Google ads

Selasa, 07 Juni 2011

Antioksidan

Hubungan antara konsumsi makanan teroksidasi dengan penyakit kronis
Makanan dengan kadar lemak tinggi merupakan salah satu sumber LDL (lebih sering disebut kolesterol jahat) LDL mudah teroksidasi oleh radikal bebas dan sangat berbahaya karena apabila LDL teroksidasi dapat memicu berbagai mekanisme terbentuknya benjolan pada dinding pembuluh darah karena radikal bebas mengubah sifat kolesterol yang pada awalnya cair menjadi lengket. Dalam perjalanannya kolesterol yang telah teroksidasi tersebut menempel pada dinding pembuluh darah dan pada akhirnya dapat menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah. Kondisi ini biasanya dikenal dengan istilah Plak aterosklerosis yang merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner dan stroke. Kalau makanan sudah teroksidasi maka radikal bebas akan mudah terbentuk. Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segara berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas, sehingga mempercepat penuaan. Kanker pun disebabkan oleh reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor utama kanker. Radikal bebas dapat menghancurkan DNA dalam sel-sel sehingga menyebabkan kanker dan banyak masalah kesehatan lainnya.
Proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti kanker kardiovaskuler, penyumbatan pembuluh darah yang meliputi hiperlipidemik, aterosklerosis, stroke, dan tekanan darah tinggi serta terganggunya sistem imun tubuh dapat disebabkan oleh stress oksidatif.
Stress oksidatif adalah keadaan tidak seimbangnya jumlah oksidan dan prooksidan dalam tubuh. Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan seluler dan genetika. Kekurangan zat gizi dan adanya senyawa xenobiotik dari makanan atau lingkungan yang terpolusi akan memperparah keadaan tersebut.

2. Pengertian radikal bebas dan pembentukannya
Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Jika elektron yang terikat oleh senyawa radikal bebas tersebut bersifat ionik, dampak yang timbul memang tidak begitu berbahaya. Akan tetapi, bila elektron yang terikat radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen, akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan secara bersama-sama pada orbital terluarnya. Umumnya, senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar (biomakromolekul), seperti lipid, protein, maupun DNA.
Dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus-menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tuubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok, dan lain-lain. Dari pernyataan ini dapat diyakini bahwa dengan meningkatnya usia seseorang, pembentukan radikal bebas juga makin meningkat. Secara endogenus, hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring bertambahnya usia. Bertambahnya glikolisis juga akan menyebabkan peningkatan oksidasi glukosa dalam siklus asam sitrat sehingga radikal bebas akan terbentuk lebih banyak. Secara eksogenus, kemungkinan tubuh terpapar dengan polutan juga semakin tinggi, seiring dengan meningkatnya umur seseorang. Kedua faktor tersebut secara sinergis meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh

Radikal bebas terbentuk melalui dua cara yaitu:
1. Secara endogen radikal bebas dihasilkan sebagai respon normal dari reaksi biokimia dalam tubuh berupa hasil sampingan dari proses oksidasi sel yang belangsung pada saat metabolisme tubuh.
Beberapa radikal yang terdapat didalam tubuh manusia yaitu:
• Hidroksi (OH), merupakan radikal bebas yang sangat reaktif yang diproduksi oleh sel-sel dalam netrofil dan monosit tubuh.
• Nitrit Oksida (NO), dihasilkan dari sel endotelium vaskular.
• Super Oksida (O2*), juga dihasilkan dari sel endotelium vaskular.
2. Secara eksogen radikal bebas dihasilkan dari beberapa polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asap rokok, dan limbah ), makanan, paparan zat kimia dan radiasi sinar UV yang masuk ke dalam tubuh melalui jalan inhalasi (terhirup), mulut, dan penyerapan melalui kulit.

Tahap-tahap reaksi radikal bebas didalam tubuh) :
1. Tahap inisiasi, yaitu tahapan awal yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
 RH R˙ + H˙
 DPPH – H DPPH˙ + H˙
2. Tahap propagasi, yaitu tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan membuat reaksi berantai dengan molekul lain.
 R˙ + O2 ROO˙
 DPPH˙ + RH R˙ + ROOH
 DPPHOO˙ + DPPH DPPH˙ + DPPHOOH
3. Tahap terminasi, yaitu apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan senyawa antioksidan sehingga membentuk produk yang non radikal.
 R˙ + R˙ R:R
 DPPH˙ + DPPH˙ Produk non radikal

3. Cara makanan yang mengandung antioksidan dalam mencegah terjadinya reaksi berantai radikal bebas
Dalam makanan terdapat senyawa antioksidan seperti flavonoid, tokoferol, vitamin C, betakaroten, asam urat, billirubin dan albumin. Jika terdapat radikal bebas maka senyawa antioksidan yang terdapat pada makanan tersebut akan melakukan mekanisme pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal. Selain itu senyawa antioksidan yang terdapat dalam makanan tersebut dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun nitrogen radikal atau bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi reaksi radikal, antara lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies radikal yang reaktif.

4. Peranan antioksidan dan mekanisme antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Selain itu antioksidan dapat dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi.
Definisi lain menyatakan antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam.
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini.
Fungsi utama antioksidan adalah sebagai berikut :
1. Mencegah terjadinya penyakit degeneratif
2. Mencegah atau menghambat proses penuaan dini
3. Memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak
4. Memperkecil terjadinya proses kerusakan bahan makanan
5. Memperpanjang masa pemakaian suatu produk makanan
6. Meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami)
Sistem antioksidan dalam tubuh secara alami telah terdapat dalam tubuh manusia sebagai pelindung terhadap serangan radikal bebas. Mekanisme kerja antioksidan dalam menyerang radikal bebas terbagi menjadi 2 mekanisme, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder.

5. Metoda Pengujian Antioksidan
Terdapat beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini dapat untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);
(b) senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatic-anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa);
(c) radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil); dan
(d)senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna (palladium klorida dan pentadium klorida)
Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara spektrofotometri. Uji tersebut dilakukan secara in-vitro.
i. Metode conjugated diene
Metode ini mengukur absorbansi konjugasi dari diena sebagai hasil dari oksidasi asam lemak tak jenuh pada panjang gelombang UV 234 nm. Prinsip metode ini adalah selama oksidasi asam linoleat, ikatan rangkap terkonversi ke bentuk ikatan rangkap terkonjugasi, yang dikarakterisasi dengan absorpsi kuat pada panjang gelombang UV 234 nm. Aktivitasnya diekspresikan dengan istilah inhibitory concentration (IC50).
ii. Metode penangkapan radikal hidroksil
Kapasitas penangkapan radikal hidroksil dari suatu ekstrak berhubungan langsung dengan aktivitas antioksidannya. Metode ini memerlukan generation in-vitro dari radikal hidroksil menggunakan Fe3+/ascorbate/EDTA/H2O2 menggunakan reaksi Fenton. Penangkapan radikal hidroksil sebagai tanda adanya aktivitas antioksidan. Radikal hidroksil akan bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk membentuk formaldehid. Formaldehid akan menghasilkan warna kuning dengan reagen Nash (2M ammonium asetat dengan 0,05M asam asetat dan 0,02M asetil aseton dalam air destilasi). Intensitas warna kuning diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 412 nm. Aktivitas antioksidan diekspresikan dengan %penangkapan radikal hidroksil.
2.Uji ABTS
Asam 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat (ABTS) merupakan substrat dari peroksidase, di mana ketika dioksidasi dengan kehadiran H2O2 akan membentuk senyawa radikal kation metastabil dengan karakteristik menunjukan absorbansi kuat pada panjang gelombang 414 nm. ABTS merupakan senyawa larut air dan stabil secara kimia.
Akumulasi dari ABTS dapat dihambat oleh antioksidan pada medium reaksi dengan aktivitas yang bergantung waktu reaksi dan jumlah antioksidan. Kemampuan relatif antioksidan untuk mereduksi ABTS dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 734 nm. Absorbansi maksimal juga dapat terjadi pada panjang gelombang yang lain. Panjang gelombang yang mendekati daerah infra merah (734 nm) dipilih untuk meminimalkan interfensi dari absorbansi komponen lainnnya.
Hasil pengukuran dengan spektrofotometer selanjutnya dibandingkan dengan standar baku antioksidan sintetik, yaitu trolox yang merupakan analog vitamin E larut air. Hasil perbandingan ini diekspresikan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Activity). TEAC adalah konsentrasi (dalam milimolar) larutan trolox yang memiliki efek antioksidan ekuivalen dengan 1,0 mM larutan zat uji. TEAC mencerminkan kemampuan relatif dari antioksidan untuk menangkap radikal ABTS dibandingkan dengan trolox.
iii. Metode Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP)
Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) bekerja berdasarkan reduksi dari analog ferroin, kompleks Fe3+ dari tripiridiltriazin Fe(TPTZ)3+ menjadi kompleks Fe2+, Fe(TPTZ)2+ yang berwarna biru intensif oleh antioksidan pada suasana asam. Aktivitas antioksidan diestimasi dengan mengukur peningkatan absorbansi dari pembentukan ion-ion fero dari reagen FRAP yang mengandung 2,4,6- tri(2-piridil)-s-triazin (TPTZ) dan FeCl3.6H2O. Absorbansi diukur secara spektrofotometri pada 595nm.
v. Metode DPPH.
DPPH atau 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (α,α-difenil-βpikrilhidrazil) merupakan suatu radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas pada seluruh molekul. Delokalisasi elektron bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya warna ungu pada larutan DPPH sehingga bisa diukur absorbansinya pada panjang gelombang sekitar 520 nm.
Ketika larutan DPPH dicampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan hilang seiring dengan tereduksinya DPPH.
Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode ini berdasarkan dari hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan. Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang sekitar 520 nm. Hasil dari uji ini diinterpretasikan sebagai EC50, yaitu jumlah antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan konsentrasi awal DPPH sebesar 50%. Pada metode ini tidak diperlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih sederhana dan waktu analisis yang lebih cepat.


Metode Nitrogen Oksida
            Nitrit oksida merupakan senyawa yang  bersifat toksik dan berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi ole inducible NO synthase (iNOS) dengan cara mengubah asam amino L-ariginin menjadi NO dan citrulin.
            NO dapat dengan mudah berdifusi bebas melintasi membran sel menuju ke sel yang berasa didekatnya, kemudian bereaksi dengan sulfur besi dari beberapa makromolekul dan menghambat terjadinya ribonukleotida reduktase. Pada sintesis DNA ribonuklease diubah menjadi DNA, maka sintesa terhambat dan poliferasi sel terhenti dan merupakan mekanisme dari fagosit untuk menghambat inflamasi.
            NO dalam saluran pernafasan dihasilkan oleh berbagai jenis sel termasuk epitel saraf saluran napas, sel-sel inflamasi (makrofag, neutrofil, sel mast) dan sel endotel pembuluh darah. Setelah pembentukannya NO terurai menjadi oksida nitrogen lain, yaitu nitrit  dan nitrat . NO juga bereaksi dengan anion superoksida dan menghasilakan peroxynitrit yang merupakan mmolekul sitotoksik kuat dan kerusakan epitel, meningkatkan perekruta sel inflamasi, dan menghambat surfaktan paru. NO dalam peradangan saluran nafas, tidak hanya sebagai penanda tetapi memiliki antiinflamasi dan efek pro inflamasi (Rozina, 2012).
            Uji aktivitas antioksidan dengan metoda nitrogen oksida dapat dijelaskan dengan  reaksi griess, dimana suaru senyawa nitropurriside diketahui terurai didalm air dan dalm kondisi aerobic NO bereaksi dengan oksigen menghasilkan nitrat dan nitrit. Pada saat anlisa sampel terjadi reaksi pembentukan senyawa diazo berdasarkan mekanisme reaksi griess (Susanto, 2004).

HNO2 + HO3S-C6H4-N+H3  HO3S-C6H4-N+N + H2O
                   Asam sulfanilat

HO3S-C6H4-N+N + C10H7-NH-CH2-CH2-NH2
                   N-(naphtyl)-ethylenediamine dihydrochloride

                                                           HO3S-C6H4-N=N-C10H6-NH-CH2-CH2-NH2
                                                                                                                Senyawa diazo
Senyawa diazo yang terbentuk merupakan senyawa berwarna orange kememerah-merahan yang dapat dianalisa menngunakan spektropotometer pada panjang gelombang 540 nm.
2.5.3.      Metode peroksidasi Lipid
            Radikal bebas dapat mengakibatkan lipid kehilangan ketidak jenuhan membentuk metabolit reaktif yang mengubah fluiditas, permeabilitas membran, dan mempengaruhi enzim yang terikat membran. Lipid tak jenuh merupakan target yang paling rentan karena mengandung banyak ikatan rangkap.
            Hati dan ginjal merupakan tempat kegiatan oksigen radikal dan peroksida lemak terbanyak peroksida lemak bersifat adesif terhadap molekul lain, memiliki potensial aksi yang sedang, lama aksi yang panjang dalam sel, tetapi juga tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal dan tetap tinggal di dalam tubuh.
             hidroperoksida dapat terurai dan dikatalisis oleh logam  menghasilkan senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bersifat sitotoksik. Pemecahan ikatan karbon selama peroksidasi lipid menyebabkan pembentukan alkanal seperti malonaldehida. Proses peroksidasi lipid hingga terbentuknya malonaldehida.
            Metode yang digunakan yaitu TBARS (thiobarbituric acid reactive subtance) dengan fluorofotometri. Prinsip analisis ini yaitu pemanasan akan menghidrolisis peroksidasi lipid, sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan akan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam membentuk kompleks MDA-TBA yang bewarna merah, dan diukur pada panjang gelombamg 532 nm (Maria Bintang, 2010)

Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid walaupun dalam konsenterasi yang sedikit (Sampels, 2005). Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif. Antioksidan dapat berperan sebagai peredam radikal bebas (free radical scavenger), dekomposer peroksida, mereduksi singlet oksigen dan menghambat enzim (Dean, 2003; Simpson, 2006).
Tubuh manusia memiliki aktivitas antioksidan endogenus. Enzim-enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan glutation peroksidase (GPX) berperan dalam meredam oksidan dan mencegah sel dari kerusakan. Disamping enzim-enzim tersebut molekul non enzim dalam sel seperti thioredoksin, thiol dan ikatan disulfida berperan dalam sistem pertahanan antioksidan tubuh. Hasil studi epidemilogi mekanisme antioksidan endogenus ini tidak mampu mengimbangi jumlah radikal bebas yang dihasilkan tubuh dan pada kondisi tertentu aktivitasnya menjadi tidak efisien sehingga radikal bebas tersebut menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul (Yang dkk., 2007; Aqil dkk., 2006; Mosquiera dkk., 2007).
Ketidakseimbangan jumlah radikal bebas dan sistem antioksidan endogenus menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Untuk mencegah stress oksidatif maka dibutuhkan antioksidan non enzimatis dari luar tubuh. Substansi yang terkandung dari sayuran dan buah seperti α-tokoferol, β-karoten asam askorbat, flavonoid dan senyawa fenolik, zink dan selenium termasuk dalam kelompok antioksidan eksogenus (Simpson, 2006).
Sistem perlindungan dari dalam maupun dari luar tubuh sering tidak memadai karena terlalu banyaknya radikal bebas yang terbentuk sebagai akibat dari polusi udara, asap rokok, sinar ultra violet yang diproduksi sinar matahari, pestisida dan senyawa xenobiotik di dalam makanan, bahkan olah raga yang berlebihan. Zat pemicu yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Kombinasi antara antioksidan dari luar tubuh dan antioksidan dalam tubuh dapat menekan radikal bebas. Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan glutation, salah satu antioksidan yang sangat kuat, hanya saja tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutation ini. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkannya.

Metoda Antioksidan
1 Metoda DPPH
Aktivitas antioksidan merupakan suatu aktivitas senyawa yang bersifat untuk menghambat terjadinya pembentukan radikal bebas di dalam tubuh. Antioksidan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal. Antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan dapat menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Han dkk., 2004).
Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Daya peredaman radikal bebas dilakukan dengan menghitung nilai EC50 (efficient concentration) atau disebut nilai IC50 (inhibition corelation), yakni konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Penetapan daya peredaman radikal bebas manggunakan larutan standar adalah larutan DPPH dalam metanol. Larutan uji adalah campuran larutan DPPH dalam metanol dengan sampel yang konsentrasinya telah diketahui. Diukur penurunan intensitas serapan pada λ 516-517 nm.
Senyawa 1,1–Difenil-2-Pikril Hidrazil (DPPH) adalah radikal bebas yang stabil, berwarna ungu dan berupa kristal berbentuk prisma. Karena bersifat stabil apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji peredaman radikal bebas tidak perlu dibuat segar dan senyawa ini jika disimpan dalam kondisi penyimpanan yang baik tetap stabil selama bertahun-tahun.
Dengan terjadinya reaksi antara senyawa peredam radikal bebas dengan DPPH akan terjadi DPP Hidrazin yang stabil, sedangkan peredam radikal bebas yang kehilangan H akan terjadi radikal baru, tetapi radikal ini kurang reaktif (Martha, 2001).
2. Metode ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity)
Metode ORAC  menggunakan senyawa radikal peroksil yang dihasilkan melalui larutan cair dari 2,2’-azobis-2-metil-propanimidamida. Antioksidan akan bereaksi dengan radikal peroksil dan menghambat degradasi pendaran zat warna (Teow dkk., 2007).  Kelebihan metode pengujian ORAC  adalah kemampuannya dalam menguji antioksidan hipofilik dan lipofilik sehingga akan menghasilkan pengukuran lebih baik terhadap total aktivitas antioksidan (Prior et al. 2003 dalam Teow dkk., 2007). Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan peralatan yang mahal (Awika  dkk.,  2003  dalam Thaipong  dkk., 2005) dan metode ORAC hanya sensitif terhadap penghambatan radikal peroksil (Cronin, 2004).
3. Metode FTC (Ferric Thiocyanate)
Metode FTC merupakan metoda yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu senyawa dengan mengukur kandungan peroksidanya. Asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh dengan 2 buah ikatan rangkap yang mudah mengalami oksidasi membentuk peroksida. Radikal bebas terbentuk karena oksidasi asam linoleat dalam kondisi buffer yang dapat diukur bilangan peroksidanya dengan pereaksi FeCl2dan NH4SCN. Peroksida ini akan mengoksidasi ion fero menjadi feri membentuk kompleks feritiosianat karena  adanya ion tiosianat, yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Semakin tinggi absorbansi peroksida menunjukkan semakin tingginya jumlah peroksida, yang berarti oksidasi asam linoleat semakin tinggi (Lestario dkk., 2005).
ROOH + Fe2+ ROH + HO + Fe3+
Menurut Kikuzaki dan Nakatani (1993), nilai absorbansi peroksida berbanding terbalik terhadap aktivitas antioksidannya yaitu semakin tinggi nilai absorbansi berarti semakin rendah aktivitas antioksidannya. Hal ini dapat dirumuskan dengan % aktivitas antioksidan = 100 - % oksidasi.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

minta sumber pustaka buat uji kualitatifnya dunx (dr jurnal aslinya).. kirim ke e-mailku (unguenta9@gmail.com)
"Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini dapat untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
(a) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);
(b) senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatic-anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa);
(c) radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil); dan
(d)senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna (palladium klorida dan pentadium klorida)"

Ismyramadhani mengatakan...

maaf saya ingin bertanya kenapa sekarang banyak menggunakan metode dpph untuk antioksidan ??padahal metode tsb mahal kalau mau penelitian.padahal kalau dilihat metode frap lebih murah dan mudah..tolong berikan alasanya ya pak hehehe,kenapa peneliti2 skrng lbh memlilih metode dpph ketimbang metode frap ?

Google Ads