SO2 bebas (Smook, 1992). Penggunaan bahan-bahan berbasis mudah larut (Mg, Na, NH4) dapat meningkatkan jumlah cairan sulfit yang bergabung dengan SO2 dalam cairan pemasak. Reaksi yang terjadi selama pulping sulfit adalah mula-mula asam sulfur bebas bereaksi dengan lignin untuk membentuk asam lignoselulosa tak larut. Dengan adanya kation dari sulfit akan terbentuk garam-garam lignoselulosa yang mudah larut. Lalu lignin tersulfonasi terpecah-pecah membentuk fragmen-fragmen molekul yang mudah larut karena adanya reaksi hidrolisis dan hemiselulosa dihidrolisa ke dalam unit-unit gula yang larut.
Proses sulfit memiliki berbagai kekurangan dibandingkan proses sulfat, yaitu:
-          Menghasilkan gas buang SO2 yang bersifat korosif.
-          Tidak bisa dipakai untuk softwood yang banyak mengandung resin karena senyawa-senyawa resin dalam kayu tidak larut dalam asam.
-          Tidak bisa dipakai untuk hardwood yang banyak mengandung tannin.
Sedangkan kelebihan dari proses ini adalah pulp yang dihasilkan memerlukan energi refining yang rendah pada derajat giling yang sama dengan kraft dan dimungkinkannya peningkatan system recovery serta dengan sendirinya dapat memperbaiki pengendalian polusi. Pulp sulfit sangat cocok untuk pembuatan kertas tissue, glassine dan kertas cetak bermutu tinggi.

3.      Proses Kraft (Sulfat)
Proses kraft merupakan penyempurnaan dari proses soda. Pada proses kraft digunakan NaOH dan Na2S sebagai bahan pemasak dan temperatur 165-1700C. Tujuan pemasakan kraft adalah pemisahan serat dari serpih kayu secara kimia dan melarutkan lignin semaksimal mungkin yang terdapat pada dinding serat. Pemisahan serat dicapai dengan pelarutan lignin pada lamella tengah serat yang mengikat serat satu sama lain. Bahan kimia dalam cairan pemasak menembus dinding serat  dan melarutkan lignin.
Proses kraft ditemukan oleh C.F Dahl (Jerman) dimana ia menambahkan sodium sulfat (salt cake) kedalam recovery furnace sebagai pengganti bahan kimia yang hilang selama operasi proses soda. Proses kraft disebut juga proses sulfat karena pemakaian Na2SO4 sebagai make up pada proses perolehan kembali bahan kimia pemasak yang menggantikan Na2CO3 pada proses soda (Kocurek, 1989). Komponen aktif dalam cairan pemasak adalah ion OH- (hidroksil) dan ion SH- (hidrosulfida) yang berasal dari NaOH dan Na2S.
NaOH                       Na+      +          OH-
Na2S                          2Na+    +          S-2
S-2  +  H2O                SH-      +          OH-
Konsentrasi dan total penambahan ion-ion SH- dan OH adalah unsur utama dalam reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pemasakan, baik dalam pemutusan lignin reaksi yang tak diharapkan seperti degradasi selulosa.
Permasalahan yang timbul pada proses kraft adalah bau tidak sedap yang ditimbulkan dari senyawa sulfur yang terbentuk pada proses pemasakan juga sistim chemical recovery sehingga perlu penanganan gas yang lebih baik sebelum dilepas ke udara. Selain waktu pemasakannya yang singkat, pulp yang dihasilkan pada proses ini mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan proses kimia lainnya yaitu masalah pitch yang dapat ditekan, kekuatan pulp yang tinggi, proses pemulihan kembali bahan kimia bisa ditentukan dengan baik dan pemanfaatan hasil samping berupa tall oil. Rendemen yang dihasilkan proses kraft antara 40%-55%. Adanya reaksi dalam recovery furnace menyebabkan senyawa sulfat berkurang dan berubah menjadi senyawa sulfida (Na2S) dan terbawa dalam cairan pemasakan. Adanya cairan sulfit dalam cairan pemasakan ternyata dapat mempercepat penghilangan lignin pada proses pemasakan. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pemasakan adalah : kualitas serpih, sifat-sifat lindi putih, dan variabel pengendali pemasakan. Variabel pengendali yang utama adalah:
-          waktu dan suhu yang dinyatakan sebagai faktor H
-          penambahan alkali
-          rasio cairan pemasak terhadap serpih kayu
-          sulfiditas

Parameter kondisi pemasakan proses kraft adalah :   
Ø  Alkali Aktif
Alkali aktif menyatakan jumlah dari larutan NaOH dan Na2S yang ditambahkan sebagai larutan pemasak (White liquor) dan dinyatakan dalam persen beratnya terhadap berat kering bahan kimia pemasak.
Alkali Aktif  =  NaOH + Na2S

Ø  Sulfiditas
Untuk mengetahui perbandingan antara NaOH dan Na2S yang ditambahkan atau dengan kata lain perbandingan dengan Na2S terhadap Alkali Aktif.
Sulfiditas = ( Na2S / Alkali Aktif ) x 100%
Ø  Ratio
Merupakan perbandingan antara berat total cairan pemasak terhadap berat bahan baku kering. Ratio penting untuk penyebaran white liquor yang merata keseluruh digester untuk efek pencampuran terhadap chip dan untuk sirkulasi white liquor.
Ø  Temperatur pemasakan
Temperatur maksimum yang dinginkan untuk pemasakan, yaitu 165-1700 C.
Ø  Waktu tuju
Waktu tuju adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu maksimal pemasakan.
Ø  Waktu pada
Waktu pada adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mempertahankan suhu maksimal.
Untuk mengetahui tingkat kematangan pulp dapat dilakukan penetapan bilangan kappa yang menunjukkan lignin yang masih tersisa dalam pulp setelah pemasakan.
Reaksi penghilangan lignin saat pemasakan pulp dapat dikelompokan atas 3 tahap, yaitu :
Ø  Initial delignifikasi, yaitu reaksi awal lignin dengan bahan kimia terutama pada fase impregnasi (masuknya bahan kimia kedalam chip), terjadi pada temperatur < 1400 C dan menghasilkan lignin terlarut 20-25 %.
Ø  Bulk delignifikasi, yaitu reaksi utama lignin dengan bahan kimia dimana kecepatan reaksi delignikasi akan meningkat dengan kenaikan temperatur (diatas 1400 C), menghasilkan lignin terlarut 70-80 %.
Ø  Residual delignifikasi, yaitu reaksi sisa lignin dengan bahan kimia. Reaksi ini berlangsung lambat dan pada tahap ini lignin sudah terlarut 90-95 %.

 Proses Lain
1.      Organosolv Process
Prinsip dasarnya adalah auto hidrolisis komponen kayu menggunakan bahan organik. Di Kanada disebut Alcell Process menggunakan Etanol (C2H5OH) dan di Jerman disebut Organo Cell Process menggunakan Metanol (CH3OH)-Antraquinon. Mekanismenya adalah dengan memansakan chips dan bahan organik pada temperatur tinggi untuk memutus grup acetyl, asam asetat yang terbentuk akan mendelignifikasi kayu. Kelebihan proses ini adalah hasil pulp yang mempunyai kekuatan tinggi, rendemen tinggi dan pelarutnya dapat direcycle.
2.      Bio Pulping
Chips atau material lignocellulosic ditreatment menggunakan jamur pendegradasi lignin pada kondisi terkontrol. Proses ini masih dalam tarap penelitian dan ada permasalahan yang timbul yaitu Brightness reversion.
 


Pembuatan pulp menggunakan bahan baku berupa serat selulosa. Jenis tanaman, umur serta struktur kimia penyusun tanaman ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pulp yang dihasilkan. Untuk menghasilkan pulp dengan kualitas yang baik kita harus mengetahui jenis tanaman yang akan digunakan sebagai bahan baku. Selain itu kita juga harus mengetahui struktur kimia penyusun, seperti kandungan lignin, selulosa, hemiselulosa dan kandungan ekstraktifnya.

       1. Tanaman Kayu ( Wood )
Tanaman kayu di dapat dari hutan, yaitu hutan alam dan hutan tanaman industri. Kayu merupakan sumbr srat terbsar di dunia dan juga sumber bahan baku terbesar untuk pembuatan pulp. Pada dasarnya hampir semua bahn baku yang berserat dapat dijadikan pulp, namun kita juga perlu memperhatikan kualitas pulp dan nilai ekonomis dari suatu pembuatan pulp yang di hasilkan. Oleh para ahli tanaman kayu dibedakan menjadi dua:
·         Tanaman kayu berdaun lebar ( Hardwood )
·         Tanaman kayu berdaun jarum ( Softwood )
Tanaman kayu berdaun lebar adalah tanaman yang memiliki bentuk daun yang sempurna, yakni memiliki tangkai daun, tulang daun dan helai daun. Tanaman ini umumnya menggugurkan daun pada musim kemarau. Dalam sistematika tumbuhan, kayu daun tergolong dalam kelas Dycotyledon. (Contoh: albizia falcataria, acacia mangium, bruguera dan eucalyptus).
Tanaman kayu berdaun jarum mempunyai ciri-ciri seperti bentuk daun yang tidak sempurna, yakni tidak mempunyai tulang daun dan tangkai daun. Tanaman ini selalu hijau sepanjang tahun ( Evergreen ) dan tidak menggugurkan daun. Dalam sistematika tumbuhan, kayu jarum tergolong dalam ordo Coniferales. ( Contoh : pinus mercusii )
Ciri khas yang membedakan kedua jenis kayu ini adalah komposisi selnya. Pada kayu daun terdapat sel pembuluh (vessel). Sedangkan pada kayu jarum tidak terdapat Vessel. Perbedaan lain dari kedua jenis kayu tersebut adalah kayu daun tersusun oleh sel-sel serabut yang terdiri dari serabut tracheid dan serabut Libriform serta sel-sel parenkim. Sedangkan kayu jarum  hanya tersusun dari sel-sel serabut Libriform.

       2. Tanaman Bukan Kayu
Beberapa jenis tanaman bukan kayu merupakan bahan baku pulp. Serat selulosa biasanya terdapat dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan, seperti kulit, batang, bulu biji, serta berbagai jenis tanaman rumput-rumputan.

  Sifat Fisik Bahan Baku
 massa jenis
               massa jenis kayu adalah nilai dari perhitungan berat kayu dibagi volume. Massa jenis berpengaruh terhadap rendemen pulp dan yang sukar digiling, sifat lembaran bulky serta kekuatan fisik pulp rendah. Massa jenis tinggi diakibatkan oleh kadar ekstraktif yang tinggi sehingga rendemen rendah.
               Salah satu sifat fisik yang terpenting adalah massa jenis. Massa jenis mrupakan salah satu yang penting untuk bahan baku pulp, jika di tinjau daai segi ekonomi. Berat suatu kayu persatuan volume saling menguntungkan sebab kayu untuk pulp dibeli berdasarkan volume sedangkan produknya dengan dasar berat.
               Massa jenis berhubungan lansung dengan hasil pulp persatuan volume, hubungan tersebut disebabkan kayu sebagai bahan baku pulp. Massa jenis yang tinggi juga akan menghasilkan pulp yang sukar digiling, terhadap hasil kertas, massa jenis yang tinggi akan menghasilkan kertas yang bulky, kekuatan sobek yang tinggi , sedangkan kekuatan tarik, lipat dan jebol yang rendah. Factor- factor yang mempengaruhi massa jenis antara lain, seperti ketinggian posisi batang, umur pohon, struktur, air dan dimensi serat, penyimpanan, bentuk dan ukuran sampel/ contoh. Dan juga di pengaruhi oleh zat ekstraktif.



I        Kadar air
               Kadar air adalah perbandingan berat air yang terdapat dalam contoh dengan berat semula yang dinyatakan dalam persen  dan diukur dalam kondisi standar. Kadar air berpengaruh pada impregnasi bahan kimia pemasak kedalam serpih. Jika kadar air tinggi maka impregnasi secara difusi lebih optimal daripada impregnasi secara penetrasi. Selain itu kadar air juga perlu diketahui untuk mengetahui penambahan air untuk mencapai konsistensi pada digester.

 Morfologi serat
               Bila kayu dilihat dibawah mikroskop , akan terlihat serat-seratnya  yang melekat satu dengan yang lainnya. Dari penampang melintangnya serat-serat tersebutmempunyai dinding serat tersebut mempunyai dinding serat dan lubang tengahnya yang disebut lumen.
Senyawa yang melekatkan satu serat dengan serat lainnya disebut lignin, yang terdapat didalam lamella tengah. Lapisan dinding serat dibedakan karena molekul-molekul selulosa yang terdapat pada tiap lapisan mempunyai susunan arah melingkar yang berebeda.
Dinding serat dibedakan menjadi :
  •  Dinding primer
         Merupakan lapisan paling luar dari serat. lapisan ini sangat tipis setebal 3 buah fibril selulosa elementer.. fibril-fibril ini letaknya tidak beraturan, mirip benang-benag tipis dalam selulosa dan lignin.

  • Dinding sekunder
         Merupakan lapisan dibawah dinding primer yang terdiri dari lapisan S1, S2,S3.
S1 = lapisan paling luar dari dinding sekunder. Lapisan ini merupakan membrane tipis yang terdiri dari dua lapis fibril yang melingkar dengan arah yang berlawanan. Spiral ini bersudut 65 derajat dengan sumbu serat yang tidak begitu jelas, karena adanya zat-zat non-selulosik
S2 = lapisan terbesar dari dinding serat (65-85%) dan banyak mengandung selulosa.
S3 = lapisan tipis yang membatasi lumen dan tahan terhadap zat-zat kimia.

        
 Dimensi serat
         Menurut haygreen dan bowyer(1989), dimensi serat terdiri dari panjang sesrat, diameter serat, tebal, dan diameter lumen.
·   Panjang serat
         Panjang serat juga merupakan sifat utama yang menentukan kekuatan pulp. Panjang serat juga mempengaruhi pembentukan formasi pada lembaran kertas. Semakin panjang seratnya, maka kekuatan sobek, tarik, retak dan lipatannya akan semakin kuat. Hal ini di karenakan serat tersebut akan mmiliki daya ikat yang kuat, karena titik tangkap antar srat makinluas. Selain itu pada proses pencucian dan penyaringan untuk serat panjang lebih mudan dan drainage cepat. Serat panjang memberi kekuatan kertas yang lebih baik sedangkan serat pendek memberi formasi yang lebih baik. Namun sifat formasi serat yang panjang akan memberi sifat lembaran yang kasar.
        
         Klasifikasi panjang serat menurut Klemm :
Untuk hardwood
ü  Serat pendek    < 900 mikron
ü  Serat sedang    900- 1600 mikron
ü  Serat panjang    >1600 mikron

Untuk softwood
ü  Serat pendek     < 3000 mikron
ü  Serat sedang     3010- 4500 mikron
ü  Serat panjang     > 4510

·   Diameter serat
         Diameter serat merupakan panjang antara ujung penampang melintang dari serat pada suatu tanaman. Untuk melihat diameter serat di perlukan alat bantu mikroskop monokuler atau binokuler dengan perbesaran tertentu. Diameter sesrat juga dapat dilihat dengan membuat sayatan melintang pada organ batang tanaman atau melihat dari serat yang utuh kemudian dilihat diameter terbesar pada pengamatan serat(panjang serat) semakin besar diameter serat maka ikatan antar serat makin kuat, sehingga kekuatan tarik juga tinggi. Biasanya diameter akan berpengaruh juga pada prose pencucian pulp, penyaringan , refining, pembentukan lembaran, mobilitas serat, dan kekuatan serat.
          Sedangkan diameter dalam atau lumen adalah lebar rongga dalam suatu serat. deameter serat mempengaruhi kekasaran serat. sedangakan lumen mempengaruhi kelenturan dan tebal dinding serat.
·   tebal dinding serat
         tebal dinding serat merupakan selisih antara diameter serat dengan lumen dibagi dua yang bersifat padat dan tidak berongga . Tebal dinding serat mempengaruhi kualitas pulp yang dihasilkan. Serat yang baik adalah yang mempunyai dinding serat tipis, karene akan mudah memipih dalam proses dan mengakibatkan luas ikatan serat lebih luas shingga kekuatan fisik pulp akan tinggi. Serat yang berdinding tebal akan menghasilkan permukaan kertas yang kasar, dan sulit digiling. 
Dimensi serat
·   Panjang ( L )
·   Diameter ( D )
·   Tebal dinding serat ( W )
·   Lumen ( l )
    Turunan
  • Runkel = 2w / l
  • Kelenturan (Flexibility ratio) = l / D
  • Kelangsingan (Feltis power) = L / D
  • Koefisien kekakuan = W / D
  • Muhlsteps ratio (%) = (D2-l2 / D2) x 100%
 Rapat massa tumpukan serpih
               Besaran yang menyatakan perbandingan antara massa dengan volume serpih berbentuk tumpukan dibawah tekanan tertentu yang dinyatakan dalam satuan Kg/m3        
               Rapat massa tumpukan serpih dipengaruhi :
  • Massa jenis dari bahan baku ( kayu )
  • Besarnya volume kayu
Pengujian rapat massa tumpukan serpih berguna untuk :
  • Memperkirakan yield pulp dalam digester
  • Menghitung ratio bahan kimia pemasak
  • Kapasitas ruang simpan ( gudang )
     Volume serpih yang diperoleh dari kayu gelondongan

Tidak ada komentar:

Google Ads