Google ads

Kamis, 19 Januari 2012

TEMPE BONGKREK

PENDAHULUAN
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya  asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan  aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik.  Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain :
·         proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk pangan,
·         karakteristik flavor dan aroma produk yang  dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
·         memerlukan konsumsi energi yang relatif  rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
·         modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah, dan 
·         teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.
·          
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut.
Faktor utama yang mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :
·         ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan digunakan oleh mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan berkembang-biak,
·         ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang merupakan persyaratan karakteristik bagi mikroorganisme tertentu untuk tumbuh dengan baik,
·         nilai pH produk pangan,
·         suhu inkubasi,
·         kadar air, dan
·         ada/tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme lainnya.

Produk fermentasi dari biji-bijian cukup banyak dikenal. Sebagi contoh akan dikemukakan tempe, salah satu produk  fermentasi tradisional yang cukup terkenal di Indonesia.  Tempe merupakan sumber protein nabati yang sangat potensial.  Pada umumnya bahan baku dari tempe adalah kacang kedelai dan produk tersebut dikenal dengan tempe kedalai.  Bahan baku lainnya juga dapat digunakan untuk membuat tempe, terutama adalah koro benguk (tempe benguk), ampas tahun tempe gembus, kecipir (tempe kecipir), ampas kelapa (tempe bongkrek) dan lain-lainnya.

Tempe Bongkrek
Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa, yang diperoleh dari sisa pembuatan minyak kelapa, sisa pembuatan dodol, atau bungkil kelapa dari pabrik. Cara pembuatan tempe bongkrek sederhana, yaitu ampas kelapa atau bungkil kelapa direndam semalam, setelah itu dicuci, diperas airnya, dan dikukus selama kurang lebih 1 jam. Selesai dikukus ampas kelapa dicampur dengan tempe yang mengandung kapang tempe atau kapang bongkrek : Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Campuran ini kemudian dibungkus dengan daun pisang atau dihamparkan diatas nyiru yang ditutup dengan daun pisang. Setelah dibiarkan 2 hari, ampas kelapa akan ditumbuhi kapang tempe.
Selama proses fermentasi tempe ampas kelapa, diperkirakan banyak jenis bakteri yang tumbuh dan terlibat dalam proses fermentasi tempe ampas kelapa diantaranya adalah bakteri  asam laktat dan beberapa ragi. Masih sangat terbatas penelitian mengenai mikroflora dalam tempe ampas kelapa. Namun demikian bakteri yang penting untuk dibahas disini khususnya yang tumbuh pada tempe ampas kelapa dan mampu membentuk racun yang membahayakan kesehatan manusia. Meskipun wabah keracunan tempe ampas kelapa sudah dikenal sejak 1895 tetapi penelitian penyebabnya baru dimulai tahun 1930-an.
Dari kandungan nutrisi, tiap 100 gram tempe bongkrek bernilai 119 kalori, kandungan proteinnya 4,4 gram, lemak 3,5 gram, karbohidrat 18,3 gram, kalsium 27 milligram, fosfor 100 milligram, zat besi 2,6 milligram, vitamin B1 0,08 milligram.

Keracunan Tempe Bongkrek
Tempe bongkrek mematikan karena ter-kontaminasi oleh sejenis bakteri gram negatif yang tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri yang mengeluarkan racun itu adalah Pseudomonas cocovenenans (cocovenenans artinya racun dari kelapa). Bakteri tersebut bekerja antagonistis tehadap kapang tempe, karena itu bila kapangnya tidak tumbuh dengan baik, kemungkinan besar ampas kelapa mengandung racun. Pada udara yang sangat lembab akan lebih menguntungkan pertumbuhan bakteri ampas kelapa, sedang sebaliknya udara kering menguntungkan bagi pertumbuhan kapang. Yang pertama kali mempelajari penyebab keracunan tempe bongkrek adalah Mertens dan van Veen dari Institut Eijkman.
Bakteri bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa, sedangkan tempe dari kedelai atau oncom dari bungkil kacang tanah tidak beracun walaupun ditulari bakteri itu. Namun bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom, bisa beracun jika ditulari bakteri itu. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri mematikan itu karena kadar lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut dan ampas kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu karena masih mengandung banyak lemak.
Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa akan memproduksi racun toxoflavin dan asam bongkrek. Ke2 racun itulah yang mematikan pemakan tempe bongkrek. Asam bongkrek adalah racun yang tidak berwarna. Toksoflavin antibiotik yang berwarna kuning, tampak jelas jika tempe bongkrek terkontaminasi racun itu. Asam bongkrek daya toksisitasnya lebih tinggi dibanding toksoflavin. Diperkirakan bahwa asam bongkrek merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan tersebut. Toksoflavin sebagian besar akan rusak dilambung karena tidak tahan pH yang rendah (Van Dame et al., 1960).

1.      Asam Bongkrek (3-Carboxymethyl-1,7 methoxy-6,18,21-trimethyldocosa-2,4,8,12,14,18,20 heptaenedioic Acid)
Mikroba  Pseudomonas cocovenenans  aktif memecahkan atau menghidrolisa gliserida (lipida) dari minyak kelapa menjadi gliserol dan asam lemak. Fraksi gliserol setelah mengalami reaksi-reaksi biokimia menjadi senyawa yang berwarna kuning yang disebut toksoflavin sedang asam lemaknya, khususnya asam oleat dapat menjadi asam bongkrek yang tidak berwarna. Mikroba  Pseudomonas cocovenenans  aktif memecahkan atau menghidrolisa gliserida (lipida) dari minyak kelapa menjadi gliserol dan asam.
Lemak --------asam lemak  + gliserol
Gliserol --------toksoflavin (C7H7N5O2)
asam lemak------asam bongkrek (C28H38O7)               

Asam bongkrek (bongkrek acid) adalah toksin pernapasan yang lebih mematikan daripada sianida. Racun ini mengganggu mekanisme kerja enzim yang memindahkan ATP dan ADP. ADP kemitokondria dan ATP keluar mitokondria, sehingga menganggu fosforilasi oksidatif. Banyak yang berpendapat bahwa terganggunya produksi ATP disebabkan oleh asam dari ampas kelapa melakukan penghambatan terhadap kerja enzim translokase pada membrana mitokondria. Enzim  translokase berfungsi memberikan kemudahan–kemudahan bagi nukleotida sehingga dapat memasuki mitokondria dan adenin nukleotida diubah menjadi ATP. Dengan adanya gangguan atau penghambatan enzim translokase oleh asam dari ampas kelapa, maka akibatnya produksi ATP di dalam mitokondria terganggu.
Secara tepat masih belum dapat ditentukan di bagian mana asam dari ampas kelapa tersebut bereaksi dengan membran mitokondria. Karena kekurangan
ATP sebagai sumber energi, mitokondria tidak mampu lagi  memproduksi ATP, maka cara lain yang biasanya ditempuh adalah melalui jalan glikolisis, akan tetapi
dengan jalan glikolisis jumlah ATP masih kurang cukup untuk memenuhi fungsi jantung secara normal. Dengan adanya kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemecahan  glikogen yang tertimbun di hati, jantung dan di dalam daging.
Akibat pemecahan glikogen di berbagai tempat penimbunan tersebut terjadilah gejala hypoglycaemia yang hebat sehingga penderita akan meninggal. Mula–mula kadar gula akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi, tergantung tersedianya glikogen, kemudian menurun sampai 50%, oleh karena itu orang yang keracunan asam bongkrek akan merasa tercekik lalu dari mulutnya akan keluar busa (Winarno, 1986).
Asam bongkrek bekerja secara akumulatif dan akan menyebabkan kematian mendadak setelah racunnya terkumpul didalam tubuh, racun itu tidak mudah diinaktifkan atau didetoksifikasi maupun diekskresi oleh tubuh. Didalam tubuh asam bongkrek menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah akibat mobilisasi glikognen dari hati dan otot. Setelah glikogen dalam otot dan hati habis segera gula dalam darah dihabiskan juga sampai yang keracunan meninggal.

2.      Toxoflavin (1,6 Dimethylpyrimido(5,4-e)-as-triazine-5,7(1H,6H)-dione)
Sering pada proses pembuatan tempe ini terjadi kontaminasi dengan Clostridium botalinum, yaitu suatu kuman anaerob yang membentuk spora atau dan Bacterium cocovenenans yang mengubah gliserinum menjadi racun toksoflavin.
Toksoflavin adalah racun tempe ampas kelapa yang berwarna kuning. Warna kuning toksoflavin disebabkan karena adanya pembentukan pigmen. Sedang toksoflavin merupakan gugus prostetik dari pigmen tersebut. Pigmen tersebut hanya dibentuk bila mikroba Pseudomonas cocovenenans ditumbuhkan
pada media tertentu misalnya pada ampas kelapa. Rumus empiris toksoflavin yang disarankan oleh Van Veen dan Martens  (1933 ) adalah C6H6N4O2. 
Usaha-usaha untuk menghindari timbulnya racun pada pembuatan tempeh bongkrek:
1. Dengan penambahan kapang/jamur Monilla sitophila sebagai pengganti kapang bongkrek, bila terkontaminasi dengan bakteri bongkrek atau Pseudomonas cocovenenans tidak terbentuk racun, namun bukan tempe bongkrek yang dihasilkan melainkan oncom.
2. Dengan penambahan antibiotik Aureomycin dan Terramycin untuk mencegah pertumbuhan Bakteri bongkrek (namun karena mahal tidak digunakan lagi)
3. Dengan penambahan daun calincing atau (Oxalis sepium) yang sering digunakan untuk membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, juga merupakan antidotum (penawar racun) keracunan asam bongkrek.
sayang penambahan daun segar pada pembuatan tempe bongkrek ini menyebabkan timbulnya warna hijau, dan rasanya agak asam, sehingga kurang disukai
4. Dengan penambahan garam dapur (NaCl) 1,5–2 % pada ampas kelapa, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, sehingga bisa mencegah pembentukan asam bongkrek.



Cara uji mokroba
Secara visual :
Secara visual kita dapat melihat apakah tempe bongkrek ini mengandung bakteri pathogen pseudomonas cocovenans  ditandai dari warna kuning tempe bongkrek ini, dimana mikroba ini menghasilkan racun toksoflavin yang bisa menyebabkan keracunan.
Secara  uji lab:
(angka lempeng total)

a. Menimbang masing-masing sampel sebanyak1gram menggunakan timbangan analitik.
b.Memasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 ml kemudian dikocok hingga terbentuk suspensi.
c.Memipet 1 ml suspense dari tabung 1, kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2. Pengenceran dilakukanhingga tabung 10-6.
d. Mengambil masing-masing sampel pada pengenceran 10-5,10-6, dari pengenceran tersebut sebanyak 1 ml suspensidipipet ke dalam cawan petri.
e. Kemudian ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan media PCA (Plate countagar) yang telah didinginkansampai 500C sebanyak kurang lebih 15 ml.
f. Setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata.
g. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut diinkubasi selama kurang lebih 48 jam pada suhu  300C pada posisi terbalik.
h. Dilakukan perhitungan mikroba :
N =∑C[1×1 + 0,1×2 ×]
Keterangan :
N = jumlah koloni per ml
∑C = jumlah koloni dari tiap-tiap petri
n1 = jumlah petri dari pengenceran koloni yang dihitung
n2 = jumlah petri dari pengenceran kedua
d= pengenceran pertama yang dihitung
Jumlah koloni = 1/pengenceran
 

Sabtu, 14 Januari 2012

Sintesis Metanol


I.                   Pendahuluan
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.
Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:
2CH3OH + 3O2 → 2CO2 + 4H2O
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri. Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida; kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Kegunaan
Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam, dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol juag digunakan sebagai campuran utama untuk bahan bakar model radio kontrol, jalur kontrol, dan pesawat model.
Salah satu kelemahan metanol jika digunakan dalam konsentrasi tinggi adalah sifat korosif terhadap beberapa logam, termasuk aluminium. Metanol, meskipun merupakan asam lemah, menyerang lapisan oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi:
6 CH3OH + Al2O3 → 2 Al(OCH3)3 + 3 H2O

Ketika diproduksi dari kayu atau bahan oganik lainnya, metanol organik tersebut merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan hidrokarbon. Namun mobil modern pun masih tidak bisa menggunakan BA100 (100% bioalkohol) sebagai bahan bakar tanpa modifikasi. Metanol juga digunakan sebagai pelarut dan sebagai antibeku, dan fluida pencuci kaca depan mobil.
Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40% metanol yang ada diubah menjadi formaldehid, dan dari sana akan dihasilkan berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil.
Senyawa kimia lainnya yang merupakan turunan dari metanol adalah dimetil eter, yang telah menggantikan klorofluorokarbon sebagai bahan campuran pada aerosol, dan asam asetat. Dimetil eter juga dapat dicampur dengan gas alam terkompresi (LPG) untuk memanaskan masakan, dan juga bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti diesel.
Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah nitrat menjadi nitrogen.

II.                Proses Produksi Metanol
Saat ini, gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan komponen dari gas alam. Terdapat tiga proses yang dipraktekkan secara komersial, yaitu :
 Reforming
 Kompresi dan Sintesis
 Distilasi
a.       Reforming
Istilah " steam-hydrocarbon reforming" mengacu pada reaksi endotermik antara uap dan metana (atau alkana lain) yang menghasilkan karbon monoksida, karbon dioksida dan hidrogen. Reaksi dilakukan dalam tanur (furnace) pada suhu tinggi dengan katalis nikel dalam tabung. Panas pembakaran memasok panas untuk reaksi endotermis:
                       Ni/8000 C
CH4 + H2O                         CO + 3H2                         ΔrH = 206 kJ mol-1

Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR, merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi batasan dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan.
Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:
2 CH4 + O2 → 2 CO + 4 H2
Reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming. Ketika dua proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut sebagai autothermal reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction):
                       Ni/8000 C
CO + H2O                          CO2 + H2                          ΔrH = 206 kJ mol-1

Dengan demikian produk-produk dari reaksi reforming ("gas sintesis") mencakup karbon oksida dan hidrogen serta metana yang tidak bereaksi, nitrogen, dan uap. Panas yang digunakan untuk menghasilkan uap tekanan tinggi; memanaskan air umpan boiler, dan untuk memasok panas ke bagian distilasi. Beberapa panas, yang tidak dapat dipulihkan, ditolak untuk atmosfer (udara pendingin) dan sistem air pendingin. Setelah pendinginan, uap dalam gas reforming terkondensasi dan didaur ulang untuk pengolahan air.
Limbah gas buang meninggalkan tungku lebih dari 1000 °C. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mengurangi polusi termal, gas buang yang digunakan untuk menghasilkan dan tekanan tinggi uap, panas reaktan (uap dan hidrokarbon), dan panas udara pembakaran ke tungku.
b.      Kompresi dan Sintesis
"sintesis gas" dari steam reforming ini kemudian dikompresi dalam kompresor sentrifugal. Sebuah turbin yang menarik daya dari sistem uap tekanan tinggi kompresor ini. Ekstraksi uap dari turbin digunakan dalam reaksi reformasi dan drive turbin lainnya dalam proses.
Gas sintesis yang dikompresi masuk reaktor konverter yang mengandung katalis seng tembaga dan reaksi sintesis terjadi, menurut persamaan:
 2H2 + H2O                        CH3OH                ΔrH = -92 kJ mol-1
Reaksi ini sangat eksotermik dan ini kelebihan panas digunakan untuk memanaskan air umpan boiler dan untuk pra-panas gas reaktan. Karena reaksi eksotermik, suhu rendah mendukung  untuk konversi metanol. Pada sisi lain, laju reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu. Tekanan juga akan mempengaruhi posisi kesetimbangan, dengan pembentukan tekanan mendukung peningkatan metanol. Kondisi final yang digunakan melibatkan katalis tembaga oksida berbasis di sekitar 5 MPa (50 atmosfer) tekanan dan sekitar 270 oC.
Seperti karbon monoksida digunakan dalam reaksi sintesis metanol, pergeseran reaksi gas air membalikkan lebih banyak produksi karbon monoksida:
2H2 + H2O                         CH3OH                ΔrH = +41 kJ mol-1

Reaksi-reaksi ini bergabung untuk menghasilkan sekitar 40% dari konversi karbon oksida untuk metanol melewati masing-masing melalui reaktor. Setelah meninggalkan reaktor campuran gas didinginkan dan metanol dan embun air keluar. Gas yang tersisa dikembalikan ke circulator, dicampur dengan masuk dikompresi sintesis gas dan didaur ulang melalui konverter metanol.
Oleh karena itu, reaksi keseluruhan dengan metanol yang dihasilkan dari gas sintesis dapat diringkas ke dalam persamaan berikut:
                                 Cu-Zn
CO2 + CO + 5H2                           2 CH3OH  + H2O + Panas           

Fitur dari reaksi steam reforming dan reaksi sintesis metanol adalah bahwa untuk setiap tiga mol gas hidrogen diproduksi di alat steam reforming, hanya dua mol yang digunakan dalam gas daur ulang dikembalikan ke converter metanol dan campuran harus dibersihkan untuk membuang kelebihan ini. Saat ini pembersihan ini digunakan sebagai bahan bakar dalam pembaharu, tetapi potensi untuk menggunakan hidrogen sebagai bahan baku untuk reaksi lain (misalnya produksi amonia, pengurangan biji besi) harus dicatat.
Hal ini juga harus dicatat bahwa meskipun katalis konverter sangat spesifik dalam memproduksi metanol, beberapa reaksi samping terjadi yang menghasilkan alkohol tinggi (etanol, propanol, butanol) dan alkana. Ini dapat diringkas:
                                    
nCO2 + 2(n-1/2) H2                        CnH2nOH   + (n-1)H2O
nCO + CH3OH + 2nH2                             CnH2n+3OH + nH2O

Metanol mentah ini mengandung berbagai macam kotoran yang harus dihilangkan untuk menghasilkan metanol dari kualitas kelas kimia. Teknik yang digunakan untuk pemurnian yaitu distilasi.


c.       Distilasi
Sistem distilasi terdiri dari sebuah kolom ekstraksi, kolom penyulingan, dan kolom recovery. Langkah pertama adalah penghapusan kotoran volatile dan gas terlarut termasuk karbon dioksida, karbon monoksida, hidrogen, nitrogen, aseton, eter, ester dan volatil (alkana sampai dekana) yang dilakukan dalam kolom ekstraksi. Suhu dalam kolom dijaga serendah mungkin untuk mencegah kehilangan metanol yang signifikan oleh penguapan.

Google Ads